Kamis, 24 Oktober 2024 10:30 WIB

Optimisasi Dosis Radiasi Pasien pada Modalitas Radiografi Umum

Responsive image
6
Muhammad Al Jabbar Kanie - RS Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

Pemanfaatan sinar-X telah banyak digunakan untuk bidang medis, khususnya pada pelayanan radiologi yang digunakan untuk melakukan pencitraan terhadap tubuh manusia, sudah meningkat begitu tajam di beberapa tahun terakhir.  Hal ini juga dapat meningkatkan resiko dari pemanfaatan radiasi tersebut sehingga perlu upaya untuk meminimalisir hal resiko dengan melakukan asas proteksi radiasi, salah satunya adalah optimisasi. Optimisasi adalah upaya dengan memberikan dosis serendah mungkin yang bisa dicapai tanpa mengurangi kualitas citra klinis atau sering dikenal dengan istilah ALARA (As Low As Reasonably Achievable) [1]

Dalam periode 3 tahun (2021-2023), jumlah pemeriksaan pada modalitas radiografi umum yang dilakukan di RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun yaitu 24.651 pemeriksaan di tahun 2021, 35.534 pemeriksaan di tahun 2022 dan 45.710 pemeriksaan di tahun 2023. Dari data tersebut bahwa dalam kurun waktu 3 tahun telah terjadi peningkatan jumlah pemeriksaan lebih dari 80%, mengingat tingginya angka peningkatan pemeriksaaan perlu adanya upaya penerapan optimisasi dosis pada pasien berupa mempertahankan dosis radiasi serendah mungkin dengan tetap memperhatikan kualitas citra yang memadai untuk mendiagnosis pasien.

DRL (Diagnostic Reference Levels) atau TPD (Tingkat Panduan Diagnostik) pada dasarnya merupakan bagian dari proses optimisasi proteksi radiasi bagi pasien pada radiologi diagnostik dan intervensional. DRL nasional didefinisikan sebagai nilai kuartil ketiga (Q3) dari distribusi data median kuantitas DRL. Nilai median (Q2) atau nilai tipikal dosis diperoleh dari survei atau pengumpulan data pasien di masing-masing fasilitas kesehatan pada jenis pemeriksaan dan kelompok umur sama. Jika perbandingan dengan DRL nasional yang ditetapkan menunjukkan bahwa dosis radiasi lebih besar atau lebih kecil, suatu kajian perlu dilakukan untuk memastikan apakah tindakan proteksi dan keselamatan telah dioptimisasikan dan apakah tindakan perbaikan perlu dilakukan. Tetapi ada hal yang perlu diingat adalah DRL tidak digunakan sebagai limtasi dosis tetapi sebagai alat untuk membantu proses optimisasi.

Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso merupakan rumah sakit rujukan nasional khusus tulang dengan salah satu pelayanan penunjang  yaitu pelayanan radiologi menggunakan pesawat radiografi umum dengan berbagai jenis pemeriksaan seperti thoraks, pelvis, ankle joint, antebrachi, shoulder, genu, cruris, femur, wrist, cervical, lumbar spine dll. Dengan begitu banyaknya pasien dan jenis pemeriksaan, kami telah melakukan berbagai upaya evaluasi dalam proses optimisasi secara berkala dengan melibatkan berbagai profesi seperti Dokter Spesialis Radiologi, Fisikawan Medik dan Radiografer.

Tahap awal dari proses optimisasi yang harus dilakukan adalah pengukuran dan evaluasi, dimana dimulai dengan melakukan survei atau pengumpulan data pasien seperti nama pasien, nomor rekam medis , umur, berat badan, posisi pemeriksaan, kV, mAs dan FDD yang diperoleh dari data SIMRS dan modalitas alat. Data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis pemeriksaan dan kelompok umur (bayi 0-4 tahun, anak-anak 5-14 tahun dan dewasa 15 tahun ke atas). Selanjutnya adalah proses pencatatan atau penginputan ke dalam Sistem Informasi Data Dosis Pasien (Si-INTAN). Sistem ini merupakan berbasis web yang dibangun dan dikembangkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk memfasilitasi fasilitas kesehatan (RS) dalam melaporkan data dosis pasien secara online setiap bulan.

