Rabu, 07 Agustus 2024 15:12 WIB

Tinitus Pada Lansia

Responsive image
46
Promosi Kesehatan, Tim Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Tinnitus adalah gangguan pendengaran yang ditandai dengan sensasi suara tanpa adanya sumber eksternal. Suara yang dirasakan pada tinnitus berasal dari dalam telinga penderita. Kondisi ini bisa terjadi pada satu telinga (unilateral) atau kedua telinga (bilateral). Tinnitus adalah masalah umum yang berkaitan dengan pendengaran dan dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-hari. Masalah ini cukup sering terjadi, mempengaruhi sekitar 10-30% populasi, dengan sekitar 3-4% orang yang mengunjungi dokter setidaknya sekali dalam hidup mereka. Penyebab tinnitus sangat bervariasi, termasuk patologi kardiovaskular, gangguan telinga, cedera kepala, sengatan listrik, barotrauma telinga, dan efek samping dari berbagai obat. Tinnitus juga dapat diklasifikasikan menjadi tinnitus subjektif (sensorineural) dan tinnitus objektif (somatik). Selain itu, tinnitus dapat berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas, terutama pada lansia. Tinnitus adalah jenis gangguan pendengaran yang ditandai dengan sensasi mendengar suara tanpa adanya sumber suara eksternal, baik berupa sinyal mekanik-akustik maupun listrik. Gejala ini bisa berupa suara berdenging, berderu, berdesis, atau berbagai jenis suara lainnya. Jenis suara yang dirasakan biasanya sangat bervariasi. Penyebab tinnitus hingga kini belum dapat dipastikan dengan jelas. Penanganan tinnitus biasanya dilakukan berdasarkan pengalaman empiris.

Diagnosis Tinitu

Tinnitus adalah gejala klinis dari penyakit telinga yang memerlukan diagnosis tepat untuk menemukan penyebabnya, yang seringkali sulit diidentifikasi. Untuk mendiagnosis tinnitus dengan benar, anamnesis menjadi hal yang sangat penting. Informasi yang perlu dikumpulkan mencakup kualitas dan kuantitas tinnitus, lokasi, serta sifat bunyinya, seperti mendenging, mendesis, menderu, berdetak, gemuruh, atau mirip riak air, serta durasinya. Selain itu, perlu ditanyakan apakah tinnitus tersebut mengganggu atau memburuk pada waktu tertentu, seperti siang atau malam hari, dan jika ada gejala lain yang menyertainya, seperti vertigo, gangguan pendengaran, atau gejala neurologis lainnya. Riwayat apakah tinnitus terjadi pada satu sisi (unilateral) atau kedua sisi (bilateral) juga penting, serta seberapa besar dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari. Selama anamnesis, perhatian juga harus diberikan pada lamanya tinnitus. Jika serangan berlangsung kurang dari 1 menit, biasanya itu bukan kondisi patologis dan bisa hilang dengan sendirinya. Namun, jika berlangsung selama 5 menit atau lebih, itu bisa menunjukkan kondisi patologis. Selain itu, penting untuk menanyakan riwayat konsumsi obat, terutama aspirin, serta faktor usia dan jenis kelamin, karena tinnitus dapat terjadi pada semua umur, tetapi penyebabnya seringkali terkait dengan faktor-faktor tersebut. Tinnitus yang disebabkan oleh kelainan vaskuler seringkali terjadi pada wanita muda, sementara myoclonus palatal lebih umum pada usia muda dan sering terkait dengan kelainan neurologis. Pasien juga perlu diinformasikan tentang riwayat cedera kepala, paparan bising, trauma akustik, penggunaan obat ototoksik, infeksi telinga, dan operasi telinga sebelumnya. Gejala dan tanda gangguan audiovestibuler, seperti kehilangan pendengaran, vertigo, dan gangguan keseimbangan, juga harus ditanyakan. Pasien diharapkan dapat mendeskripsikan lokasi suara tinnitus (apakah unilateral, bilateral, atau tidak dapat ditentukan), frekuensi kemunculan tinnitus (apakah intermiten atau terus-menerus), serta kualitas suaranya (misalnya nada murni, bising, suara berganda, bunyi klik, atau meletup-letup). Tinnitus dapat dikategorikan berdasarkan berbagai karakteristiknya, seperti jenis suara yang dirasakan—apakah berupa angin atau desiran, berdenyut atau berpulsasi, serta intensitas suara yang bisa dirasakan subjektif (seperti keras atau lembut). Suara tinnitus dapat bersifat tetap, berkurang, atau bahkan meningkat tergantung pada siklus harian atau berkaitan dengan gejala penyakit pada telinga dan kondisi sistemik lainnya. Tinnitus subjektif unilateral mungkin menunjukkan adanya neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan tinnitus bilateral lebih sering dikaitkan dengan intoksikasi obat, presbiakusis, trauma akibat kebisingan, dan penyakit sistemik. Jika penderita kesulitan membedakan tinnitus sebelah kanan atau kiri dan hanya merasakannya di tengah kepala, kemungkinan besar ada gangguan patologis di saraf pusat, seperti pada kondisi serebrovaskuler, siringomelia, atau multiple sclerosis. Gangguan patologis pada bagian basal koklea, saraf pendengar perifer, dan sentral umumnya menghasilkan tinnitus dengan nada tinggi (mendenging), sementara tinnitus dengan nada rendah, seperti gemuruh ombak, sering kali terkait dengan penyakit pada koklea (seperti hidropendolimfatikus). Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi perlu dilakukan secara rutin. Pemeriksaan tambahan seperti audiometri nada murni, OAE (Otoacoustic Emission), BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry), dan ENG (Electro Nystagmography), serta tes laboratorium, mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut.

