Fenomena bullying saat ini menjadi isu yang semakin umum dan memerlukan perhatian serius, terutama dalam sektor pendidikan, di mana sekolah sering kali menjadi lokasi terjadinya perilaku ini. Ketika membahas kekerasan di lingkungan sekolah, kita cenderung fokus pada tawuran antar pelajar atau pemukulan antara guru dan siswa. Namun, ada bentuk kekerasan lain yang sering kali lebih berbahaya, yaitu bullying, yang berdampak serius pada kesehatan mental siswa. Bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, depresi, dan isolasi, bahkan memicu stres yang berat. Ini merupakan masalah psikososial yang melibatkan penghinaan dan penurunan martabat secara berulang, di mana pelaku memiliki kekuatan lebih dibandingkan korban. Dengan perkembangan teknologi, bullying kini tidak hanya terjadi secara langsung, tetapi juga di media sosial. Beberapa praktisi pendidikan dapat membantu mengurangi dampak bullying dan menurunkan angka kejadian ini melalui program intervensi yang melibatkan orang tua, teman sebaya, pendidik, konselor sekolah, administrator, dan seluruh anggota komunitas sekolah. Bullying telah menjadi fenomena yang umum di kalangan remaja di Indonesia, sering kali dianggap remeh dan dihubungkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh orang dewasa. Sejak kecil, generasi muda sudah diajarkan untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga saat mencapai usia remaja, mereka telah memiliki banyak pengalaman. Dalam kasus kekerasan, ada 2 (dua) pihak yang perlu diperhatikan : pihak yang menjadi korban dan pihak yang melakukan penyerangan. Pelaku kekerasan tidak memilih, bisa berupa perempuan atau laki-laki, muda atau tua. Di sisi lain, mereka yang menjadi korban sering kali kurang memiliki kekuatan dan merasa tidak mampu membela diri. Bullying sering kali dipicu oleh faktor internal, yang berasal dari dalam diri individu, seperti jenis kelamin, kepribadian, sikap apatis, dan perilaku mengganggu. Perilaku ini biasanya muncul dalam lingkungan yang kurang mendukung. Sekolah berfungsi sebagai tempat bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan intelektual, psikomotorik, serta aspek perilaku dan emosional. Di sekolah, anak-anak juga berinteraksi dengan lingkungan dan teman sebaya mereka. Setiap individu memiliki tipe kepribadian yang berbeda, dan orang dengan kepribadian yang menarik diri cenderung lebih rentan menjadi korban bullying dibandingkan dengan mereka yang memiliki kepribadian yang lebih spiritual. Faktor eksternal merujuk pada aspek-aspek yang berasal dari luar individu, seperti lingkungan sekolah dan masyarakat. Lingkungan sosial yang negatif, seperti kemiskinan atau status sosial ekonomi yang rendah, dapat memicu perilaku kekerasan. Kondisi lingkungan semacam ini dapat memengaruhi tindakan manusia. Selain lingkungan, ada faktor lain yang menyebabkan perundungan, yaitu media. Dengan kemajuan teknologi, akses informasi menjadi semakin mudah dan cepat. Di media sosial, banyak konten yang tidak sesuai dengan perkembangan anak, yang bisa membuat seseorang terjerumus ke dalam perilaku agresif. Media sosial juga mempermudah individu untuk terlibat dalam tindakan intimidasi, seperti rasa malu atau rendah diri. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memberikan perhatian lebih kepada anak-anak mereka.
Dampak Perilaku Bullying Terhadap Kesehatan Mental
1. Dampak bullying terhadap kesehatan mental adalah masalah serius yang dapat memengaruhi korban di berbagai aspek kehidupan. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman sebagai korban bullying dapat memiliki konsekuensi negatif yang signifikan, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu dampak utama dari bullying adalah munculnya gangguan psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur.
2. Depresi sering dialami oleh korban bullying, yang mungkin merasa sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang mereka sukai, dan merasa putus asa. Ini dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan dan berpotensi memicu pikiran atau perilaku merugikan diri sendiri.
3. Dapat disimpulkan bahwa gangguan kesehatan mental dan kecemasan adalah dampak umum dari bullying. Korban sering merasa cemas, takut, dan waspada dalam berbagai situasi, terutama di sekolah. Hal ini dapat mengganggu konsentrasi mereka dalam belajar dan berinteraksi dengan orang lain, serta meningkatkan risiko masalah kecemasan yang lebih serius di masa depan.
4. Gangguan tidur juga merupakan dampak lain yang sering dialami oleh korban bullying. Mereka mungkin kesulitan tidur, terbangun secara teratur di malam hari, atau mengalami mimpi buruk berulang. Gangguan tidur ini dapat menyebabkan kelelahan, penurunan konsentrasi, dan berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan mental secara keseluruhan.
Referensi :
Charisma Dian Uswatun Hasanah dan Tri Kurniati Ambarini. 2018. Hubungan Faktor Trauma Masa Lalu dengan Status Mental Berisiko Gangguan Psikosis pada Remaja Akhir di DKI Jakarta. Insan Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 3 (2).
Darmayanti, dkk. 2019. Bullying di Sekolah : Dampak dan Cara Mananggulangi. Jurnal Pendidikan.
Denny Dwi Saputra, Awafitul Azza, and Y. S. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Remaja di Lembaga Pemasyarakatan.
Ela Zain Zakiyah, Sahadi Humaedi, And M. B. S. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying. Prosiding Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.