Senin, 01 Agustus 2022 13:30 WIB

Vitamin D Meningkatkan Imun, Benarkah?

Responsive image
13969
apt. Putri Rizkita, S.Farm., M.Si - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Pernahkah anda mendengar atau membaca pernyataan tersebut di media sosial anda ataupun media lainnya? Mari kita kupas tuntas tentang vitamin D!

Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak. Meski disebut sebagai vitamin, sebenarnya  vitamin D  dapat disebut pro-hormon. Vitamin adalah nutrisi yang harus diperoleh melalui makanan atau suplemen, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh. Namun, vitamin D mampu diproduksi oleh tubuh manusia dari sinar matahari ( sinar UV ) yang diserap kulit. Vitamin ini sangat penting untuk kesehatan sistem kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila tubuh memiliki kadar vitamin D yang cukup, dapat membantu menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap sehat dan melindungi terhadap penyakit pernapasan secara umum. Dalam kaitannya dengan pandemi COVID-19, maka informasi tentang vitamin D, sangat relevan

Bagaimana mekanisme vitamin D dalam mempengaruhi sistem kekebalan tubuh?
Vitamin D berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh, yang merupakan benteng pertahanan tubuh terhadap penyakit. Vitamin D berperan besar pada sel sistem kekebalan tubuh seperti makrofag, limfosit B dan T, neutrofil dan sel dendritik. Adanya vitamin D menstimulus timbulnya aktivitas antimikroba terhadap bakteri, jamur dan virus. 

Apa yang akan terjadi bila tubuh kekurangan vitamin D?
Kadar vitamin D yang rendah (defisiensi) dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit pernapasan, termasuk tuberkulosis, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), serta infeksi pernapasan virus dan bakteri, misalnya virus SARS-CoV-2 pada penyakit COVID-19. Defisiensi vitamin D dapat menjadi komorbid bagi timbulnya penyakit. Beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan asupan cairan dan garam serta peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi sebagai konsekuensi dari status vitamin D yang rendah. 

Defisiensi vitamin D diketahui dapat meningkatkan proses yang dikenal sebagai “badai sitokin”.
Sitokin adalah protein yang merupakan bagian integral dari sistem kekebalan tubuh. Sitokin dapat memiliki efek pro-inflamasi dan anti-inflamasi yang memainkan peran penting, membantu melindungi terhadap infeksi dan penyakit. Penelitian pada pasien COVID-19 menunjukkan bahwa pemberian 25-hidroksivitamin D 3  dosis tinggi, secara signifikan mengurangi kebutuhan perawatan ICU pasien yang membutuhkan rawat inap pada pasien terkonfirmasi COVID-19. Bukti penelitian (2020) menunjukkan bahwa berbagai penyakit tidak menular (hipertensi, diabetes, CVD, sindrom metabolik) berhubungan dengan kadar vitamin D plasma yang rendah. Komorbiditas ini, bila terjadi bersamaan dengan defisiensi vitamin D dapat meningkatkan risiko keparahan penyakit COVID-19. 

Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi kebutuhan vitamin D?
Vitamin D unik karena dapat dibuat di kulit dari paparan sinar matahari.  Tingkat vitamin D yang tidak mencukupi disebabkan oleh dua penyebab fisiologis utama:
1. Paparan sinar UVB dari matahari yang rendah, dan dalam kasus pigmentasiyang kuat,
2. Penurunan sintesis vitamin di kulit dengan penuaan. 
Pigmen melanin dalam jumlah yang lebih besar menghasilkan kulit yang lebih gelap dan mengurangi kemampuan kulit untuk memproduksi vitamin D dari sinar matahari. Selain itu pola makan yang buruk, rendah konsumsi ikan dan makanan yang kaya vitamin D adalah alasan utama kekurangan di usia tua dan orang-orang yang hidup di bawah garis sejahtera.  Kelompok risiko utama, meliputi wanita hamil, anak-anak di bawah 5 tahun, orang tua di atas 60 tahun, orang dengan sedikit atau tanpa paparan sinar matahari (misalnya orang di panti jompo), serta orang-orang dengan kulit gelap.

Pada orang tua di atas usia 60 tahun, penurunan sintesis vitamin D di kulit menjadi jelas, yang semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini menjelaskan tingginya jumlah orang tua dengan status vitamin D yang tidak memadai. Penelitian di Indonesia pada pasien COVID-19 (2020), menunjukkan bahwa usia tua, penyakit penyerta dan defisiensi atau insufisiensi vitamin D berkontribusi terhadap hasil penyakit COVID-19 dan meningkatkan risiko kematian. 
Vitamin D, bermanfaat, reasonable, dan murahkah?

Sumber utama vitamin D untuk anak-anak dan orang dewasa adalah paparan sinar matahari alami.
Sinar UVB dari matahari mengenai kulit, dan manusia mensintesis vitamin D 3 , bentuk yang paling "alami". Hanya ada sedikit sumber makanan vitamin D (minyak hati ikan cod, ikan berlemak) yang dapat memenuhi kebutuhan harian yang direkomendasikan (15–20 g/hari untuk orang dewasa). Untuk mencapai jumlah tersebut selain ketersediaan sumber makanan, sintesis vitamin D kulit, yang berkontribusi hingga 80% pada individu sehat hingga usia 65 tahun, adalah penting. Vitamin D dapat pula diperoleh melalui suplementasi, dengan jumlah 800 hingga 1000 IU. 

Kesimpulan

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa suplemen vitamin D dapat meningkatkan respon imun dan melindungi terhadap  infeksi khususnya pernapasan  secara keseluruhan. Oleh karena itu, ayo kita cukupkan asupan vitamin D agar imun tubuh meningkat.

 

Referensi:

Biesalski, H.K., et al., 2020, NFS Journal, , Vitamin D deficiency and co-morbidities in COVID-19 patients – A fatal relationship?

Castilo, M.E., et. Al., 2020., The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology, 29 Agust 2020, Effect of Calcifediol Treatment and best Available Therapy versus best Available Therapy on Intensive Care Unit Admission and Mortality Among Patients Hospitalized for COVID-19: A Pilot Randomized Clinical study

Nair, R., Maseeh, A., 2012, Vitamin D: The Sunshine Vitamin, J Pharmacol Pharmacother.  2012 Apr-Jun; 3(2): 118–126. doi:  10.4103/0976-500X.95506 , 

PMCID: PMC3356951 PMID:  22629085