Mental health atau kesehatan mental adalah segala kondisi yang mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial. Hal tersebut yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa dan bertindak. Kesehatan mental juga menentukan cara seseorang dalam menangani stres, menghadapi orang lain, dan menentukan pilihan. Kesehatan mental merupakan salah satu hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Individu yang dinilai sehat secara mental tidak semata-mata orang yang bebas dari gangguan jiwa. Menurut World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa individu yang sehat secara mental adalah individu yang dapat menyadari setiap potensi yang ia miliki, mampu mengelola stres yang wajar, dapat bekerja secara produktif, serta mampu berperan dalam komunitasnya. Oleh karena itu, kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak di antara kita yang menghabiskan waktu untuk bekerja. Bagi kita yang bekerja sebagai pegawai perkantoran, kita menghabiskan waktu setidaknya sebanyak 8 jam dalam satu hari untuk bekerja, dan hal tersebut kita lakukan selama 5 hari dalam satu minggu. Memang pekerjaan telah menjadi salah satu dari top priority dalam kehidupan kita, karena memang dari pekerjaan itulah kita mendapatkan penghasilan dan penghidupan.
Dalam dunia pekerjaan, tentunya kita akan menghadapi situasi ups and downs. Saat berada di dalam kondisi ups, kita akan merasa bahwa pekerjaan yang kita lakukan dapat memberikan kesejahteraan, kepuasan, kebahagiaan, bahkan dapat membuat kita merasa mencapai aktualisasi diri. Meskipun demikian, tidak jarang kita akan berada di dalam kondisi downs, seperti misalnya saat kita menghadapi deadline¸ menghadapi tekanan dari atasan atau klien, atau memiliki rekan kerja yang ‘tidak bersahabat’. Perasaan overwhelmed yang berkelanjutan dapat membuat pekerjaan kita menjadi hal yang korosif bagi kesehatan kita, baik itu kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Gangguan mental di lingkungan kerja sayangnya masih sering dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting, dan bukan merupakan bagian dari gangguan kesehatan. Karyawan yang mengalami gangguan mental pun sering kali dianggap sebagai orang yang ‘suka mencari perhatian’ atau orang yang ‘lebay’. Stigma itulah yang menyebabkan orang enggan untuk menyampaikan bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Padahal, dampak dari gangguan mental itu tidak kalah besar jika dibandingkan dengan dampak akibat gangguan kesehatan fisik, di mana, gangguan mental pada karyawan dapat mempengaruhi performa kerjanya, kapabilitas, produktivitas, serta relasi dari karyawan tersebut dengan para koleganya. Selain itu, berdasarkan studi yang ada, karyawan yang mengalami gangguan mental cenderung lebih mungkin menderita gangguan kesehatan fisik, seperti di antaranya nyeri otot, tulang, dan sendi, gangguan pencernaan, gangguan jantung, gangguan pernafasan, gangguan sistem imun, dan beberapa penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi.
Berdasarkan data yang ada, gangguan mental diketahui mempengaruhi sekitar 19 persen populasi dewasa, 46 persen populasi remaja, dan 13 persen populasi anak di seluruh dunia. Meskipun proporsi tersebut cukup tinggi, hanya separuh dari penderita gangguan mental tersebut yang menerima perawatan secara mumpuni. Kurangnya cakupan perawatan bagi penderita gangguan mental disinyalir diakibatkan oleh adanya stigma negatif akan gangguan mental dan penderitanya, yang secara tidak langsung turut mengakibatkan rendahnya minat tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk menyediakan perawatan bagi penderita gangguan mental.
Manajemen perusahaan yang baik serta awareness akan pentingnya kesehatan mental di lingkungan kerja pada hakikatnya akan meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan di perusahaan tersebut. Berdasarkan data dan studi yang ada, karyawan dengan kesehatan mental yang baik memiliki tingkat produktivitas sebesar 12 – 15% lebih tinggi jika dibandingkan dengan karyawan yang mengalami gangguan mental. Perusahaan yang memiliki mental health awareness yang baik akan membuat para karyawannya merasa lebih aman dan nyaman saat bekerja. Mereka cenderung untuk lebih berani berpendapat, berpikir dan berasional lebih baik, memiliki fokus kerja yang lebih baik, serta lebih berani untuk mengambil keputusan.
