Masih banyak dari kita yang belum mengetahui apa itu perawatan paliatif, siapa saja yang memerlukan perawatan ini, dan apa saja manfaatnya. Perawatan paliatif pertama kali diperkenalkan oleh WHO pada tahun 1960, yaitu suatu pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa/anak-anak) dan keluarga yang menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa dengan cara mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi awal, penilaian yang benar dan penanganan nyeri dan gejala lain, baik fisik, psikososial atau spiritual.
Apa saja penyakit yang mengancam nyawa dan tidak dapat disembuhkan tersebut? Contohnya adalah penyakit kanker, penyakit kronik degeneratif, gagal jantung (heart failure), gagal ginjal, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, penyakit genetika, dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS, dan COVID-19. Pasien dengan penyakit-penyakit tersebut mengalami penderitaan secara fisik (nyeri, sesak, mual, muntah, tidak nafsu makan, dll), psikosologis (stress, cemas, depresi), sosial (kehilangan pekerjaan, ketebatasan ekonomi, dan kehilangan fungsi sosial baik di keluarga atau di masyarakat), dan spiritual (merasa dihukum oleh Tuhan, tidak menemukan ketenangan/ rasa damai, dll) yang dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Selain itu, beban biaya kesehatan akibat penyakit ini semakin membesar terutama pada fase terminal atau akhir hayat.
Faktanya, sebanyak 56,8 juta orang di seluruh dunia membutuhkan perawatan paliatif, namun hanya 14 persen dari mereka yang mendapatkannya. Sebanyak 78 persen dari mereka tinggal di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, termasuk Indonesia. Sebanyak 42% negara- negara di dunia belum memiliki perawatan paliatif. Oleh karenanya WHO pada tahun 2014 melalui World Health Assembly yang ke-67 mengeluarkan resolusi bahwa hambatan ketersediaan perawatan paliatif di sebagian besar negara di dunia menyebabkan penderitaan yang besar dan tidak dapat dicegah pada jutaan pasien dan keluarganya.
Di Indonesia, perawatan paliatif mulai dikembangkan pada tahun 1992, meskipun perkembangannya cukup lambat karena banyaknya tantangan mulai dari kebijakan, sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan yang terbatas. Saat ini perawatan paliatif masih terbatas di kota-kota besar. Belum semua nakes memahami dan mengimplementasikan perawatan paliatif di setiap jenjang pelayanan kesehatan. Pasien dan keluarga seringkali belum mengetahui adanya perawatan ini. Sehingga, perawatan paliatif baru dipertimbangkan saat pasien berada pada fase terminal. Studi menunjukkan bahwa perawatan paliatif paling efektif bila diberikan sejak awal perjalanan penyakit. Integrasi perawatan paliatif sejak awal penyakit terdiagnosis tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya dengan lebih baik namun juga menurunkan kejadian rawat inap dan penggunaan perawatan kesehatan yang sia-sia.
Perawatan paliatif bertujuan untuk mencegah dan mengatasi penderitaan baik secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual dengan mengupayakan penyesuaian terhadap progresivitas penyakit, meraih martabat dan kualitas hidup terbaik yang mampu diraih oleh pasien dan juga keluarganya melalui berbagai intervensi baik farmakologis dan non-farmakologis berbasis bukti terkini yang ada.
Prinsip dari perawatan ini adalah perawatan paliatif menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses yang normal, tidak bertujuan untuk mempercepat atau menghambat kematian, mengatasi gejala yang menimbulkan stress, mengintegrasikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pada pasien dan keluarga, memberikan pasien peran yang terpenting dalam pengambilan keputusan, menghindari intervensi yang sia-sia, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin sampai meninggal, memberikan dukungan kepada keluarga dalam menghadapi penyakit pasien sampai masa duka cita, dan menggunakan pendekatan tim interdisiplin dalam memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga.
Kita semua akan menuju pada kematian, hanya 12?ri kita yang mengalami kematian mendadak dan tidak terduga. Sisanya, akan menjadi tergantung dengan orang lain, terganggu secara fungsional atau menderita berbagai penyakit serius selama beberapa tahun sebelum meninggal. Lalu, siapa yang akan merawat Anda diakhir kehidupan Anda, dimana Anda akan menjalani hari-hari terakhir Anda, dan seberapa yakin Anda bahwa pemberi layanan kesehatan Anda akan mendukung Anda untuk hidup dengan nyaman dan meninggal secara bermartabat? Mari mengenal dan perawatan paliatif untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik bagi diri kita, kerabat, kolega kita yang sedang berjuang mengahadapi penyakit serius dan mengancam nyawa.
Referensi:
<!--[if !supportLists]-->WHO. Planning and implementing palliative care services: a guide for programme managers.
<!--[if !supportLists]-->WHO. Palliative care for Non-Communicable Disease : A Global Snapshot in 2015.
<!--[if !supportLists]-->Rochmawati E, Wiechula R, Cameron K. Current status of palliative care services in Indonesia: a literature review. Int Nurs Rev. 2016 Jun;63(2):180–90.
<!--[if !supportLists]-->Witjaksono MA, Sutandiyo N, Suardi D for the Indonesian Palliative Society. Regional support for palliative care in Indonesia. ehospice, 1 August 2014. www.ehospice.com/Default/tabid/10686/ArticleId/11661.
<!--[if !supportLists]-->Putranto R, Mudjaddid E, Shatri H, Adli M, Martina D. Development and challenges of palliative care in Indonesia: role of psychosomatic medicine. BioPsychoSocial Medicine. 2017,11(29): 1-5.
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Ferrell BR, Temel JS, Temin S, Alesi E R. Balboni TA, Basch EM et al. Integration of palliative care into standard oncology care: American Society of clinical oncology clinical practice guideline update. J Clin Oncol. 2017, 35(1): 1-112.
Sumber gambar:
https://www.freepik.com/free-photo/asian-people-patient-room-hospitalcaregiver-elder-man-talking-together-after-health-check-up_25830691.htm#fromView=search&page=2&position=25&uuid=fd8cea7d-d3b1-49fc-a495-35fb4ca6e388