Senin, 20 Juni 2022 10:36 WIB

SAMURI Sebagai Salah Satu Deteksi Dini Kanker

Responsive image
3176
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Dalam sebuah data yang dirilis oleh WHO, Kanker Rongga Mulut (KRM) merupakan salah satu malignansi dengan mortalitas tertinggi. Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 30.000 kasus baru tiap tahunnya. Faktor risiko utama KRM begitu mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti : merokok, konsumsi alkohol, konsumsi tembakau, infeksi virus dan higienitas buruk. Istilah Kanker Rongga Mulut (KRM) meliputi semua malignansi yang muncul dari daerah bibir, kavum oral, orofaring, hipofaring, gingiva, lidah dan seluruh dan seluruh mukosa oral lainnya, namun tidak termasuk kanker nasofaring dan kelenjar saliva mayor. Data dari WHO menunjukkan bahwa kanker mulut merupakan salah satu malignansi dengan mortalitas tertinggi di antara semua malignansi.

Oral squamous cell carcinoma merupakan bentuk yang paling umum dari KRM. Adapun faktor risiko terjadinya KRM dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu : yang terdefinisikan dengan jelas (well-established) sebagai penyebab (merokok, konsumsi alkohol, dan adanya lesi potensial malignan) dan faktor yang mungkin memiliki kontribusi terjadinya KRM (infeksi virus, defisiensi unsur makanan). Penegakan diagnosis kanker mulut hampir sama seperti pada penyakit lainnya, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan histopatologi sebagai gold standard. Mengingat tingginya mortalitas KRM, maka penting untuk dilakukan skrining pada praktik sehari-hari untuk menemukan KRM pada stadium sedini mungkin. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, skrining juga dilakukan dengan pengecatan toluidine blue, endoskopi, sitologi, pemeriksaan telomerase dan apabila memungkinkan PET-scan. Adapun Five-years survival rate untuk stadium dini 82% sedangkan untuk semua stadium 61 %. Permasalahan adalah lebih dari setengah kanker rongga mulut sudah mengalami metastase baik itu regional maupun jauh pada saat terdeteksi. Hal ini akan mengurangi 5-years survival rate menjadi kurang dari 50 % untuk kanker dasar mulut dan lidah.

Skrining adalah prosedur dimana prosedur untuk dapat menemukan kanker / kanker rongga mulut dalam stadium dini, terutama sebelum menimbulkan gejala klinis. Program skrining dapat dilakukan secara masal (population-based), skrining oportunistik (case finding) dan skrining yang menargetkan kelompok berisiko tinggi. Skrining masal secara spesifik mengundang populasi / massa agar datang untuk melakukan skrining. Undangan biasanya dilakukan melalui surat pada populasi target, biasanya berdasarkan daftar pasien praktik dokter umum. Skrining oportunistik dilakukan dengan cara menawarkan pada pasien untuk melakukan skrining kanker rongga mulut ketika mereka datang ke klinik ataupun pelayanan kesehatan lainnya dengan alasan yang yang lain (keluhan lain). Skrining jaringan lunak oral merupakan bagian dari pemeriksaan general oral oleh dokter gigi umum dan merepresentasikan kesempatan untuk mendeteksi lesi asimtomatik (baik itu kanker ataupun prekanker). Adapun skrining pada populasi berisiko tinggi ditargetkan pada mereka yang memiliki risiko tinggi, yakni secara umum mereka yang berusia di atas 40 tahun yang memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol (terutama laki-laki). Populasi ini dapat kita peroleh secara oportunistik pada saat mereka datang ke pelayanan medis primer (baik itu dokter umum maupun dokter gigi).

Terdapat  beberapa prosedur skrining kanker rongga mulut di antaranya :

1.       Pemeriksaan dengan toluidine blue

2.       Pemeriksaan endoskopi

3.       Pemeriksaan sitologi

4.       Pemeriksaan terhadap telomerase

5.       PET-scan

Selain kelima prosedur di atas, skrining sebenarnya sudah dimulai dengan anamnesis sehingga dapat mengetahui yang mana kelompok yang termasuk risiko tinggi, terutama jika kita memilih metode skrining yang menargetkan pada kelompok yang berisiko tinggi seperti disebutkan di atas. Dengan demikian risiko terjadinya kanker rongga mulut meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi dan durasi pemakaian tembakau dan konsumsi alkohol. Maka dari itu, seharusnya ditanyakan lebih jauh tentang konsumsi alkohol dan pemakaian tembakau tersebut.

Selain itu dicari pula keluhan spesifik yang melalui anamnesis antara lain : nyeri, hot potato chewing sign, kesulitan makan / menelan, berbicara; adanya luka / ulkus yang tidak membaik dengan pengobatan adekuat selama 2 minggu (sariawan), perdarahan yang mudah terjadi pada rongga mulut, dan perjalanan penyakitnya.