Data tersebut diolah  Si-INTAN untuk mendapatkan nilai ESAK (Entrance Surface Air Kerma) atau juga dapat dhitung atau diolah secara mandiri sehingga dapat dilakukan evaluasi secara berkala setiap bulannya dengan membandingkan nilai tipikal dosis (Q2) dengan DRL nasional . Berikut adalah hasil pengukuran dan evaluasi yang dilakukan setiap 6 bulan periode Januari-Juni 2024 untuk pemeriksaan kelompok umur dewasa (15 tahun ke atas) sebagai berikut :

1.    Pemeriksaan Thorax dengan proyeksi PA mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,112 - 0,153 mGy dengan DRL nasional 0,4 mGy.

2.    Pemeriksaan Pelvis dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,337 – 0,347 mGy dengan DRL nasional 1,8 mGy.

3.     Pemeriksaan Femur dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,25 – 0,315 mGy dengan DRL nasional 0,5 mGy.

4.    Pemeriksaan Genu dengan proyeksi AP dan Lateral mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,06 – 0,072 mGy dengan DRL nasional 0,4 mGy.

5.    Pemeriksaan Lumbar Spine dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,37 – 0,63 mGy dengan DRL nasional 1,4 mGy

6.    Pemeriksaan Lumbar Spine dengan proyeksi lateral mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,89 – 1,37 mGy dengan DRL nasional 3,1 mGy

7.    Pemeriksaan Cervical dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,101 – 0,17 mGy dengan DRL nasional 0,7 mGy.

8.    Pemeriksaan Cervical dengan proyeksi lateral mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,107 – 0,20 mGy dengan DRL nasional 1,4 mGy.

9.    Pemeriksaan wrist dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,020 – 0,033 mGy dengan DRL nasional 0,2 mGy.

10.  Pemeriksaan ankle dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,032 – 0,051 mGy dengan DRL nasional 0,2 mGy.

11.  Pemeriksaan antebrachi dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,032 – 0,051 mGy dengan DRL nasional 0,1 mGy.

12.  Pemeriksaan manus dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,017 – 0,020 mGy dengan DRL nasional 0,2 mGy.

13.  Pemeriksaan pedis  dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,017 – 0,030 mGy dengan DRL nasional 0,2 mGy.

14.  Pemeriksaan shoulder dengan proyeksi AP mempunyai nilai tipikal dosis (Q2) pada interval 0,057 – 0,104 mGy dengan DRL nasional 0,4 mGy.

Tahap selanjutnya dari proses optimisasi yaitu analisa dan investigasi dengan membandingkan nilai tipikal (Q2) dengan DRL nasional. Dari data Januari-Juni 2024 dapat disimpulkan bahwa semua jenis pemeriksaan yang menggunakan radiografi umum memiliki nilai tipikal dosis (Q2) lebih rendah daripada DRL nasional. Selanjutnya perlu dilakukan kajian meksipun nilai tipikal dosis RS lebih rendah daripada DRL nasional dengan cara  memastikan  mutu citra diagnostik yang dihasilkan masih memadai untuk keperluan diagnosis. Disinilah peran dari dokter spesialis radiologi yaitu memberikan umpan balik tentang kecukupan kualitas citra untuk keperluan diagnosa pada prosedur pemeriksaan tertentu [2]. Adapun umpan baliknya adalah citra yang dihasilkan sudah sesuai dengan diharapkan.

Proses optimisasi ini akan terus dilakukan secara berkelanjutan dan jika ditemukan nilai tipikal dosis (Q2) melebihi DRL nasional maka akan dilakukan evaluasi secara menyeluruh mulai dari prosedur pemeriksaan dan kemampuan SDM serta perfoma alat sehingga adanya rekomendasi yang diharapkan mampu memberikan skenario baru dalam optimisasi. Perlu adanya komitmen dan kolaborasi dalam proses optimisasi mulai dari manajemen, pekerja radiasi dengan berbagai profesi agar terus berjalan lancar demi pelayanan prima Rumah Sakit.

 

Referensi :

I. Hariyati, M. Fauzan, L. E. Lubis. Optimisasi dengan Audit Dosis Radiasi pada Pemeriksaan Thorak Proyeksi AP Pasien Dewasa, Jurnal Pengawasan Tenaga Nuklir, Vol. 2, 2022.

Kunarsih Endang, Sudrajat, Pratama Ida Bagus G., et all. Pedoman Teknis Penerapan Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia (I-DRL), BAPETEN, 2021.

Sumber gambar:
https://sejawat.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/sejawat/file/f9c70f1256827884512c69e19cf19188/WhatsApp-Image-2023-01-31-at-18.21.53.jpeg

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRgUIAK9-LPZOeC4afgJGCVe1wcV3ockeoEfOeiuHfONbVgxZNHYRKQHr8v6gpablFm42Q&usqp=CAU