Rabu, 13 Juli 2022 14:17 WIB

Peranan Konselor Dalam Penanggulangan HIV AIDS Anak?

Responsive image
4669
Ns. Elly Rusmawarti Sunardji, S.ST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Epidemi HIV/AIDS menjadi masalah serius terhadap masyarakat  dunia. Harus diingat bahwa belum ada vaksin mencegah HIV dan penyakit ini memliki window periode & fase asimtomatik, perkembangannya fenomena gunung es. Kasus HIV anak di dunia terdapat 1,8 juta anak hidup dengan infeksi HIV pada tahun 2017 (WHO HIV/AIDS Data and Statistic 2018 Jul). Anak yang terinfeksi HIV usia kurang dari 13 tahun, >90 % disebabkan penularan dari ibu ke anak. Penularan HIV pada anak yang lainnya disebabkan karena transfusi sebanyak 10 %.

Data internal bulanan pelayanan VCT PITC RSST bulan januari 2019 Terjadi peningkatan kasus positif HIV dari 18 kasus menjadi 51 kasus. Sedangkan data dari pencatatan Rekam Medik RSST tahun 2021 tercatat 40 pasien HIV pada anak, mereka terdiagnosis HIV bervariasi usianya mulai dari yang berumur 0 tahun, 1 tahun, 2 tahun ada yang baru berumur 10 tahun baru terdiagnosis.

Oleh karena itu, untuk menanggulangi HIV AIDS perlu peranan konselor dengan program VCT-PITC-PMTCT, yang terpenting bagaimana pencegahan HIV AIDS pada anak. Target Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tahun 2019 : 1) Skrining pada semua perempuan usia subur yang datang ke pelayanan KB, jika ditemukan IMS dilakukan tes HIV 2) Semua ibu hamil dilakukan tes HIV pada kunjungan antenatal pertama sampai menjelang persalinan 3) Semua  ibu hamil dengan HIV 4) Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan pemeriksaan dan terapi.

Tujuan Penanggulangan HIV AIDS merupakan segala upaya pelayanan promotif, preventif, diagnosis, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar tidak meluas serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Melihat latar belakang di atas semakin meningkatnya kasus HIV AIDS termasuk pada usia anak. Hal ini sangat memprihatinkan bahwa dalam hal ini anak sebagai korban maka penulis tertarik menulis artikel bagaimana peranan konselor dalam penanggulangan HIV / AIDS terutama pada kasus anak.

HIV AIDS dan Implementasi Peranan Konselor Dalam Penanggulangan HIV AIDS Pada Anak

Pengertian

HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sistem imun dan jika tidak diterapi dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia hingga terjadi kondisi Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). (Permenkes RI No 52 tahun 2017).

Acquired Immuno Deficiency Syndrome / AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.  (Permenkes RI no 21 Tahun 2013).

Etiologi

HIV tergolong kelompok retrovirus yang memiliki kemampuan mengkopi cetak / replikasi. Virus ini menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

Tanda dan Gejala

Secara umum tanda dan gejala HIV :

1.      Demam lama berminggu-minggu.

2.      Diare kronis lebih 1 bulan berulang maupun terus menerus.

3.      Penurunan BB > 10 % dalam 3 bulan.

4.      Batuk kronis selama > 1 bulan.

5.      Infeksi pada mulut dan tenggorokan / sariawan.

6.      Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.

7.      Munculnya Herpes Zoster berulang bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

Cara Penularan HIV ke Anak  :

a.    Ibu HIV ke anak : waktu penularan bisa terjadi saat dalam rahim , saat proses kelahiran dan menyusui / pemberian ASI.

b.    Penyebab lainnya melalui pelecehan seksual / pemerkosaan dari seseorang yang mengindap HIV. Anak remaja yang melakukan hubungan seksual dengan pengindap HIV.

c.    Lewat darah dari jarum suntik yang terkontaminasi virus HIV, menerima transfusi berulang dari darah yang terdapat virus HIV. Pengguna narkoba jarum suntik pada anak remaja (terlihat dari adanya bekas suntikan di lengan).

