Jumat, 18 Oktober 2024 13:48 WIB

Mengungkap Keterkaitan Genetik dengan Kesehatan Gigi

Responsive image
179
drg. Emmy Hastuti, M.Kes - RSUP Fatmawati Jakarta

Taurodontisme adalah kelainan perkembangan gigi yang ditandai dengan pembesaran ruang pulpa pada gigi berakar banyak, di mana dasar pulpa berpindah ke arah apikal dan bifurkasi akar mengalami perubahan. Kondisi ini bisa berdiri sendiri atau muncul sebagai bagian dari suatu sindrom genetik. Penelitian terbaru yang dilakukan di Afrika Selatan bertujuan untuk mendokumentasikan aspek-aspek gigi dan kraniofasial dari kelainan tulang tipis genetik. Dalam studi tersebut, enam puluh empat individu dengan Osteogenesis Imperfekta (OI), satu orang dengan penyakit Pyle, dan satu orang dengan sindrom Torg-Winchester, telah dievaluasi melalui pemeriksaan klinis, radiografi, dan analisis molekuler. Di antara pasien-pasien ini, sepuluh pasien dengan OI XI serta pasien dengan penyakit Pyle dan sindrom Torg-Winchester mengalami taurodontisme. Temuan ini menunjukkan bahwa taurodontisme bisa menjadi ciri dari beberapa kelainan genetik, dan penting untuk mengidentifikasi serta memahami implikasi dari kelainan ini dalam praktik gigi.

Taurodontisme adalah kelainan yang menggambarkan pembesaran vertikal ruang pulpa, yang mirip dengan bentuk gigi sapi. Ciri khas dari taurodontisme adalah pembesaran ruang pulpa pada gigi berakar banyak, menyebabkan dasar pulpa pindah ke bagian apikal dan mengubah posisi bifurkasi akar. Gigi dengan kondisi ini awalnya tampak normal karena akarnya berada di bawah tepi alveolar, sehingga ciri khasnya hanya dapat dikenali melalui radiografi. Taurodontisme diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan tingkat pembesarannya, yaitu hipotaurodontisme, mesotaurodontisme, dan hipertaurodontisme. Ciri-ciri radiografi dari taurodontisme meliputi perluasan ruang pulpa ke dalam tubuh gigi yang memanjang, dengan akar dan saluran akar yang memendek meskipun ukuran mahkotanya tetap normal.

Meskipun istilah "taurodontisme" sudah dikenal luas, terdapat kebingungan mengenai patogenesis, perkembangan, dan signifikansi gigi dari kelainan ini. Taurodontisme umumnya terjadi pada gigi geraham, dan proses perkembangannya terkait dengan pembentukan dentin akar, sementum, dan jaringan periodontal. Selama perkembangan awal gigi, interaksi antara epitel dan mesenkim menghasilkan pembentukan struktur-struktur ini. Selubung akar epitel Hertwig (HERS) terbentuk dari hilangnya retikulum bintang di organ email dan fusi epitel email bagian dalam dan luar untuk membentuk lengkung serviks. HERS kemudian merangsang mesenkim papila gigi di sekitarnya untuk berdiferensiasi menjadi odontoblas yang mensekresi dentin akar. Subdivisi atau ketiadaan subdivisi pada HERS menentukan jumlah akar gigi.

Terapi pulpa pada gigi taurodontik menghadapi tantangan tersendiri. Variasi ukuran ruang pulpa dalam gigi taurodontik dapat mempengaruhi tingkat obliterasi dan sering kali disertai dengan batu pulpa. Konfigurasi saluran akar juga bisa bervariasi tergantung pada posisi lubang saluran akar di apikal. Jaringan pulpa yang lebih besar dari normal dapat menyebabkan perdarahan berlebihan selama perawatan dan pengangkatan jaringan pulpa nekrotik mungkin sulit dilakukan. Dengan akar yang pendek dan dasar pulpa yang terletak di bagian apikal, perawatan memerlukan kehati-hatian ekstra untuk menghindari perforasi rongga pulpa dan saluran akar. Ekstraksi gigi taurodont juga dapat rumit karena lebar akar di sepertiga apikal.

Taurodontisme telah dikenal sebagai ciri utama dari beberapa sindrom, dan laporan terbaru menunjukkan adanya kelainan ini pada berbagai sindrom genetik. Penelitian ini mengungkapkan keberadaan taurodontisme pada pasien dengan OI XI, penyakit Pyle, dan sindrom Torg-Winchester di Afrika Selatan. Pengenalan taurodontisme dalam berbagai kelainan genetik meningkatkan kesadaran akan pentingnya karakteristik ini saat menangani pasien dalam konteks gigi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi kejadian taurodontisme secara global, mengidentifikasi etiologi, dan memahami jalur molekuler yang mendasari kelainan ini serta hubungannya dengan sindrom genetik.

Memahami kontribusi genetik terhadap kondisi mulut dan kraniofasial dapat membantu praktisi dalam mengidentifikasi faktor risiko pada pasien. Mengetahui genetika di balik sindrom dapat meningkatkan penerapan strategi perawatan klinis, yang pada gilirannya dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk pasien. Intervensi dapat disesuaikan secara lebih spesifik, dan perawatan dapat dilakukan dengan lebih efektif dalam hal waktu dan durasi.

 

Referensi l :

Jafarzadeh H, Azarpazhooh A, Mayhall JT. Taurodontisme: Tinjauan terhadap kondisi dan tantangan perawatan endodontik. Int Endod J. 2008; 41 :375–88. [ PubMed ] [ Google Cendekia

Witkop CJ. Aspek klinis anomali gigi. Int Dent J. 1976; 26 :378–90. [ PubMed ] [ Google Cendekia

Witkop CJ., Jr Manifestasi penyakit genetik pada pulpa manusia. Bedah Mulut Oral Med Oral Pathol. 1971; 32 :278–316. [ PubMed ] [ Google Cendekia

Pillai KG, Scipio JE, Nayar K, Louis N. Prevalensi taurodontisme pada gigi premolar pada pasien di institusi perawatan tersier di Trinidad. Med India Barat J. 2007; 56 :368–71. [ PubMed ] [ Google Cendekia

Sumber gambar :

Freepik (Flat dental care concept illustration) https://www.freepik.com/free-vector/flat-dental-care-concept-illustration_15050823.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=a807f6cc-51a8-49f1-b9c1-edf7c58e18b3