Senin, 07 Oktober 2024 15:26 WIB

Risiko Swamedikasi dan Peran Apoteker

Responsive image
192
apt.Mediana Ratna,S.Farm & apt.Yustika N,S.Si,MPH - RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Swamedikasi atau self-medication adalah upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa resep dari dokter. Sehingga masyarakat mendapatkan informasi obat dengan bertanya kepada Apoteker. Jika dikutip dari laman BPS (Badan Pusat Statistik) di tahun 2023 presentasi masyarakat melakukan pengobatan sendiri di Indonesia sebesar 79.74%.  Pada tahun 2022 penjualan obat bebas terbatas secara global diperkirakan mencapai US$2,11 miliar dan 12.57?ri total pengeluaran kesehatan per kapita adalah pembelian obat, serta 45.22?ri persen pembelian obat adalah obat yang dibeli tanpa resep dokter. Hal ini menunjukkan tingginya kuantitas masyarakat yang melakukan swamedikasi.

Obat swamedikasi yang diperbolehkan yaitu obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker kepada pasien tanpa memerlukan resep dokter, terbatas pada obat OTC (Over The Counter) atau obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter, obat tradisional dan Obat Wajib Apotek/OWA. Jika mengutip Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan sebanyak 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi dengan presentase 27,8% diantaranya merupakan obat keras dan 86,1% antibiotik yang didapatkan tanpa resep dokter. Adanya permasalahan ini akan menimbulkan permasalahan baru seperti resistensi antibiotik, dosis yang berlebih, kejadian efek samping hingga penyalahgunaan obat. Hal ini disebabkan persepsi dan pemahaman yang kurang dari masyarakat dan kurangnya informasi dari tenaga kesehatan.

Antibiotik tidak termasuk obat swamedikasi, melainkan perlu resep Dokter. Antibiotik adalah obat untuk melawan infeksi akibat bakteri. Pengunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian seperti resistensi antibiotik (bakteri akan kebal pada antibiotik). Dikutip dari laman Kemenkes RI, 1.27 juta orang meninggal karena infeksi yang resisten terhadap obat. Selain antibiotik tanpa resep, penggunaan antibiotik yang tidak sesuai anjuran juga menimbulkan risiko yaitu penularan bakteri yang resisten jika tidak ada pencegahan infeksi yang dilakukan. Bakteri MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) menyebabkan infeksi nosokomial dan sering ditemui pada pasien masuk rawat inap di rumah sakit. Bakteri ini, kebal pada banyak jenis antibiotik seperti amoksisilin dan penisilin. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus awalnya dapat sembuh sendiri atau self-limiting disease. Namun karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional menyebabkan bakteri berkembang menjadi multi-resisten terhadap antibiotik umum sehingga perlu antibiotik dengan potensi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, sebagai masyarakat awam kita perlu bijak dan tidak mengganggap semua penyakit perlu diobati dengan antibiotik.

Risiko seperti dosis berlebih dapat terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat saat swamedikasi. Sebanyak 436 pasien sakit gigi datang ke IGD dan sebanyak 98% mengalami overdosis paracetamol untuk meringankan sakit gigi. Overdosis paracetamol ini menimbulkan masalah kesehatan, yang meningkatkan risiko dan menimbulkan kerusakan hati akut hingga gagal hati. Paracetamol mudah didapatkan, namun seringkali masyarakat tidak memahami aturan minum obat dan dosis yang semestinya sehingga menimbulkan kerugian yang lebih besar. Obat bagai pisau bermata dua, jika digunakan dengan tepat maka akan bermanfaat, namun sebaliknya jika digunakan tidak tepat akan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui dosis yang sesuai yang dapat kita ketahui dengan bertanya kepada Dokter dan Apoteker.

Selain obat memiliki manfaat, maka setiap obat juga memiliki efek samping. Kita sering mengetahui manfaat obat tapi tidak dengan efek sampingnya. Obat NSAID (Natrium diklofenak, Asam Mefenamat, dst) memiliki efek samping pada pencernaan. Oleh karena itu, Apoteker akan menganjurkan konsumsi obat sesudah makan. Contoh lain efek samping obat yang banyak terjadi adalah pada obat Omeprazole dan Lansoprazole (golongan PPI/Prompa Proton Inhibior), bekerja menurunkan asam lambung untuk terapi GERD dan dispepsia. Penggunaan jangka panjang PPI memiliki risiko terjadi karsinogen yang menyebabkan kanker lambung akibat peningkatan hormon gastrin di atas normal, yang mempengaruhi kadar asam lambung dan memicu pertumbuhan sel berlebih, khususnya sel enterochromaffin. Sehingga penting masyarakat mengetahui efek samping obat yang akan dikonsumsi serta diharapkan masyarakat lebih bijak dalam penggunaan obat. Sumber informasi yang relevan terkait efek samping obat dapat kita peroleh dari Apoteker atau Dokter. Apoteker memiliki kewajiban untuk menginformasikan efek samping yang potensial terjadi sehingga menurunkan kecemasan pada pasien ketika efek samping tersebut muncul.