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mendukung seluruh karyawannya, termasuk mereka yang mengalami gangguan mental. Beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh perusahaan terhadap karyawannya yang mengalami gangguan mental di antaranya adalah memberikan cuti untuk memulihkan kesehatan mentalnya, membantu mencarikan bantuan profesional atau fasilitas perawatan yang diperlukan, menawarkan working arrangement yang fleksibel, menawarkan untuk memediasi apabila karyawan memiliki konflik di lingkungan kerja, serta membantu memfasilitasi komunikasi karyawan dengan atasan atau koleganya. Perusahaan perlu memastikan bahwa karyawannya tersebut merasa mendapatkan dukungan, bantuan, dan tidak mendapatkan diskriminasi dari perusahaan, atasan, serta para koleganya. Berdasarkan data dan studi yang ada, karyawan yang mendapatkan dukungan tersebut cenderung memiliki pemulihan yang lebih cepat dan baik, serta dapat kembali bekerja dengan produktif kembali.
Tidak hanya bersifat kuratif dan rehabilitatif, perusahaan juga perlu menerapkan tindakan promotif dan preventif untuk memelihara kesehatan mental para karyawannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mengadakan edukasi dan sosialisasi terkait mental health awareness kepada para karyawan, sehingga karyawan dapat mengenali tanda dan gejala apabila dirinya mengalami gangguan mental, serta karyawan tidak perlu merasa khawatir akan potensi diskriminasi dari lingkungan kerjanya apabila dirinya menyatakan mengalami gangguan mental. Pada akhirnya, karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut akan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja memiliki genuine care kepada kesehatan karyawan secara holistik. Para karyawan pun akan lebih produktif dan all-out dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kuswardani Susari Putri, M.Si.,Psikolog menguraikan tentang memberikan Pertolongan Pertama Kesehatan Mental bagi setiap individu yang membutuhkan. Mental Health First Aid merupakan salah satu penanganan paling dini untuk membantu orang-orang di sekitar kita yang mengalami masalah terkait gangguan kesehatan mental. Mental Health First Aid juga menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan mental dan meningkatkan perilaku mendukung terhadap individu dengan masalah kesehatan mental. Ada beberapa gangguan kesehatan jiwa seperti: depresi, psikotik, penyalahgunaan obat, gangguan makan, dan demensia. Serta kondisi krisis kesehatan jiwa seperti: risiko bunuh diri, mencederai diri, serangan panik, atau pengalaman yang menimbulkan trauma. Mental Health First Aid memberikan setiap individu keterampilan dan Rencana Tindakan, sehingga tahu apa yang harus dilakukan dalam setiap situasi. Rencana Tindakan Mental Health First Aid tersebut dikenal dengan ALGEE, merupakan rencana tindakan langkah demi langkah yang digunakan saat memberikan dukungan kepada seseorang yang mungkin mengalami situasi yang menyusahkan.
A – Approach, nilai risiko bunuh diri atau bahaya. Cobalah untuk menemukan waktu atau tempat yang cocok untuk memulai percakapan dengan orang tersebut, dengan tetap menjaga privasi dan kerahasiaan mereka. Jika orang tersebut tidak ingin menceritakan kepada Anda, dorong mereka untuk berbicara dengan seseorang yang mereka percayai.
L – Listen non judgmentally. Banyak orang yang mengalami tantangan atau kesusahan apabila ingin didengar terlebih dahulu, jadi biarkan orang itu berbagi tanpa mengganggu mereka. Cobalah untuk memiliki empati terhadap situasi mereka.
G – Give reassurance and information. Setelah seseorang berbagi pengalaman dan emosinya dengan Anda, bersiaplah untuk memberikan harapan dan fakta yang bermanfaat.
E – Encourage appropriate professional help. Semakin dini seseorang mendapat bantuan, semakin baik peluang mereka untuk sembuh. Jadi, penting untuk menawarkan bantuan kepada orang ini untuk mempelajari lebih lanjut tentang opsi yang tersedia bagi mereka.
E – Encourage self-help and other support strategies. Ini termasuk membantu mereka mengidentifikasi hubunganjaringan dukungan mereka, program dalam komunitas, dan membuat rencana perawatan emosional diri dan fisik yang dipersonalisasikan.
<!--[if gte vml 1]>
Referensi :
https://lib.itb.ac.id/en/mental-health-awareness/
https://indonesiare.co.id/id/article/mental-health-awareness-di-lingkungan-kerja