 

Faktor Risiko PPIA / Pencegahan Penularan HIV Ibu ke Anak

a.    Ibu

Tingginya viral load, penyakit stadium lanjut, penurunan imun, karakteristik virus, merokok, IMS, injeksi drug use, HIV didapat selama kehamilan.

b.    Persalinan

Kelahiran per vaginam, robeknya membran lama, perdarahan.

c.    Anak

Prematuritas, penyusuan ASI, lesi kuli atau selaput lendir.

Dampak HIV pada Anak

Anak : gangguan tumbuh kembang, kematian meningkat, penyakit seumur hidup, isu kepatuhan berobat, stigma sosial, yatim piatu.

Outcomes penting sesuai WHO ada 4 Prong Strategi

a.    Pencegahan HIV pada perempuan.

b.    Pencegahan kehamilan tak terencana pada perempuan terinfeksi HIV.

c.    Pencegahan penularan HIV ibu dan anak.

d.    Penyiapan pelayanan HIV untuk perempuan terinfeksi HIV dan keluaganya / MTCT Plus.

Konsep Layanan HIV

Konsep ini memperbarui istilah konseling dan test HIV yang mencakup kisaran lengkap layanan HIV seperti tes inisiasi petugas atau yang disingat PITC, linkage to care, correct test result, konseling berkelanjutan, jaminan kualitas layanan.

Bentuk layanan HIV : 1) Bagaimana cara menemukan kasus 2) Bagaimana kasus yang ditemuan dapat diobati dan ditindaklanjuti dengan membangun jejaring kerja internal maupun eksternal 3) Bagaimana membangun layanan yang dapat diakses oleh populasi kunci dan tidak memberikan ketakutan dan stigma dan 4) Sistem promosi atau marketing agar masyarakat tahu, tersedia layanan diagnosis dan pengobatan HIV.

Layanan Tes HIV memiliki 5 prinsip : 1) Concent, 2 ) Confidential, 3) Counseling, 4) Correct test result, 5) Connection to HIV prevention, treatment and care and support services.

Konseling dan Implementasi Peranan Konselor

Seorang konselor HIV memiliki peranan yang sangat penting dalam penanggulangan HIV AIDS. Konselor bisa seorang perawat, psikolog, bidan yang memiliki kemampuan konseling klien yang terlatih melalui pelatihan konselor. Seorang konselor HIV melakukan konseling yang berupa komunikasi informasi untuk membantu klien agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan bertindak sesuai keputusan yang dipilihnya.

Proses konseling termasuk evaluasi risiko penularan HIV pribadi, memfasilitasi perubahan perilaku, dan evaluasi mekanisme coping ketika klien dihadapkan pada hasil tes (+).

Mengapa konseling HIV-AIDS penting : konseling pencegahan dan perubahan perilaku guna mencegah penularan, diagnosis HIV mempunyai banyak dampak psikologik, sosial, fisik dan spiritual, HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan.

Tujuan konseling HIV merupakan proses dengan 3 (tiga) tujuan umum :

a.         Merupakan dukungan psikologik, misal dukungan emosi, psikologi, sosial, spiritual sehingga rasa sejahtera terbangun pada ODHA dan yang terinfeksi virus lainnya.

b.         Pencegahan penularan HIV melalui informasi tentang perilaku berisiko (seperti seks tak aman atau penggunaan alat suntik bersma) dan membantu orang untuk membangun ketrampilan pribadi yang penting untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek aman.

c.         Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian masalah dan isu kepatuhan.

Peranan sebagai seorang konselor RSST yaitu :

d.         Komitmen konselor yang tertuang dalam Permenkes RI No. 21 tahun 2013 yaitu 1) memaksimalkan manfaat perluasan ARV, 2) menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru (zero new infection), 3) menurunkan hingga meniadakan kematian akibat AIDS (Zero AIDS Related Death, meniadakan diskriminasi pasien HIV-AIDS (Zero Discrimination), 4) meningkatkan kualitas hidup ODHA, 5) mengurangi dampak sosial, ekonomi akibat HIV dan AIDS pada pasien beserta keluarga dan masyarakat, serta  menyediakan dan meningkatkan mutu perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA.

e.         Melakukan konseling secara sukarela dari inisiatif pasiennya sendiri / VCT maupun inisiasi petugas / PITC / PMTCT tentang HIV AIDS baik di lingkungan RSST maupun luar RSST seperti ke LAPAS.

