Kamis, 02 Januari 2025 09:16 WIB
Model Self Care pada Surviver HIVAIDS
98
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Penyakit HIV/AIDS menyebabkan berbagai masalah yang signifikan bagi individu yang terinfeksi, mencakup aspek fisik, sosial, finansial, dan emosional. Masalah fisik timbul akibat penurunan daya tahan tubuh secara progresif, yang membuat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) lebih rentan terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi dan penyakit ganas seperti TBC, Pneumonia, Herpes Simpleks, Diare Kronis, Hepatitis, serta infeksi / kelainan Neurologi, yang dikenal sebagai infeksi oportunistik. Beberapa pasien HIV/AIDS yang mendapatkan perawatan di rumah sakit sering kali hanya menerima penanganan yang berfokus pada aspek fisik penyakit tersebut. Namun, selain masalah fisik, mereka juga menghadapi tantangan sosial yang cukup mengkhawatirkan akibat stigma yang melekat pada penyakit ini. Stigma ini muncul karena HIV/AIDS sering dikaitkan dengan perilaku-perilaku yang dianggap tidak bermoral, seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan hubungan sesama jenis (homoseksual), yang menyebabkan pasien dianggap layak mendapat hukuman atas tindakan-tindakan tersebut. Teori self care disarankan untuk pasien HIV-AIDS guna membantu mereka meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup mereka. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Penanganan yang tidak tepat terhadap pasien HIV/AIDS dapat mempercepat penurunan kondisi kesehatan mereka, yang disebabkan oleh penurunan fungsi fisiologis tubuh, gangguan dalam interaksi sosial akibat stigma negatif, serta depresi dan rasa putus asa.
1. Model Perawatan Diri (Self Care) pada Surviver HIV/AIDS
Perawatan diri adalah serangkaian tindakan yang dilakukan secara sadar oleh individu dengan tujuan untuk mempertahankan hidup, menjaga kesehatan, melanjutkan perkembangan pribadi, serta meningkatkan kesejahteraan. Sementara itu, manajemen koping para penyintas fokus pada upaya menghindari stres dan pendekatan spiritual, seperti sering berdoa atau berzikir. Perawatan diri yang tepat dapat meningkatkan kondisi fisik dan mental para penyintas HIV/AIDS.
- Salah satu bentuk perawatan diri yang dilakukan oleh penyintas HIV/AIDS di rumah singgah dengan mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang. Makanan yang mengandung makronutrisi dan mikronutrisi yang seimbang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Vitamin dan mineral, sebagai mikronutrisi.
- Kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan salah satu bentuk perawatan diri yang dilakukan oleh para penyintas HIV/AIDS. Penggunaan obat ARV secara teratur dapat menurunkan jumlah virus HIV dalam tubuh, dan penurunan jumlah virus tersebut dalam jangka panjang dapat membantu memperbaiki serta menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap berfungsi dengan baik.
- Istirahat dan tidur yang cukup merupakan salah satu langkah yang diambil oleh penyintas HIV/AIDS di rumah singgah untuk tetap menjalani aktivitas dan kehidupannya dengan baik meskipun memiliki status ODHA. Tidur yang cukup terbukti efektif dalam menjaga kesehatan tubuh dan mendukung kinerja tubuh yang optimal. Tidur yang cukup juga berperan dalam memperbaiki sistem imun tubuh, di mana tidur di malam hari dapat meningkatkan kemampuan Sel T dalam merespon patogen yang ada di dalam tubuh. Selain itu, tidur yang cukup juga membantu pelepasan sitokin dan protein multifaset yang mendukung sistem kekebalan tubuh dalam merespon antigen dengan lebih cepat.
2. Model Kebutuhan Perawatan Diri Terapeutik (Therapeutic Self Care Demands) ada Surviver HIV
Kebutuhan perawatan diri terapeutik merujuk pada upaya perawatan diri yang dilakukan secara menyeluruh dalam periode waktu tertentu untuk memenuhi semua kebutuhan perawatan individu dengan menggunakan metode tertentu, serta mengontrol atau mengelola faktor-faktor yang diperlukan untuk memastikan kecukupan udara, air, dan makanan. Selain aspek fisik, kebutuhan perawatan diri terapeutik juga mencakup penerimaan dari tenaga kesehatan terhadap pasien HIV.
- Perawatan yang diperlukan bagi pasien HIV mencakup penanganan saat pasien mengalami penurunan kondisi fisik akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh defisiensi imun. Beberapa sindrom fisik yang dapat muncul meliputi : penurunan berat badan, diare, mual dan muntah, ruam kulit, infeksi yang meluas, serta penurunan kesadaran hingga berujung pada kematian. Untuk mencegah keluhan-keluhan tersebut, perawatan yang tepat harus diberikan sesuai dengan gejala yang muncul, serta pengendalian yang baik dalam konsumsi obat Antiretroviral (ARV).
- Perawatan pasien HIV adalah aspek yang sangat penting dalam menjaga kondisi pasien tetap baik dan memperpanjang harapan hidup mereka. Perawatan ini mencakup perawatan fisik, dukungan emosional dari tenaga medis, pemberian edukasi tentang perawatan, serta advokasi untuk pasien HIV dalam kehidupan sosial mereka.
3. Model Sistem Dukungan (Self Care Agency) ada Surviver HIV
Keperawatan adalah salah satu aspek dari layanan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan perawatan langsung kepada individu yang memerlukan perawatan karena masalah kesehatan atau kebutuhan perawatan yang bersifat alami. Pelayanan keperawatan juga melibatkan aspek sosial dan interaksi interpersonal dengan mereka yang membutuhkan bantuan dalam perawatan terkait dengan kekurangan dalam merawat diri sendiri.
- Untuk mengatasi defisit perawatan diri pada pasien HIV, diperlukan agen perawatan diri, yaitu kemampuan kompleks individu untuk memahami dan memenuhi kebutuhan dirinya, yang bertujuan untuk menjalankan fungsi dan perkembangan. Model dukungan bagi penyintas HIV mencakup dukungan dari teman atau sesama penderita HIV, keluarga, serta tenaga kesehatan yang memberikan perawatan.
- Stigma yang ada dapat memperburuk keadaan pasien HIV dalam lingkungan sosial, sehingga dukungan dari teman sebaya, keluarga, dan orang-orang di sekitar pasien menjadi sangat penting untuk menjaga kondisi mereka. Dukungan dari teman sebaya dan keluarga dapat meningkatkan kondisi emosional pasien serta memperkuat rasa percaya diri mereka dalam menjalani aktivitas sehari-hari, yang pada gilirannya akan berpengaruh positif terhadap kualitas hidup pasien.
- Stigma yang ada dapat memperburuk situasi pasien HIV di lingkungan sosial, sehingga dukungan dari teman sebaya, keluarga, dan orang-orang di sekitar pasien sangat diperlukan untuk menjaga kesejahteraan mereka. Bantuan dari teman sebaya dan keluarga dapat meningkatkan kondisi emosional pasien serta memperkuat rasa percaya diri mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya berdampak positif pada kualitas hidup pasien.
Referensi :
Banna. T., Manoppo. IA. 2019. Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) Ditinjau dari Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV). Wellness And Healthy Magazine.
Resti, M. 2016. Hubungan Mekanisme Koping dengan Kualitas Hidup pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di Poliklinik VCT RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2016. Padang : Universitas Andalas.
Sastra, L., Wahyudi, W., & Faradilla, I. 2019. Hubungan Kesehatan Spiritual dengan Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang.