Ruang CathLab merupakan ruang untuk tindakan keteterisasi jantung. Tindakan medis keteterisasi jantung (cardiac catheterization) merupakan salah satu tindakan diagnostik dan terapi kelainan/ gangguan jantung. Salah satu penyebab gangguan jantung adalah terjadinya penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah ke jantung atau disebut arteri coroner. Peralatan utama yang digunakan pada ruang kateterisasi jantung adalah Fluoroskopi C-Arm yang merupakan bagian dari radiologi intervensi / kardiologi intervensi. Alat ini berfungsi sebagai pemandu bagi dokter agar keteter dapat ditempatkan pada posisi yang tepat pada kelainan di pembuluh darah jantung. Teknologi Fluoroskopi C-Arm bekerja dengan menggunakan sinar-X yang melalui tubuh pasien. Teknologi ini menampilkan citra obyek dari berbagai sisi dan posisi secara kontinyu. Fluoroskopi C-Arm juga merupakan motode yang akurat dalam melakukan radiografi pembuluh darah (angiography coronary).
Penggunaan sinar-X pada teknologi Fluoroskopi C-Arm memiliki manfaat yang besar di bidang kesehatan. Namun di sisi lain C-Arm juga memiliki risiko tersendiri jika dosis radiasi yang diterima oleh pasien maupun petugas / pekerja Radiasi. Bagi pasien, tidak ada nilai batas dosis yang tetapkan, namun pada dasarnya dosis radiasi pada pasien harus seminimal mungkin dan dipastikan bahwa manfaat dari tindakan kateterisasi jantung ini lebih besar dari pada risiko radiasi yang mungkin terjadi pada pasien.
Bagi pekerja radiasi (dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, perawat cathlab dan radiografer cathlab) yang setiap hari bekerja dan terpapar radiasi, dosis yang diterima petugas harus selalu dipantau, dikendalikan dan dibatasi, tidak boleh melebihi Nilai Batas Dosis yang diizinkan. Risiko yang timbul apabila melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) radiasi, diantaranya dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker atau kelainan genetik pada generasi selanjutnya di kemudian hari. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah mengeluarkan peraturan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir yang menyatakan bahwa Nilai Batas Dosis untuk pekerja radiasi sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun.
Perkembangan ilmu dan teknologi dalam radiologi diagnostik dan intervensional pada saat ini menuntut adanya jaminan keselamatan pekerja, pasien, dan masyarakat dari radiasi berlebih, maka ditetapkan Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Keselamatan Radiasi pada Penggunaan Pesawat Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Berdasarkan peraturan tersebut setiap pemegang izin / instansi yang menggunakan pesawat sinar-X dalam bidang radiologi diagnostik dan intenvensional wajib menerapkan proteksi radiasi sebagai usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan radiasi, salah satunya dengan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) radiasi bagi petugas / pekerja radiasi.
Mengingat potensi bahaya radiasi yang besar dalam pemanfaatan sinar-X pada Fluoroskopi C-Arm di ruang cathlab, proteksi radiasi diperlukan untuk semua petugas radiasi yang bekerja di ruang tersebut. Semua pekerja radiasi memerlukan pemantauan yang tepat serta penggunaan alat pelindung diri untuk meningkatkan keselamatan tanpa mengganggu prosedur pemeriksaan dan keselamatan pasien 1). Upaya menjamin keselamatan radiasi bagi petugas adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Radiasi. APD Radiasi yang digunakan di dalam ruang cathlab adalah sebagai berikut : lead apron, leaded glasses, thyroid shield, personal dosimeter, dan perisai radiasi yang digantung di langit-langit serta perisai radiasi yang menempel di meja pemeriksaan.2
1. Lead Apron radiasi dua sisi dengan ketebalan setara dengan 0.35 mm sampai dengan 0.5 mm Pb.
2. Leaded Glasses (pelindung mata) dengan ketebalan yang setara dengan 0.35 mm sampai dengan 0.5 mm Pb.
3. Thyroid Shield (pelindung KELENJAR TIROID) dengan ketebalan yang setara dengan 0.35 mm sampai dengan 0.5 mm Pb.
4. Perisai Radiasi
5. Personal Dosimeter
Semua APD di atas harus selalu dipakai oleh petugas CathLab selama melakukan tindakan kateterisasi jantung berlangsung. Hal tersebut untuk menjamin keselamatan terhadap risiko bahaya radiasi sebagai mana telah dijelaskan di atas. Harapan kami sebagai penulis teman sejawat tenaga kesehatan yang bekerja di Ruang Cathlab dapat tetap menjalankan tugas dan kewajibannya dengan rasa aman dan nyaman dari bahaya radiasi.
Masih panjang waktu kita untuk bertugas menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat, untuk itu marilah kita bekerja sesuai perosedur klinis, teknis dan proteksi radiasi secara sungguh-sungguh.
Salam Sehat… Sehat Indonesia… Bersyukur…
Referensi :
1. MILLER, D. L., VANO, E.. 2010. Occupational Radiation Protection in Interventional Radiology : A Joint Guideline of the Cardiovascular and Interventional Radiology Society of Europe and the Society of Interventional Radiology.
2. International Commission on Radiological Protection. 2013. ICRP Publication 120, Radiological Protection in Cardiology, ICRP, Sweden.
3. BAPETEN. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4, Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Jakarta.
4. BAPETEN. 2020. Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Republik Indonesia No. 4, Keselamatan Radiasi Pada Penggunaan Pesawat Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Jakarta.