Mungkin berbicara mengenai literasi mental, gangguan mental adalah hal yang tabu, sensitif, dan jauh dari pemikiran kita ya? Namun ternyata tidak, banyak makna penting yang bisa kita dapati setelah kita mempelajarinya termasuk pengambilan langkah yang tepat bila kita terdapat pada suatu posisi semisal stres atau pada kondisi mental tertentu dan bagaimana kita menindaklanjutinya.
Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, yang menjadi bagian esensial dan integral dalam kesehatan dan kesejahteraan individu secara utuh. WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia menjelaskan kesehatan sebagai keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial, bukan hanya ketidakhadiran suatu penyakit ataupun kelemahan, dan kesehatan mental diartikan sebagai kondisi dari kesejahteraan yang disadari oleh individu di mana individu dapat menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi stress dalam kehidupannya secara wajar, dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan,serta dapat memberikan kontribusi kepada komunitasnya (WHO, 2014). Ketika individu berada di luar definisi tersebut maka dimungkinkan individu tersebut dapat mengalami sebuah kelainan atau masalah.
Masalah kesehatan mental saat ini mengalami peningkatan dan menjadi tantangan kesehatan global yang memiliki dampak signifikan karena prevalensi yang tinggi dan penderitaan yang berat yang ditanggung oleh individu, keluarga, komunitas, dan negara. Berdasarkan data WHO (2017) prevalensi gangguan jiwa di dunia saat ini diperkirakan mencapai 450 ribu jiwa termasuk skizofrenia. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes 2017, gangguan jiwa menyumbang angka kesakitan terbesar pada penghitungan beban penyakit di Indonesia (Pusdatin, 2018). Berdasar Riskesdas 2018, kasus gangguan jiwa di Indonesia tercatat meningkat dengan prevalensi rumah tangga yang memiliki ODGJ di Indonesia menjadi 7 permil rumah tangga, yang artinya per 1000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga dengan ODGJ dan diproyeksikan terdapat sekitar 450 ribu ODGJ berat, dan berdasar data penderita gangguan jiwa berat diobati dan tidak ditelantarkan sebesar 38,14 ?ngan temuan kasus pasung seumur hidup di tahun 2018 sebesar 14?n dalam 3 bulan terakhir (2018) sebesar 31,5?ngan penilaian berdasar prevalensi (permil) rumah tangga dengan ART Gangguan Jiwa Skizofrenia/Psikosis yang pernah dipasung menurut tempat tinggal.
Kondisi akan hal ini dapat diperparah dengan adanya stigma. Stigma pada masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat, pendekatan-pendekatan, tindakan separasi dan diskriminasi, penggunaan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pengobatan hingga pasung.
Pemahaman masyarakat yang kurang akan mempengaruhi penggunaan akses pengobatan dan pelayanan kesehatan mental yang optimal serta pengenalan masalah gangguan jiwa secara dini. Sedangkan gangguan kejiwaan dapat ditimbulkan ketika seseorang tidak mampu mengatasi suatu masalah atau beradaptasi pada suatu perubahan kondisi atau suatu stressor psikososial, Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stressor (tekanan mental) yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasinya hingga menimbulkan gangguan jiwa (Pusdatin,2018).
Pemahaman masyarakat akan kesehatan mental dapat ditingkatkan dengan adanya literasi kesehatan mental. Literasi kesehatan mental dapat meningkatkan awareness dan upaya preventif dini masalah kesehatan jiwa.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental merupakan faktor penentu kesehatan jiwa yang signifikan dan memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan individu dan populasi, bukti menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan tentang kesehatan mental dan gangguan mental, kesadaran yang lebih baik tentang bagaimana mencari bantuan dan pengobatan, dan mengurangi stigma terhadap penyakit mental di tingkat individu, komunitas dan institusi dapat mempromosikan identifikasi dini gangguan mental, meningkatkan outcome kesehatan mental dan meningkatkan penggunaan layanan kesehatan (Wei, 2015). Semakin tinggi pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa maka sikap positif masyarakat juga semakin tinggi (Sulistyorini, 2013).
