Rabu, 03 Agustus 2022 10:19 WIB

Multiple Sclerosis

Responsive image
6866
Dr. dr. I Wayan Niryana, M. Kes., SpBS(K)/dr. Bagu - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Multipel sklerosis (MS) adalah suatu penyakit neurodegeneratif akibat proses demielinisasi kronik pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh peradangan autoimun.1 Penyakit ini umumnya mengenai kelompok pasien usia dewasa muda (antara 30 sampai 40 tahun) dengan prevalensi umum di seluruh dunia adalah 30 kasus per 100.000 populasi; dan hanya sekitar 2-5% penyakit ini terjadi pada usia kurang dari 18 tahun.1 Berbeda halnya dengan yang terjadi pada populasi dewasa, penyakit MS pada populasi anak memiliki sejumlah variasi manifestasi klinis demielinisasi atipikal yang menyebabkan pengenalan dan diagnosis MS pada pasien anak merupakan suatu proses yang rumit.2 Telah dilaporkan suatu laporan kasus pada seorang anak perempuan berusia 13 tahun 7 bulan dengan keluhan utama kejang yang disertai penurunan kesadaran, dimana kedua manifestasi klinis ini merupakan manifestasi klinis yang jarang ditemukan pada pasien multiple sklerosis.3 Diagnosis MS pada pasien ditegakkan setelah dilakukannya pemeriksaan MRI kepala. Pasien kemudian diterapi dengan menggunakan steroid intravena dan pada pengamatan selanjutnya ditemukan perbaikan klinis yang nyata.4

Saat terjadi multiple sclerosis, sistem kekebalan tubuh menyerang lapisan lemak yang melindungi serabut saraf (mielin). Hal ini menyebabkan gangguan komunikasi antara otak dan seluruh tubuh. Jika tidak segera ditangani, sklerosis ganda dapat menyebabkan penurunan atau kerusakan saraf permanen.3 Terjadinya penyakit MS diperkirakan dimulai dengan adanya kontak dengan faktor pemicu (agen infeksi) yang menyebabkan sistem imun mengaktivasi kondisi autoreaktifitas melalui aktivasi sel T CD4 (+) di sirkulasi sistemik. Sel T CD4 (+) ini dengan bantuan IL-23 kemudian berdiferensiasi menjadi sel T helper (Th17) yang selanjutnya memproduksi IL-17. Sel T yang telah teraktivasi ini selanjutnya melewati sawar darah otak dan bereaksi dengan autoantigen seperti myelin dan oligodendrosit melalui mekanisme molekular mimikri. Sel Th17 menyebabkan terjadinya inflamasi pada sistem saraf pusat yang selanjutnya diikuti dengan migrasi sejumlah sel T lainnya melewati sawar darah otak dan juga mengaktifkan makrofag. Produksi sejumlah sitokin proinflamasi pada peradangan ini menyebabkan kerusakan myelin dan oligodendrosit yang selanjutnya membentuk plaque sklerotik.4

Gejala pada mata merupakan gejala awal pada MS berupa penurunan visus yang dapat sembuh sempurna, kemudian dapat kambuh dengan proses yang semakin progresif dan dapat berakhir menjadi buta; gejala lain pada mata berupa diplopia dan buta sebagian.4 Pemeriksaan pada mata menunjukkan adanya paresis gaze, skotoma, nistagmus dan pada pemeriksaan fundus papila nervus optikus ditemukan gambaran papil pucat. Defisit neurologis dapat berupa kelumpuhan bulbar dan anggota gerak, ataksia, gangguan sensoris, adanya refleks patologis dan spastisitas. Hal ini disebabkan karena terdapatnya lesi di daerah substansia alba pada serebrum, serebelum, batang otak dan medulla spinalis. Gangguan mental pada pasien anak yang menderita MS berupa disorientasi, euphoria dan emosi yang tidak stabil. Semua gejala tersebut dapat mengalami remisi; dimana remisi tersebut bisa bersifat sempurna tanpa meninggalkan gejala sisa, kemudian terjadi kekambuhan yang memberikan gejala yang lebih berat.4 Tidak terdapat suatu pemeriksaan spesifik tunggal untuk mendiagnosis MS. Kriteria diagnosis merupakan kombinasi antara manifestasi klinis dan hasil sejumlah pemeriksaan penunjang.5 Manifestasi klinis terpenting dalam mendiagnosis MS pada populasi anak adalah identifikasi episode berulang manifestasi proses demielinisasi yang dipisahkan selang waktu (pola remisi dan eksaserbasi yang silih berganti).4 Tidak terdapat suatu pemeriksaan spesifik tunggal untuk mendiagnosis MS. Kriteria diagnosis merupakan kombinasi antara manifestasi klinis dan hasil sejumlah pemeriksaan penunjang. 5

Seseorang perlu berkonsultasi ke dokter jika mengalami gejala multiple sclerosis. Terutama orang-orang yang pernah menderita infeksi yang berhubungan dengan multiple sclerosis, seperti penyakit mononukleosis.5 Multiple sclerosis merupakan penyakit yang dapat berkepanjangan. Rutin berkonsultasi dengan dokter penting untuk memantau perkembangan penyakit dan evaluasi pengobatan.5 Orang-orang yang menderita penyakit autoimun, diabetes tipe 1, penyakit tiroid, atau radang usus lebih berisiko mengalami multiple sclerosis. Oleh karena itu, penderita penyakit tersebut perlu kontrol rutin ke dokter untuk mencegah berkembangnya penyakit dan mendeteksi dini komplikasi dari penyakit yang dideritanya.5

 

 

 

Referensi:

 

Ghasemi, N., Razavi, S. & Nikzad, E. (2017). Multiple Sclerosis: Pathogenesis, Symptoms, Diagnoses and Cell-Based Therapy. Cell J., 19(1), pp. 1–10.

Huang, W.J., Chen, W.W., & Zhang, X. (2017). Multiple Sclerosis: Pathology, Diagnosis and Treatments. Exp Ther Med., 13(6), pp. 3163–3166.

National Organization for Rare Disorders (2017). Multiple Sclerosis.

National Health Service UK (2018). Health A to Z. Multiple Sclerosis.
Johns Hopskin Medicine. Conditions and Diseases. Multiple Sclerosis.

Frothingham, S. Healhline (2019). The Possibility of Multiple Sclerosis Prevention.
WebMD (2019). What Is Multiple Sclerosis?