Minggu, 31 Juli 2022 21:44 WIB

Pengaruh Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan

Responsive image
21182
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Jadi serat pangan merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan.

Pada dekade terakhir ini telah terungkap oleh para ilmuwan bahwa serat yang terdapat pada bahan pangan ternyata mempunyai efek positif bagi sistim metabolisme manusia. Awalnya serat dikenal oleh ahli gizi hanya sebagai pencahar dan tidak memberi reaksi apapun bagi tubuh. Pandangan akan serat mulai berubah, setelah dilaporkan bahwa konsumsi rendah serat menyebabkan banyak kasus penyakit kronis seperti jantung koroner, apendikitis, divertikulosis dan kanker kolon, serat yang memiliki efek fisiologis tersebut kemudian disebut sebagai serat pangan atau dietary fiber.

Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Sayuran merupakan menu yang hampir selalu terdapat dalam hidangan sehari- hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan. 

Akhir-akhir ini adanya perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan hampir di semua propinsi di Indonesia. Keadaan tersebut diikuti juga terjadinya pergeseran atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan masyarakat, ditandai dengan dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit- penyakit degeneratif dan metabolik.

Di masyarakat perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobil dan sibuk cenderung mengkonsumsi makanan siap saji, masyarakat menengah ke atas telah terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat, tinggi lemak dan protein. Hal inilah yang menyebabkan tingginya kasus penyakit-penyakit seperti jantung koroner, kanker kolon, dan penyakit degeneratif lainnya di Indonesia.

Untuk itu agar pemahaman masyarakat akan pentingnya serat pangan dalam pola konsumsi makanan di Indonesia menjadi meningkat, maka karya ilmiah tentang serat pangan (dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan menjadi penting untuk disampaikan.

Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihirolisis oleh enzim enzim pencernaan. Sementara penelitian lainnya mendefinisikan serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin.

Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu serat pangan yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam tanaman, serat dibagi menjadi 3 (tiga) fraksi utama, yaitu

(a) polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat;

(b) non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan

(c) polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar-agar.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa perhatian kita terhadap peranan serat pangan terhadap kesehatan mulai muncul setelah para ahli membandingkan tingginya kejadian kanker kolon di negara industri maju yang konsumsi seratnya rendah dibandingkan dengan negara berkembang terutama yang konsumsi seratnya tinggi (seperti di pedalaman Afrika). Beberapa peneliti juga mengemukakan beberapa manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu :
1. Mengontrol Berat Badan atau Kegemukan (Obesitas).
Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas.

2. Penanggulangan Penyakit Diabetes.

Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol.

3. Mencegah Gangguan Gastrointestinal.
Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah feses dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat.

4. Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar)
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama. Beberapa hipotesis dikemukakan mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan bersifat mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih rendah.

5. Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler. Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovaskuler.

Di samping memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan, serat pangan diketahui juga memberikan pengaruh yang merugikan. Adapun pengaruh yang merugikan serat pangan yaitu sebagai penyebab ketidaktersediaan (unavailability) beberapa zat gizi seperti vitamin-vitamin larut dalam lemak (terutama vitamin D dan E), serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease.

Selain mengurangi absopsi zat gizi juga menyebabkan flatulen, juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral dan dapat menyebabkan defisiensi mineral sehingga meningkatkan risiko osteoporosis pada orang usia lanjut.

Dengan melihat uraian di atas, ada beberapa pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan dan ada pengaruh yang merugikan, namun tentunya hal tersebut secara keseluruhan mungkin perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam, sebagai gambaran dalam mengetahui seberapa besar pengaruh serat pangan dan manfaatnya bagi kesehatan kita.

 

Referensi :
Anik Herminingsih. 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan. Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Anonim. 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal Foods World 46:pp. 89-148. http:// www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/ dietfiber.pdf.

Feri Kusnandar. 2010. Mengenal Serat Pangan. http://itp.fateta.ipb.ac.id.

Jansen Silalahi dan Netty Hutagalung. 2010. Komponen-komponen Bioaktif dalam Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Jurusan Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Olwin Nainggolan dan Cornelis Adimunca. 2005. Diet Sehat dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005 Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Sutrisno Koswara. 2010. Serat Makanan Membuat Usus Nyaman. www.ebookpangan.com

Tensiska. 2008. Serat Makanan. Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran, Bandung.