Rabu, 31 Juli 2024 13:11 WIB

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan

Responsive image
1502
Promosi Kesehatan, Tim Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, dampaknya meliputi paparan langsung terhadap perubahan pola cuaca seperti suhu, curah hujan, kenaikan permukaan laut, dan peningkatan frekuensi cuaca ekstrem. Kejadian cuaca ekstrem ini dapat membahayakan kesehatan manusia, bahkan berpotensi menyebabkan kematian. Secara tidak langsung, perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti kualitas air, udara, dan makanan, penipisan lapisan ozon, penurunan sumber daya air, kehilangan fungsi ekosistem, dan degradasi lahan. Semua faktor ini pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Risiko kesehatan tidak langsung termasuk kematian dan penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim, seperti penyakit yang disebabkan oleh suhu ekstrem, pencemaran udara, kontaminasi air dan makanan, serta penyakit yang ditularkan oleh vektor dan hewan pengerat. Malnutrisi juga dapat terjadi akibat terganggunya sumber makanan dan hasil panen. Untuk mengatasi masalah ini, disarankan untuk memperkuat regulasi yang memperhatikan kualitas lingkungan guna meminimalkan dampak terhadap kesehatan. Kolaborasi dan sinergi antara berbagai sektor juga penting dalam menghadapi perubahan iklim. Bagi masyarakat, langkah-langkah yang bisa diambil termasuk menjaga lingkungan, menghemat energi, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, dan mengelola sampah rumah tangga dengan baik.

Faktor Risiko Kesehatan Terhadap Perubahan Iklim

1. Faktor Risiko Penyakit Tular Vektor Akibat Perubahan Iklim Perubahan iklim memengaruhi risiko penularan penyakit tular vektor seperti DBD, Chikungunya, Malaria, Leptospirosis, dan Filariasis. Faktor-faktor iklim seperti kelembaban, curah hujan, dan jumlah hari hujan berhubungan erat dengan meningkatnya kasus DBD. Semakin tinggi curah hujan dan jumlah hari hujan, semakin banyak tempat berkembang biak untuk vektor, sehingga kasus DBD cenderung meningkat.  Kelembaban, curah hujan, dan jumlah hari hujan juga memengaruhi umur vektor seperti nyamuk. Kelembaban di bawah 60?nderung memperpendek umur nyamuk, mengurangi potensi mereka sebagai vektor. Curah hujan yang sedang namun berlangsung lama dapat memperbanyak tempat berkembang biak, meningkatkan populasi vektor. Sementara itu, curah hujan yang tinggi dan terus-menerus yang mengakibatkan banjir bisa menghapus tempat berkembang biak, menurunkan populasi vektor, tetapi banjir juga berpotensi meningkatkan risiko paparan terhadap kencing tikus yang mengandung bakteri dan virus.

2. Faktor risiko untuk penyakit yang ditularkan melalui air (seperti Waterborne Disease) terkait dengan perubahan iklim meliputi suhu yang semakin tinggi yang memengaruhi produksi makanan dan ketersediaan air. Perubahan iklim menyebabkan kekeringan dan banjir pada kondisi cuaca panas, yang dipicu oleh pencairan es di Kutub Utara, sehingga mempengaruhi kualitas, kuantitas, dan aksesibilitas air minum. Air adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan, namun air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, termasuk MCK, dapat berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Kurangnya kualitas, kuantitas, dan aksesibilitas air dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit yang ditularkan melalui air. Global warming menyebabkan virus dan bakteri berkembang lebih cepat, sehingga memicu peningkatan kasus diare.

3. Faktor risiko penyakit yang ditularkan melalui makanan dan gizi melibatkan beberapa aspek penting. Pangan dan air adalah kebutuhan dasar bagi semua makhluk hidup. Perubahan iklim berdampak pada produksi pangan dan ketersediaan air. Gagal panen dan kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan pangan di tingkat masyarakat.

4. Faktor risiko untuk penyakit yang menular melalui udara (airborne disease) termasuk potensi perubahan iklim yang dapat mempengaruhi kualitas udara.

5. Faktor risiko penyakit tidak menular merujuk pada kondisi yang bisa berbahaya dan memicu munculnya penyakit tidak menular pada individu atau kelompok tertentu. Penurunan kualitas lingkungan akibat perubahan iklim menyebabkan peningkatan polusi, yang dapat mengarah pada berbagai penyakit tidak menular seperti kanker kulit, asma, gangguan sistem imun, dan heat stroke.

6. Faktor risiko perubahan iklim terhadap terjadinya bencana mencakup peningkatan suhu di bumi yang mengganggu keseimbangan siklus alami serta menyebabkan suhu permukaan yang lebih tinggi dan perubahan musim yang sulit diprediksi. Perubahan iklim ini mempengaruhi berbagai jenis bencana alam, seperti badai topan, siklon tropis, banjir, endemis, dan kekeringan, yang semuanya merupakan fenomena yang dipicu oleh pemanasan global. Bencana-bencana ini dapat menimbulkan dampak merusak dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, sosial, kesehatan, dan lingkungan.

7. Faktor risiko perubahan iklim terhadap masalah kesehatan mental Meskipun banyak orang yang menghadapi perubahan iklim, termasuk bencana, mampu beradaptasi dengan baik, ada juga yang mengalami stres, perubahan perilaku, dan bahkan masalah kesehatan mental sebagai dampaknya.

 

Referensi :

 Anderson Girard, T., Russell, K. and Leyse Wallace, R. 2018. Academy of Nutrition and Dietetics : Revised 2018 Standards of Practice and Standards of Professional Performance for Registered Dietitian Nutritionists.  

Sri Gusni Febriasari,FKM UI. 2011. Perubahan Iklim dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Administasi Jakarta Timur 2000-2009.

 Widati, S. and Siddiq Amer Nordin, A. 2021. Mental Health During COVID-19 : An Overview in Online Mass Media Indonesia. Asia Pacific Journal of Public Health