Selasa, 30 Juli 2024 09:28 WIB

Pengaruh Beban Tas dengan terjadinya Skoliosis pada Siswa

Responsive image
178
Promosi Kesehatan, Tim Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Beberapa dari masalah yang berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal bisa berhubungan dengan beban yang berat dari tas sekolah. Otot, ligamen, dan tendon bisa terganggu karena tekanan yang berasal dari tas yang terlalu berat, yang kemudian bisa menyebabkan ketegangan dan nyeri akut di leher. Sebuah penelitian menemukan bahwa lebih dari 10?ri berat badan siswa diangkut dalam tas sekolah mereka, yang dapat menyebabkan masalah pada struktur dan fungsi tubuh mereka. Sebanyak 88,2% siswa melaporkan mengalami gangguan pada bagian tubuh seperti leher, bahu, dan punggung atas. Gangguan ini menjadi penyebab kedua terbesar di dunia dalam hal menyebabkan kecacatan yang diukur dengan Years Lived with Disability. Posisi duduk yang miring dan mengangkat beban berat dapat melemahkan beberapa saraf yang berfungsi. Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, bisa menyebabkan kerusakan saraf yang parah dan menyebabkan ketidakseimbangan tarikan pada tulang belakang. Hal ini dapat berpengaruh pada postur tubuh, terutama bagian belakang, dan meningkatkan risiko terkena skoliosis secara signifikan. Skoliosis adalah sebuah kondisi di mana tulang belakang mengalami lengkungan yang tidak normal ke samping, membentuk bentuk seperti "S" atau "C". Lengkungan yang semakin parah dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Skoliosis secara klinis didefinisikan sebagai kombinasi dari deviasi tulang belakang dalam bidang sagital dan koronal, serta rotasi vertebra. Diagnosis skoliosis didasarkan pada sudut kelengkungan ? 10° beserta rotasi tulang belakang. Untuk mengukur sudut Cobb, dapat digunakan skoliometer yang memberikan hasil yang konsisten dan dapat mengurangi kebutuhan terhadap sinar X-ray pada pasien. Besarnya sudut pada pemeriksaan awal sangat penting sebagai indikator progresivitas kelengkungan tulang belakang. Semakin besar sudut yang terdeteksi pada usia dini, semakin tinggi risiko progresi skoliosis. Skoliosis yang terjadi pada masa remaja dimulai setelah usia 10 tahun tetapi sebelum mencapai kematangan tulang, terutama saat tulang sedang dalam periode percepatan pertumbuhan, dikenal sebagai Skoliosis Idiopatik Adolesen (AIS). Seorang fisioterapis dapat mencegah skoliosis dengan melakukan pemeriksaan postur atau skrining skoliosis. Tujuannya adalah untuk melakukan pencegahan sedini mungkin dan mengurangi angka kejadian skoliosis. Siswa yang membawa beban tas yang terlalu berat setiap hari ke sekolah dapat menyebabkan skoliosis. Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, akan menyebabkan masalah pada postur tubuh, ketidaknyamanan, dan dapat berdampak fatal jika tidak segera diatasi. Tentu saja, hal ini dapat mengganggu proses belajar mengajar di sekolah.

Dampak Beban Tas Berlebihan

1. Menambah Kelengkungan Fisik Tubuh. Penyebab masalah pada sistem rangka dan otot adalah membawa ransel yang terlalu berat. Beban ransel bisa berdampak negatif pada kesehatan tulang dan otot, terutama pada bagian bahu, leher, dan punggung. Perubahan dalam postur tubuh dapat terjadi apabila posisi ransel tidak sesuai atau tidak tepat.

2. Nyeri Punggung Bawah. Beban berlebih pada tas merupakan salah satu faktor risiko yang bisa menyebabkan cedera pada bagian punggung. Beban yang terlalu berat dapat mengubah otot-otot inti tubuh yang pada akhirnya menimbulkan tekanan pada punggung. Selain itu, beban yang berat juga dapat mengakibatkan gerakan tidak terkoordinasi pada bagian inti tubuh, yang menyebabkan stres berulang pada otot punggung, ligamen, dan otot tulang belakang.

3. Rucksack Palsy. Kondisi neuropraxia pada pleksus brakialis yang terjadi akibat pengangkutan beban dalam jangka waktu yang lama. Pengangkutan beban ini dapat menyebabkan kerusakan pada struktur neuromuskuler bahu dan menghasilkan cedera.

Pemeriksaan Skoliosis

1. (ATR) adalah derajat putaran batang tubuh yang diukur dengan menggunakan skoliometer. Alat ini digunakan untuk skrining skoliosis, dan penerapannya dinilai mudah dalam hal persiapan. Pasien diinstruksikan untuk membungkuk ke depan hingga posisi membungkuk ke depan. Pemeriksaan dengan skoliometer menilai derajat putaran batang tubuh (Angle of Trunk Rotation / ATR).

2. Tes Adam’s Forward Bending adalah pemeriksaan fisik pada permukaan punggung belakang. Merupakan pemeriksaan fisik dasar dalam skrining skoliosis. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta responden untuk membungkuk 90° ke depan dengan lengan menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut hingga posisi bahu sejajar dengan panggul lalu diinspeksi pada vertebra toraks, otot tulang belakang, jeroan, lemak, dan kulit apakah terdapat kelainan berupa rotasi yang berhubungan dengan kurvatura lateral, penonjolan skapula dan rib punuk, deviasi kepala dan leher, spina iliaca anterior superior, oblikus panggul, dan perbedaan panjang kedua kesepakatan.

3. Risser Sign, juga dikenal sebagai kematangan tulang, mengklasifikasikan tingkat kedewasaan tulang berdasarkan tingkat osifikasi dan fusi apofisis krista iliaka. Terdapat enam klasifikasi Risser Sign yang digunakan untuk mengevaluasi kematangan skeletal.

4. Pemeriksaan x-ray adalah cara yang paling ekonomis untuk mendeteksi skoliosis, meskipun Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga memiliki peran penting dalam diagnosis, pemantauan, dan pengelolaan kondisi ini.

 

Referensi :

Ardiono, F., & Yuantari, M. C. 2014. Keluhan Muskuloskeletal pada Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Kecamatan Semarang Selatan.

Baedlowi, H. 2015. Hubungan Stadium Risser Sign dengan Umur Kronologis, Besar Sudut dan Indeks Fleksibilitas Pasien Adolescent Idiopathic Scoliosis di RS Orthopaedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

Djaya, Hanita Putra. 2011. Hubungan Penggunaan Tas dengan Terjadinya Skolioisis pada Siswa SD Inpres Maccini Sombala 1 Makassar Tahun 2011.

Legiran, L., Suciati, T., & Pratiwi, M. R. 2018. Hubungan antara Penggunaan Tas Sekolah dan Keluhan Muskuloskeletal pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.