Pembelian obat-obat OTC juga sering disalahgunakan. Seperti pada kasus yang terjadi di Belitung. Dikutip dari laman Republika.co.id, BPOM dan Polda Belitung berhasil menyita ribuan obat batuk Samcodin hingga lebih dari 1.971 tablet. Samcodin ini merupakan obat flu dan batuk yang salah satunya mengandung Dextromethorphan dan apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak menyebabkan efek halusinasi, mabuk dan euphoria berlebih hingga menyebabkan kerusakan saraf. Disinilah, Apoteker berperan penting untuk mengendalikan pembelian obat yang tidak wajar, terutama yang mengandung zat aktif yang potensial disalahgunakan.

Apoteker memiliki tugas kritis dan penting dalam sistem kesehatan. Pemberian konseling dan edukasi dari Apoteker khususnya terhadap obat tanpa resep Dokter akan sangat membantu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Apoteker dapat mengidentifikasi keluhan pasien, dan memberikan saran yang sesuai mengenai pengobatan termasuk merekomendasikan pasien untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dokter. Hal ini tentunya akan meminimalisir masalah pengobatan swamedikasi dan mencegah pengobatan yang tidak sesuai. Apoteker dapat memberikan informasi fungsi obat, dosis, durasi dan kemungkinan efek samping yang terjadi dan interaksi antar obat-obatan. Jika upaya ini berhasil, maka masyarakat akan mendapatkan terapi yang tepat, terhindar dari keparahan penyakit, tidak menimbulkan masalah kesehatan baru, dan secara ekonomi masyarakat tidak mengeluarkan pembiayaan yang tidak perlu. Kesadaran masyarakat tentang obat tentu akan membawa perubahan yang lebih baik. Apoteker senantiasa hadir untuk mengisi dan memberikan pelayanan pengobatan yang tepat. Sesuai slogan apoteker, “Tanya Obat, Tanya Apoteker”.

 

Referensi:

<!--[if !supportLists]-->Badan Pusat Statistik. 2024. https://www.bps.go.id/id/statistics table/2/MTk3NCMy/persentase-penduduk-yang-mengobati-sendiri-selama-sebulan-terakhir--persen-.html. Persentase Penduduk yang Mengobati Sendiri Selama Sebulan Terakhir (Persen), 2021-2023. Di akses tanggal 9 Agustus 2024.

<!--[if !supportLists]-->Bertsche, Thilo et al. 2023. Self-care and self-medication as central components of healthcare in Germany – on the way to evidence-based pharmacy. Elsevier Volume 9 March 203.

<!--[if !supportLists]-->Lee JK et al.  2020. Proton pump inhibitor use and risk of gastric, colorectal, liver, and pancreatic cancers in a community-based population. Am J Gastroenterol.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Rokom.2022.https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220824/0340990/wamenkes-dante-ajak-atasi-masalah-resistensi-antibiotik-akibat-mikroba/. Wamenkes Dante Ajak Atasi Masalah Resistensi Antibiotik Akibat Mikroba. . Di akses tanggal 9 Agustus 2024.

<!--[if !supportLists]-->Rokom.2015.https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20151127/2813774/pemahaman-masyarakat-akan-penggunaan-obat-masih-rendah/. Pemahaman Masyarakat Akan Penggunaan Obat Masih Rendah. Di akses tanggal 9 Agustus 2024.

<!--[if !supportLists]-->Rostanti, G. 2023. https://news.republika.co.id/berita/rofjn4425/polisi-sita-ribuan-obat-batuk-merek-ini-diduga-bisa-sebabkan-efek-halusinasi. Polisi Sita Ribuan Obat Batuk Merek Ini, Diduga Bisa disebabkan Efek Halusinasi. Di akses tanggal 9 Agustus 2024.

<!--[if !supportLists]-->Sachdev C et al. 2022. Self-Medication With Antibiotics: An Element Increasing Resistance. Cureus.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Sarnita Sadya. 2022. https://dataindonesia.id/kesehatan/detail/penjualan-obat-bebas-terbatas-indonesia-tetap-tinggi-pada-2022. Penjualan Obat Bebas Terbatas Indonesia Tetap Tinggi pada 2022. Di akses tanggal 9 Agustus 2024.

<!--[if !supportLists]-->Sullivan L et al. 2018. Dental pain management – a cause of significant morbidity due to paracetamol overdose. Br Dent J.

Sumber gambar: https://www.freepik.com/free-photo/medicine-bottles-pills_945373.htm#fromView=author&page=2&position=35&uuid=336fbdc5-4ec8-4534-a00b-7c19bbfb2d6c