Senin, 02 Desember 2024 14:28 WIB

Perkembangan Teknologi Sel Punca untuk Kasus Luka Bakar

Responsive image
4
Dr. dr. Nandita Melati Putri, Sp.B.P.R.E., Subsp. - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Luka bakar merupakan kasus yang banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization, sekitar 90% kasus luka bakar terjadi di negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan angka kematian mencapai 180.000 kematian per tahun. Tingginya kasus luka bakar menjadi masalah terutama di negara berkembang karena keterbatasan sumber daya dan akses layanan kesehatan. Angka mortalitas atau kematian akibat luka bakar  juga tinggi dengan penyebab paling sering adalah sepsis (komplikasi infeksi yang mengancam jiwa)  dan gagal organ multipel. Pada tahun 2011–2012 sebanyak 33,5% pasien luka bakar yang dirawat di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak terselamatkan. Pada tahun 2013–2017 data di RSCM menunjukkan penyebab kematian terbanyak adalah renjatan septik (48,6%). Tata laksana luka bakar  merupakan masalah di Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta menyebabkan cedera  fisik dan psikologis yang dapat berlangsung lama.

Tata laksana pasien luka bakar diawali dengan resusitasi cairan yang sifatnya menyelamatkan nyawa. Setelah pasien stabil,  dapat dilakukan terapi luka. Luka bakar lebih dalam membutuhkan tindakan pembedahan. Tindakan operasi dilakukan untuk menghilangkan jaringan mati, mencegah infeksi, serta mendapatkan jaringan vital yang siap untuk penutupan luka menggunakan graft atau transplantasi kulit. Menutup defek pasca-eksisi dini dengan transplantasi kulit pasien sendiri akan semakin menurunkan angka infeksi dan nyeri serta mempercepat mobilisasi dini pasien. Namun, donor kulit sehat pada pasien luka bakar tentunya memiliki keterbatasan jumlah sehingga perlu dikembangkan terapi pengganti kulit untuk dapat digunakan sebagai ganti donor kulit sehat pasien yang terbatas tersebut.

Terapi pengganti kulit sering digunakan di mancanegara, namun produk-produk tersebut belum tersedia luas di Indonesia karena permasalahan biaya yang tinggi. Saat ini di Indonesia sudah mulai digunakan freeze dried amnion namun hasilnya masih kurang baik. Berdasarkan keterbatasan tersebut, perlu pembuatan produk lokal sebagai pengganti donor kulit pasien luka bakar. Saat ini telah dikembangkan terapi pengganti kulit sebagai pengganti dermis dan epidermis menggunakan selaput amnion dua lapis, disemai dengan kombinasi sel dari kulit pasien dan sel punca. Sel punca epitel amnion merupakan pilihan yang baik mengingat sel punca ini mudah diperoleh dan tidak membutuhkan prosedur invasif untuk memperolehnya, serta hanya sedikit mengekspresikan human leucocyte antigen (HLA) yang berperan dalam rejeksi.

Dalam studi yang telah dilakukan di RSCM ditemukan pasien dengan luka bakar yang dalam dan diberikan terapi pengganti kulit lokal yang dikombinasikan dengan sel kulit dari pasien sendiri dan sel punca menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa sel kulit pasien dan sel punca. Kecepatan pembentukan kulit baru lebih cepat pada kelompok yang menggunakan sel punca. Begitu juga terapi pengganti kulit tersebut bertahan lebih lama dibandingkan pada kelompok tanpa sel punca. Pada kasus yang dilakukan terapi pengganti kulit menggunakan sel punca juga dapat ditemukan kualitas kulit baru yang terbentuk lebih menyerupai kulit normal. Tentunya hal ini lebih diinginkan karena berpotensi untuk mengembalikan fungsi kulit yang hilang akibat luka bakar. Terlihat juga ketebalan lapisan kulit yang lebih menyerupai kulit normal pada terapi pengganti kulit menggunakan sel punca.

Tujuan terapi pada luka bakar dalam adalah membentuk kulit baru. Untuk mencapai tujuan tersebut kerangka dan sumber sel memegang peran penting untuk menentukan apakah akan terbentuk kulit baru dengan fisiologi dan struktur serupa kulit normal.

Terapi pengganti kulit menggunakan selaput amnion dua lapis pada pasien luka bakar dalam dapat mengembangkan lapisan kulit baru. Namun, penambahan sel ke area yang ditransplantasi menghasilkan struktur yang lebih mendekati kulit normal. Pengganti kulit baru ini dapat digunakan dengan aman pada pasien luka bakar dalam setelah operasi eksisi dini dan terbukti mencapai hasil yang baik.  Penggunaan sel punca memiliki keuntungan dalam hal sifatnya yang dapat memperbarui diri, pluripoten dan imunogenitas rendah. Sel punca epitel amnion juga memiliki sifat pluripoten. 

Penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk lebih memastikan peran dari sel punca dalam terapi luka bakar. Namun hasil studi sejauh ini menunjukkan potensi yang besar dari pemanfaatan sel punca untuk terapi luka bakar dengan hasil yang sangat baik.

 

Referensi:

Smolle C, Cambiaso-Daniel J, Forbes AA, Wurzer P, Hundeshagen G, Branski LK, et al. Recent trends in burn epidemiology worldwide: a systematic review. Burns. 2017;43(2):249–57.

Padalko A, Cristall N, Gawaziuk JP, Logsetty S. Social Complexity and Risk for Pediatric Burn Injury: A Systematic Review. J Burn Care Res. 2019;40(4):478–99.

Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS, Logsetty S. Burn injury. Nat Rev Dis Primers. 2020;6(1):1–21.

Wardhana A. Buku Saku Luka Bakar. Jakarta: Press Lingkar Studi Bedah Plastik; 2014.

Wardhana A, G W. Epidemiology and mortality of burn injury in Cipto Mangunkusumo hospital jakarta :a 5 year retrospective study. J Plast Rekonstruksi. 2019;6:234–42.

Sumber gambar:

https://www.freepik.com/free-photo/little-girl-looking-her-palm-pink-t-shirt-shorts-looking-hopeful-front-view_12433314.htm#fromView=search&page=20&position=0&uuid=71b3e91d-6aeb-47bd-b20b-4662807aeb28

https://ofi.ffarmasi.unand.ac.id/djarum/ http://103.88.229.78/djarum https://oasis.iik.ac.id:7443/djrm/