Rabu, 03 Agustus 2022 09:46 WIB

Manajemen Perawatan Pasien Kraniotomi Tumor Otak

Responsive image
9739
Shendika Wirastiningtyas, S.Kep., Ns - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Kraniotomi (craniotomy) adalah operasi untuk membuka bagian tengkorak (tempurung kepala) dengan tujuan memperbaiki dan mengetahui kerusakan yang ada di otak. Pembedahan tersebut bertujuan memperbaiki dan mengetahui kerusakan yang ada di otak dengan cara membuka tengkorak. Tindakan ini dilakukan sebagai terapi pada tumor otak, hematoma, aneurisma, maupun infeksi otak. Ukuran lebar kraniotomi bervariasi dari beberapa milimeter (burr holes) sampai beberapa sentimeter (keyhole), bergantung pada masalah dan terapi yang dibutuhkan. Untuk sementara waktu, pasien post op craniotomy akan mengalami gangguan mobilisasi bahkan bisa terjadi penurunan kesadaran. Untuk mengurangi atau meminimalisir komplikasi yang terjadi akibat pembedahan pasien post operasi craniotomy memerlukan perawatan yang intensif dan manajemennya.

Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan, mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat memberikan perawatan langsung kepada pasien dan mempunyai peranan penting dalam melakukan edukasi kepada pasien tentang pengelolaan penyakitnya, serta mencegah dari rehospitalisasi. Perawat dapat mengetahui kebutuhan pasien, merancang dan mengimplementasikan proses keperawatan secara spesifik, memberikan umpan balik pasien, transparan dan jujur. Perawat profesional sangat dibutuhkan dalam melakukan proses keperawatan secara optimal terutama pada pasien kritis (Hudak & Gallo, 2000).

Stabilisasi kondisi hemodinamik pada pasien post operasi craniotomy menjadi tantangan bagi perawat. Hal tersebut terkait dengan stabilisasi kondisi respirasi, sirkulasi dan status fisiologis lainnya yang mengharuskan perawat terus fokus dalam pemantauan pasien kritis dan kompleksitas program terapi untuk mempertahankan kehidupan pada pasien pasca bedah terutama kraniotomi yang sering terjadi komplikasi yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan. Salah satu yang bisa dilakukan perawat yaitu memposisikan kepala elevasi 30 derajat (Brunner dan Suddarth, 2002). Pemberian posisi kepala elevasi 30 derajat merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang bertujuan untuk peninggian anggota tubuh di atas jantung dengan vertebralis axis, akan menyebabkan cairan serebro spinal (CSS) teretribusi dari kranial ke ruang subarachnoid spinal dan memfasilitasi venus retun serebral sehingga terjadi peningkatan perfusi jaringan cerebral (Sunardi dkk, 2011).

Pengaturan posisi kepala bertujuan untuk mempertahankan perfusi serebral dalam keadaan adekuat, menurunkan TIK pada kasus trauma kepala, lesi otak atau gangguan neurologi dan memfasilitasi venous drainage dari kepala (Perry & Potter, 2006).

Masalah keperawatan utama yang muncul selain ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral yaitu nyeri akut. Nyeri akut post operasi yang tidak mendapat penanganan yang adekuat dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap psikologis, fungsi fisiologi, sistem respirasi, kardiovaskuler, sistem saraf otonom, gastrointestinal, dan fungsi imunologis pasien. Adanya perubahan ini mengakibatkan imobilisasi yang lebih lama, terhambatnya penyembuhan luka, lama tinggal di rumah sakit. Serta berpotensi untuk berkembang menjadi nyeri kronik (Buvanendran, 2009).

Upaya mengatasi nyeri yaitu dengan teknik distraksi. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan di antaranya adalah bernapas lambat dan berirama secara teratur, menyanyi berirama dan menghitung secara teratur, mendengarkan musik, massage (pijatan).

Teknik relaksasi teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespons pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksaanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.

DAFTAR PUSTAKA

Journal of anaesthesia and pain, 2020, volume 1 n0 3: 28-38 https://jap.ub.ac.id

Guilkey, R. E.,Von A. D., Carpenter, J. S., Stone, C., dan   Draucker,   C.   B.   (2016).   Integrative Review:  Post-Craniotomy  Pain  in  the  Brain Tumor  Patient. Journal  of  advanced  nursing. 72 (6), pp. 1221-1235. doi: 10.1111/jan.12890

Journal of anaesthesia and pain, manajemen nyeri akut pasca-craniotomi

Razi Ageng Pratama, Buyung Hartiyo Laksono, Arie Zainul Fatoni