Kamis, 07 Desember 2023 11:41 WIB

Bersatu dalam Aksi Bersama Disabilitas

Responsive image
856
dr. Ellyana Sungkar, Sp.KFR.,Ped (K) - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Hari Disabilitas Internasional diperingati pada tanggal 3 Desember setiap tahunnya sejak tahun 1992. Pencanangan hari Disabilitas Internasional dimulai sejak adanya kesepakatan Majelis Umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang dilandasi oleh niat tulus memajukan hak dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran terhadap masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan. Usaha memajukan penyandang disabilitas berlanjut pada Konvensi Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) diadopsi pada 13 Desember 2006 di kantor pusat PBB New York.

Konvensi Hak Penyandang Disabilitas ditandatangani oleh 185 negara dan memiliki tujuan untuk meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam masyarakat, mengakhiri diskriminasi, serta menciptakan kesempatan yang sama bagi mereka dengan membuat target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tema Hari Disabilitas Internasional yang diusung tahun 2023, adalah  “Bersatu Dalam Aksi untuk Menyelamatkan dan Mencapai SDGs bagi, dengan dan oleh Orang-orang dengan Kondisi Disabilitas", sebagai wujud nyata pemberian dukungan dan kepedulian untuk penyandang disabilitas.

Saat ini, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5?ri total penduduk Indonesia, dengan jumlah disabilitas terbanyak pada usia lanjut. Penanggulangan terhadap angka disabilitasi memerlukan intervensi dari negara untuk memastikan penyandang disabilitas menjadi kelompok yang tidak ditinggalkan dalam pembangunan. Penyandang disabilitas telah menjadi salah satu fokus penyelenggaraan kebijakan di Indonesia, sebagai salah satu upaya menegakan hak dan memajukan kesejahteraan penyandang disabilitas di Indonesia, yaitu melalui penetapan Undang – undang (UU) yang secara khusus ditujukan kepada penyandang disabilitas. Dimulai dari UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dimana dijelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Undang-undang tersebut diperbaharui menjadi UU No. 8 tahun 2016, tentang penyandang disabilitas yang salah satu isinya adalah tidak digunakan lagi istilah penyandang cacat dan diubah menjadi penyandang disabilitas.

Berdasarkan UU No.8 Tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ragam penyandang disabilitas dibagi menjadi 4 tipe, meliputi: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental, dan/atau penyandang disabilitas sensorik. Ragam penyandang disabilitas dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis.

Tenaga medis yang berperan dalam penyelenggaraan terapi dan tatalaksana penyandang disabilitas terdiri yang sebuah tim Rehabilitasi Medik yang dipimpin oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR). Tim Rehabilitasi Medik terdiri dari dokter Sp.KFR, fisioterapis, terapis okupasi, terapis wicara, ortotis prostetis, psikolog, pekerja sosial medis, dan perawat. Dokter Sp.KFR tidak hanya bertanggung jawab sebagai koordinator tim, namun juga berperan aktif untuk mengevaluasi dan menegakkan diagnosis pasien, menyusun program dan mendistribusikan anggota tim yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan masing – masing pasien, membuat resep, melaksanakan re-evaluasi dan rencana selanjutnya pasca selesai program. Penerapan Rehabilitasi Medik sebagai terapi komprehensif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki, untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi hendaya, disabilitas dan kecacatan semaksimal mungkin. Tujuan akhirnya adalah agar penyandang disabilitas dapat melaksanakan aktivitas sehari – hari secara mandiri dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Aksi bagi disabilitas dalam ruang lingkup pelayanan Kesehatan tidak hanya optimalisasi kemampuan mereka saja namun juga perlu adanya upaya kemudahan aksesibilitas pada fasilitas Kesehatan, misalnya huruf braile pada tombol lift, ramp dan rail, penerjemah tuna rungu, pintu yang terbuka otomatis, serta pintu toilet yang terbuka keluar.

Disabilitas adalah bagian dari keberagaman. Kemampuan boleh terbatas, namun dengan kesetaraan, setiap orang dapat memiliki kesempatan yang sama. Dalam rangka perayaan Hari Disabilitas Internasional yang ke-31, mari kita bersatu dalam aksi bersama disabilitasi untuk memajukan kesejahteraan penyandang disabilitasi di Indonesia karena tak sempurna bukan berarti lemah, jadikan kekurangan sebagai senjata ukir prestasi gemilang.

#disabilitas-bersatu beraksi

 

Referensi:

WHO. Celebrating International Day of persons with disabilities. Dalam International day of persons with disabilities (who.int)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Whitebook Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Jakarta. PERDOSRI. 2012

Luigi Tesio, Renato Nunes. White Book on Physical and Rehabilitation Medicine (PRM) in Europe. Chapter 3. A primary medical specialty: the fundamentals of PRM. European Physical and Rehabilitation Medicine Bodies Alliance. 2018. European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine 54(2). DOI:10.23736/S1973- 9087.18.05146-8

Sumber gambar: Dokumentasi RSHS