f.          Melakukan penyuluhan HIV AIDS ke masyarakat, pasien, penunggu ataupun keluarga pasien di poli VCT, poli dalam atau poli lainnya secara langsung dengan tatap muka, lewat radio sentral RSST, lewat radio lainnya seperti RSPD, Candisewu. penyuluhan bisa juga via daring.

g.         Melakukan konseling Adherance / kepatuhan pengobatan ARV seumur hidup.

h.         Membuat leaflet pencegahan HIV ke anak sebagai media pemaparan HIV AIDS.

i.           Menjadi narasumber dalam pelatihan konseling PITC HIV AIDS ke staf di RSST.

j.           Seorang konselor juga aktif untuk upgrade ilmunya mengikuti pelatihan pelatihan HIV AIDS, yang nantinya akan melakukan Menthoring HIV kepada calon-calon konselor, perawat PDP.

k.         Bersama tim VCT PITC RSST lainnya bertanggung jawab dalam pencatatan pelaporan HIV AIDS melalui program CATPORLING HIV JAWA TENGAH PKVHI 2021 yang merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh PKVHI / Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia dalam rangka dukungan terhadap pengendalian Lost to Follow Up dan peningkatan kepatuhan minum obat dalam upaya pencapaian triple-90 dan getting thress zeros tahun 2030. Targetnya : 90% ODHA sudah mengetahui status HIVnya , 90% ODHA yang tahu status HIV-nya, mendapatkan pengobatan ARV, 90% yang mendapat ARV virusnya tersupresi.  Sesuai dengan rencana aksi Nasional HIV AIDS 2020-2024, PKVHI bekerjasama dengan Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Kab/Kota serta Fasyankes, melakukan kegiatan antara lain insiasi dini minum ARV, konseling berkelanjutan dan konseling pasangan, penelusuran pasien, dan kegiatan pendukung lainnya pada layanan HIV aktif.

 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Referensi                :

1.         Consolidated guidelines on HIV diagnosis, prevention and treatment among key populations. Geneva : World Health Organization. 2014. http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/128048/1/.

2.         Depkes Kab Klaten Tahun 2021. Orientasi Test and Treat (OTT) Akselerasi ARV Dalam Penanggulangan HIV-AIDS Modul  Perawat.

3.         Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Panduan Teknis Monitoring Klinis dan Program HIV AIDS dan PIMS di Indonesia. Kemenkes RI.

4.         Hayati, H. 2019. Penerapan PMTCT dengan Pendekatan EBP.

5.         Kemenkes RI. 2013. Modul Pelatiahan Tes dan Konseling HIV/ADS.

6.         Kennedy CE, Fonner VA, Sweat MD, Okero FA, Baggaley R, O'Reilly KR. Provider-Initiated HIV Tes Andcounseling In Low- and Middle-Income Countries : a Systematic Review. AIDS Behav. 2013 : 17(5):1571-90.

7.         Mendri, N K & Prayogi, A.S. 2018. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit & Bayi Resiko Tinggi. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

8.         Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013  tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.

9.         Permenkes RI Nomor 52 Tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis  B dari Ibu ke Anak.

10.      Shamu S, Zarowsky C, Shefer T, Temmerman M, Abrahams N. Intimate Partner Violence After Disclosure Ofhiv Test Results Among Pregnant Women In Harare, Zimbabwe. PLoS One. 2014;9(10):e109447.

11.      Umma, H.A. 2019. Update Tatalaksana Neonatus Bayi dan Anak dengan HIV/AIDS.

12.      Wanyenze RK, Kamywa MR, Fatch R, Mayanja-Kizza H, Baveewo S, Szekeres G et al. Abbreviated HIV Counselling and Tes and Enhanced Referral to Care In Uganda : a Factorial Randomised Controlled Trial. Lancet Glob Health. 2013;1(3):e137-45.

13.      WHO Information Note : Reminder to Retest All Newly Diagnosed HIV-Positive Individuals In Accordance With WHO Recommendations. Geneva : World Health Organization; 2014.

14.      90-90-90. Ambitious Treatment Targets : Writing The Final Chapter of The AIDS Epidemic - a Discussionpaper. Geneva : Joint United Nations Programme on HIV/AIDS. 2014.