Secara umum, pengobatan untuk gejala tinnitus dapat dibagi menjadi empat pendekatan utama:

1. Pendekatan Psikologis : Ini melibatkan memberikan konsultasi psikologis untuk meyakinkan pasien bahwa tinnitus tidak berbahaya, serta mengajarkan teknik relaksasi untuk dilakukan setiap hari.

2. Pendekatan Elektrofisiologis : Ini mencakup pemberian stimulus elektroakustik dengan intensitas suara yang lebih tinggi daripada tinnitus itu sendiri, biasanya menggunakan alat bantu dengar atau masker tinnitus.

3. Terapi Medikasi : Fokus pada meningkatkan aliran darah ke koklea, serta penggunaan obat-obatan seperti tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik, serta vitamin dan mineral.

4. Tindakan Bedah : Dapat dilakukan jika terdapat tumor akustik neuroma.

Penting untuk memberikan penjelasan yang jelas kepada pasien mengenai kondisi ini agar rasa takut tidak memperburuk keluhan mereka. Untuk pasien yang mengalami gangguan tidur akibat tinnitus, obat penenang atau tidur bisa dipertimbangkan menjelang tidur. Selain itu, beritahu pasien bahwa gangguan ini sulit diobati dan mereka disarankan untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut.

 

Referensi :

Han BI, Lee HW, Kim TY, Lim JS, Shin KS. Tinnitus: Characteristics, causes, mechanisms, and treatments. J Clin Neurol. 2009;5(1):11–9.

Zhang W, Ruan J, Zhang R, Zhang M, Hu X, Yu Z, et al. Age-Related Hearing Loss With Tinnitus and Physical Frailty Influence the Overall and Domain-Specific Quality of Life of Chinese Community-Dwelling Older Adults. Front Med. 2021;8(October).

Madoff RD, Goldberg SM. Characterization of Tinnitus in the Elderly and its Possible Related Disorders. Color Physiol Fecal Incontinence. 2019;75(October 2007):85–92.

Osuji AE. Tinnitus, Use and Evaluation of Sound Therapy, Current Evidence and Area of Future Tinnitus Research. Int Tinnitus J. 2021;25(1):71–5.