Adapun ada 2 (dua) kelompok faktor risiko terjadinya KRM seperti dijelaskan di antaranya :

1.    Faktor Risiko Well- Established

- Merokok / tembakau - rokok, cerutu, pipes, bidis (rokok murah Asia Selatan yang saat ini sudah diimpor).

- Mengunyah tembakau - betel quid / paan / gutkha (suatu jenis betel nut yang merupakan campuran antara tembakau dan gula).

- Konsumsi alkohol tinggi (sinergi dengan konsumsi tembakau).

- Adanya lesi / kondisi yang berpotensi malignan.

- Adanya riwayat kanker rongga mulut dan saluran cerna.

- Usia dikaitkan dengan faktor risiko lainnya.

2.    Faktor Risiko Lainnya

- Defisiensi unsur makanan seperti vitamin A, C, E, zinc, besi serta trace elements

- Infeksi virus; Human Papilloma Virus (HPVs)

- Infeksi kandida

- Paparan terhadap sinar matahari secara berlebihan / radiasi (kanker bibir)

- Defisiensi imun

- Predisposisi genetik / familial

- Paparan bahan bakar fosil (polusi udara dan lingkungan)

- Sepsis kronik pada mulut

Usia dimasukkan dalam kelompok faktor risiko yang well-establish karena paparan terhadap faktor risiko lainnya meningkat seiring dengan peningkatan usia, namun usia itu sendiri bukan merupakan faktor risiko. Lagi pula kanker mulut tidak selalu terjadi pada usia tua. Bahkan saat ini para dokter yang menangani kanker mulut mendapati insiden kanker mulut meningkat pada usia yang lebih muda.

Pada beberapa etnis dan agama tertentu, konsumsi alkohol dilarang dan merokok tidak diterima. Akan tetapi, menguyah tembakau mungkin lebih dapat diterima secara sosial sehingga kebiasaan mengunyah tembakau masih menjadi masalah.

Kebiasaan mengunyah guktha dikaitkan dengan munculnuya fibrosis submukosa lebih dini dibandingkan konsumsi betel quid. Selanjutnya pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan diri sendiri (self examination). Para dokter memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pada kepala dan leher sebagai bagian dari penilaian fisik pasien. Hanya perlu waktu kurang dari 2 menit untuk melakukannya. Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya nodul, pembengkakan, perubahan mukosa (ulkus, perubahan tekstur dan warna) dan adenopati nodal kelenjar limfe leher yang tidak diketahui penyebabnya. Untuk memastikan pemeriksaan kepala leher dan jaringan lunak secara lengkap, maka dapat dimulai terlebih dahulu dari jaringan lunak sebelum memeriksa gigi dan mulut. Pertama inspeksi pada wajah, amati apakah ada bagian wajah yang asimetris, pembengkakan, pigmentasi, mole, dan cacat pada kulit.

Dengan demikian untuk mengetahui kondisi semakin dini stadiumnya maka semakin besar kesempatan untuk mencapai kesembuhan dan memperbaiki fungsi serta kualitas hidup. Mengingat mayoritas kasus kanker rongga mulut sudah mencapai stadium lanjut pada saat terdiagnosis, maka skrining kanker rongga mulut menjadi sangatlah penting untuk mempertahankan 5-years survival rate. Tentunya dengan adanya skrining sangat membantu untuk mengetahui sejak dini dari pemeriksaan yang tentunya berkaitan dengan kanker rongga mulut, skrining pun dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu skrining oportunistik, population-based, dan targeted-high risk population.

 

Referensi :

1. Kujan, Omar, et al. Evaluation of Screening Strategies for Improving Oral Cancer Mortality : a Cochrane Systematic Review. Journal of Dental education. 2005; 69 (2); p. 255-265.

2. Kao, Shou-yen, et al. Detection and Screening of Oral Cancer and Pre-cancerous Lesions. J Chin Med Asscociation. 2009; 72 (5); p. 227-233.

3. Anonim. Oral Cancer. American Cancer Society. 2007; No.300208- Rev.02/12.

4. Butterworth, Mike, et al. Opportunistic Oral Cancer Screening. BDA Occasional Paper. 2000; (2); p. 1-34.

5. Prof. Dr. dr. I.B Tjakra Wibawa Manuaba, M.P.H., Sp.B(K)-Onk. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. Jakarta. CV Sagung Seto.Halaman 104-106.

6. Anonim. Oral Cancer. U. S. Departement of Health and Human Services, National Institute of Health, National Institute of Dental and Craniofacial Research. 2008; No. 08-5032.

7. Jayaprakash, Vijayvel, et al. Autofluorescence-Guided Surveillance for Oral Cancer. Cancer Prevention Research. 2009.; 2; p. 966-974.

8. Speight, PM, et al. The Cost Effectiveness of Screening for Oral Cancer in Primary Care. Health Technology Assesment. 2006; 10 (14); p. 1-146.

9. L. K. Widnyani Wulan Laksmi, I Gede Budhi Setiawan, Sri Maliawan. Menekan Angka Mortalitas Kanker Rongga Mulut Melalui Skrining. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.