Literasi kesehatan mental didefinisikan sebagai pengetahuan dan keyakinan mengenai gangguan-gangguan mental yang membantu rekognisi, manajemen, dan prevensi (Johrm, 2003). Pengetahuan akan pentingnya kesehatan mental akan berdampak pada peningkatan pengetahuan umum diantaranya:
Semakin masyarakat mengetahui akan literasi kesehatan mental maka mereka akan memahami cara memperoleh dan menjaga kesehatan mental yang baik. Dimana hal ini juga dapat membantu dalam pergeseran stigma dan mencegah terjadinya masalah kesehatan psikologis yang berat. masyarakat bisa lebih mengetahui akan cara pengobatan, cara mengenali gejala/ stressor yang mungkin dihadapi dan mengakses pelayanan psikologis sesuai dengan kebutuhannya. Aspek penting lainnya adalah sikap terhadap masalah kesehatan mental. Pandangan yang positif terhadap topik ini akan membuat orang lebih bisa menerima kondisinya dan melakukan tindakan yang tepat.
Referensi:
Central For Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada. (2020, September 29). Literasi Kesehatan Mental di Masyarakat, apa Urgensinya?. https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/09/29/literasi-kesehatan-mental-di-masyarakat-apa-urgensinya/ diakses pada 7 Juli 2022.
Handayani, T., Ayubi, D., & Anshari, D. (2020). Literasi Kesehatan Mental Orang Dewasa dan Penggunaan Pelayanan Kesehatan Mental. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior, 2(1), 9-17.
Nobre,J., Calha, A, dkk. (2022, Juli 3). Mental Health Litercay and Positive Mental Health in Adolescent: A Corelational Study. International Journal of Environtment Research and Public Health.
PAHO (Pan American Health Organization). (2022). Mental Health. https://www.paho.org/en/topics/mental-health diakses pada 8 Juli 2022
Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI. 2019. Infodatin Situasi Kesehatan Jiwadi Indonesia. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Kesehatan-Jiwa.pdf diakses pada 6 Juli 2022.
Rachmayani,D & Kurniawati, Y. (ND). Studi Awal: Gambaran Literasi Kesehatan Mental pada Remaja Pengguna Teknologi. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era
Revolusi Informasi
Sulistyorini., N. Widodo, A., & Zulaicha, E.(2013). Hubungan Pengetahuan tentang Gangguan Jiwa terhadap Sikap Masyarakat kepada Penderita Gangguan Jiwa di wilayah kerja Puskesmas Colomadu 1.Solo: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surjaningrum, E. R.(2021). Mental Healthy Literacy of Teachers: A Systematic Literature Review; Journal of Educational, Health and Community Psychology; Vol. 10 No 2, June 2021.
Wei, Y., McGrath, P.J., Hayden, J. Kutcher. (2015). Mental Health Literacy Measures Evaluating Knowledge, Attitudes, and Help-Seeking: a Scoping Review. BMC Psychiatry published 17 November 2015.
Widodo, D., Anjaswarni, T., & Proboandini, R.M. (2016) Family Stigma Who’s Family Members Have Schizophrenia. In: The Proceeding of 7th International Nursing Conference: Global Nursing Challenges in The Free Trade Era, 8-9 April 2016, Surabaya.
World Health Organization. (2020, September 25). Mental health: a state of well-being. Diakses dari: https://www.who.int/
World Health Organization.2021. Comprehensive Mental Health Action Plan 2013–2030. https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1371507/retrieve diakses pada 7 Juli 2022
Sumber Foto:
https://www.freepik.com/free-vector/flat-illustration-world-health-day-celebration_65583758.htm#fromView=search&page=1&position=44&uuid=f5d07327-b7dc-4b65-8950-df650a197dc1