Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas 2018), bahwa kasus penyakit tidak menular (PTM) menunjukkan angka peningkatan yang cukup mengkhawatirkan, dimana prevalensi penyakit akibat gaya hidup perlu mandapatkan perhatian, hipertensi usia 18 tahun keatas sebanyak 34,1%, penyakit jantung pada penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 18,4%, stroke 10,9 permil, diabetes militus/DM 1,5%, rupanya hal ini sejalan dengan perilaku tidak sehat di masyarakat sebagai faktor risiko terjadinya penyakit tersebut. Data yang ditunjukkan bahwa pola hidup masyarakat seperti kurang makan buah dan sayur 95,5%, prevalensi perokok penduduk usia 10 tahun keatas 29,3%, konsumsi alkohol 0,8%, kurang aktifitas fisik 35,5% usia 18 tahun keatas yang mengalami kegemukan perempuan sebanyak 29% laki- laki 14%.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah ini melalui kampanye nasional seperti GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang bertujuan mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat dengan metode CERDIK (Cek Kesehatan, Enyahkan Asap Rokok, Rajin Aktivitas Fisik, Diet Seimbang, Istirahat Cukup, Kelola Stres). Namun, kampanye ini membutuhkan pendekatan yang lebih inovatif dan cepat untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, budaya, dan ekonomi yang semakin kompleks.
Teknologi informasi dan media sosial telah menjadi alat yang kuat dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat. Namun, biaya yang tinggi dalam menggunakan media ini sebagai sarana kampanye sering menjadi tantangan. Di negara-negara maju, kontrak pemasaran sosial dalam kampanye edukasi kesehatan sering diserahkan kepada pihak ketiga yang memiliki keahlian khusus dalam menjalankan kampanye dengan target yang jelas dan terukur. Di Indonesia, konsep ini baru mulai diterapkan, meskipun masih dalam bentuk kontrak pengadaan jasa, bukan kontrak berbasis hasil (output-based contracts) seperti yang diterapkan di luar negeri. Pentingnya integrasi bisnis dalam edukasi kesehatan untuk menciptakan kompetisi yang sehat dan mendorong perubahan perilaku secara lebih efektif. Dalam hal ini, pemerintah berperan sebagai pembuat regulasi, standar, dan pedoman, sementara pelaksanaan lapangan lebih banyak dipegang oleh pihak ketiga yang profesional. Komitmen dan kreativitas dibutuhkan dalam mendesain program edukasi kesehatan agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.
Kesimpulannya, untuk mencapai perubahan perilaku yang efektif, semua pihak harus berperan aktif dan inovatif dalam mengembangkan strategi edukasi kesehatan. Pemerintah perlu menyediakan regulasi yang mendukung, sementara pelaku industri kesehatan harus mampu merespons perubahan dengan cepat dan efisien. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi, budaya, dan perilaku masyarakat.
Referensi:
Direktorat Promosi Kesehatan & Pemberdayaan Masyarakat. Kemenkes RI, Indonesia Helath Promoting Hospital Network., Peran Promosi Kesehatan RS dalam Intervensi Penyakit Prioritas Nasional. Jakarta 2022.
Priyanto, M, Agus, Perkembangan Teknologi Edukasi Kesehatan dan Bisnis Edukasi Kesehatan, Mensana Yogyakarta 2018.