Rabu, 24 Januari 2024 16:18 WIB

Melatih Pengelolaan Emosi Pada Anak

Responsive image
828
Anis Wiladatika Pramesti, M.Psi., Psikolog - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan suatu campuran antara gejolak fisiologis (misalnya denyut jantung yang cepat) dan perilaku yang tampak (misalnya senyuman atau ringisan). Ada dua macam emosi yaitu emosi positif (afektifitas positif) dan emosi negatif (afektifitas negatif). Afektifitas positif merupakan emosi yang sifatnya positif, dari energi yang tinggi, ketertarikan, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, dan tenang. Afektivitas negatif mengacu kepada emosi yang sifatnya negatif, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan kesedihan. Emosi tersebut adalah hal yang wajar dirasakan oleh setiap orang selama tidak berlebihan dan sesuai dengan situasi yang ada serta tidak mengganggu diri sendiri dan orang lain. Diperlukan kemampuan pengelolaan emosi yang baik agar setiap emosi yang muncul tidak berlebihan.

Pengelolaan emosi merupakan suatu proses merubah pengalaman emosional, ekspresi, reaksi fisiologi, dan situasi yang memunculkan emosi tersebut untuk menghasilkan respon yang sesuai dengan tuntutan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan. Berikut ini adalah aspek pengelolaan emosi menurut Gratz dan Roemer:

1.     Kesadaran dan pemahaman mengenai emosi

2.     Penerimaan emosi

3.     Kemampuan untuk menggunakan perilaku yang memiliki tujuan dan menahan diri dari perilaku yang impulsif ketika mengalami emosi negatif.

4.     Kemampuan untuk menggunakan stretegi pengelolaan emosi secara fleksibel berdasarkan situasi untuk mengatur respon emosional karena adanya keinginan memenuhi tujuan individu dan tuntutan lingkungan.

Pengelolaan emosi dapat dilatih kepada anak sejak usia dini dengan cara sebagai berikut:

  1. Ajarkan anak untuk menyadari dan memahami emosi yang sedang dirasakan. Beri nama pada setiap emosi yang muncul contohnya ketika anak tertawa maka bapak/ ibu dapat mengatakan “adik sedang senang” begitu pula ketika menangis maka bapak/ ibu dapat mengatakan “adik sedang sedih”. Pengamatan orang tua terhadap perubahan emosi anak sangat penting dalam proses belajar menyadari dan memahami emosi.
  2. Berilah pemahaman pada anak jika setiap emosi adalah hal yang alami, sebagai contoh ketika anak menangis karena mainannya rusak maka bapak/ ibu dapat berkata “adik sedih karena mainannya rusak ya? Tidak apa-apa jika ingin menangis dulu.”
  3. Ajarkan pada anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya dengan cara “saya merasa sedih karena...”
  4. Berilah contoh perilaku pengelolaan emosi yang positif pada anak
  5. Bapak dan ibu dapat mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan agar anak bisa belajar berempati pada persaan orag lain. 
  6. Gunakan media seperti buku pengenalan emosi atau boneka emosi agar anak dapat belajar mengenai macam-macam emosi & ekspresinya.
  7. Ajarkan teknik relaksasi sederhana seperti meniup lilin. Ketika anak sedang marah bapak/ ibu dapat mengajak anak membayangkan sebuah lilin ulang tahun kemudian menarik napas panjang dan hembuskan dengan kencang.
  8. Berikan dukungan dan pujian pada anak atas usaha yang telah dilakukan anak.

Setiap anak memiliki keunikan masing-masing sehingga orang tua harus lebih peka terhadap kebutuhan anak dalam proses mengenali dan memahami emosi agar anak mampu mengelola emosi dengan baik. Konsistensi dalam pengasuhan dan dukungan yang positif dapat menjadi dasar keterampilan emosi yang baik.

 

Referensi:

Aldao, A. (2013). The future of emotion regulation research: Capturing context. Association for Psychological Science, 8 (2), 155-172.

Gratz, K.L., & Roemer, L. (2004). Multidimensional assessment of emotion regulation and dysregulation: development, factore structure, and initial validation of the difficulties in emotion regulation scale. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment, 26, (1), 41-54.

Santrock, J.W. (2002). Life-span development. Jakarta: Erlangga.