Kamis, 07 Juli 2022 16:36 WIB

Stres pada Anak

Responsive image
4284
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Ya, tidak hanya pada orang dewasa, stres pada balita juga perlu ditangani secara serius agar tidak mengganggu tumbuh kembangnya. Seperti diketahui, balita merupakan usia emas di mana sejumlah pertumbuhan fisik, emosional, dan kognitif terjadi. Karena perubahan pesat yang terjadi pada tubuh dan pikiran kecilnya, balita juga peka terhadap dunia sekitarnya dan cenderung merasa stres. Rangsangan yang bertubi-tubi, termasuk rutinitas yang banyak, lingkungan toksik, pengasuhan, pola makan, bahkan perpisahan orang tua turut berkontribusi. Jadi orang tua perlu waspada terhadap perilaku dan tindakan yang tidak biasa atau mencurigakan. Penyebab stres pada anak bisa beragam, mulai dari rutinitas baru yang harus dihadapinya saat mulai bersekolah, bullying, tuntutan nilai akademis, hingga masalah keluarga di rumah. Stres pada anak tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja karena hal ini bisa berdampak buruk terhadap kesehatan mentalnya. Gejala stres pada anak memang tidak mudah untuk dikenali. Sebagian anak yang stres bisa saja tidak menunjukkan gejala atau keluhan yang spesifik. Namun, ada beberapa tanda yang patut dicurigai sebagai gejala stres pada anak. Beberapa tanda tersebut antara lain anak tiba-tiba susah tidur, kurang nafsu makan, emosi berubah-ubah, sulit berkonsentrasi saat belajar, atau kesulitan mengerjakan tugas sekolah.

Penyebab Stres pada Anak

Berikut adalah beberapa penyebab stres pada anak yang cukup umum terjadi :

1.       Aktivitas yang Terlalu Padat

Aktivitas anak di sekolah bisa menyedot sebagian besar tenaganya. Meski sudah kelelahan, sebagian anak ada yang masih diminta untuk mengikuti pelajaran tambahan lewat les atau kursus setelah jam sekolah usai. Niat Anda sebagai orang tua mungkin baik, tapi kesibukan ini bisa membuat anak tidak memiliki waktu untuk bersantai atau bermain. Hal ini bisa membuatnya kelelahan dan stres.

Oleh karena itu, Anda tetap perlu memberikan ia kesempatan untuk bersantai dan beristirahat. Jika perlu, kurangilah jadwal kegiatan yang harus dilakukannya setelah selesai sekolah.

2.       Paparan Konten Dewasa

Seiring kemajuan teknologi, berbagai informasi bisa didapat dengan mudah. Anak bisa saja terpapar konten atau informasi untuk orang dewasa, seperti berita yang menyeramkan, video kekerasan, atau bahkan pornografi. Paparan konten dewasa ini bisa berisiko membuat anak merasa tertekan. Oleh karena itu, para orang tua dianjurkan untuk lebih selektif dalam memilah konten informasi dan hiburan yang diperoleh anak. Selain itu, usahakan untuk selalu mendampingi dan memberikan pemahaman kepada anak mengenai konten yang ditontonnya.

3.       Kurang Tidur

Anak memerlukan istirahat yang cukup, terutama setelah seharian beraktivitas di sekolah. Oleh karena itu, Anda harus memastikan anak mendapatkan cukup waktu istirahat dan jangan sampai ia kurang tidur. Ini penting untuk diperhatikan, karena kurang tidur bisa berdampak buruk terhadap mood, perilaku, kemampuan menilai, serta daya ingat anak. Saat tiba waktu istirahat, jauhkan anak dari gadget atau televisi. Waktu tidur yang direkomendasikan untuk anak usia sekolah adalah 10-11 jam setiap malam.

4.       Intimidasi

Intimidasi atau bullying yang menimpa anak, baik secara fisik, verbal, atau emosional, juga berisiko membuatnya merasa tertekan. Jika mendapati tanda-tanda bullying pada anak, seperti enggan ke sekolah (baik di sekolah regular, sekolah inklusi, maupun sekolah khusus lainnya) tanpa alasan yang jelas, penurunan prestasi di sekolah, tidak memiliki teman, atau sering muncul luka atau cedera saat pulang sekolah, cobalah mengajaknya untuk berbicara dari hati ke hati.

5.       Penyakit Tertentu

Sama halnya ketika melihat atau mengetahui orang tuanya menderita penyakit serius, anak juga bisa mengalami stres ketika mengetahui bahwa dirinya terkena penyakit. Beberapa contoh penyakit yang mungkin bisa membuat anak stres antara lain adalah diabetes, obesitas, asma, dan kanker atau leukemia.

Bila anak mengalami penyakit tersebut, ia bisa saja merasa terasing dari pergaulannya atau kegiatan sekolahnya karena harus menjalani pengobatan. Berikan dukungan moral kepada anak Anda, agar ia bisa melewati masa-masa sulit tersebut.

6.       Perceraian Orang Tua

Agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, anak-anak perlu mendapatkan asuhan dan kasih sayang dari keluarganya. Ketika orang tua bercerai, anak akan menghadapi perubahan besar dalam hidupnya.

Jika perceraian Anda dengan pasangan tidak bisa dihindari, jelaskanlah secara hati-hati dengan bahasa yang mudah dipahami mengenai perceraian tersebut.

Cara Mencegah Stres pada Anak

Agar anak tidak mengalami stres, ada beberapa langkah pencegahan yang bisa orang tua lakukan. Langkah tersebut di antaranya adalah :

1.       Luangkan Waktu Bersama Anak

Sesibuk apa pun Anda, luangkan waktu untuk berbincang dengan anak. Jadikan ini sebagai ruang untuk menanyakan aktivitas yang dijalaninya setiap hari, termasuk bagaimana perasaannya. Hal ini akan membuat anak merasa diperhatikan.

2.       Kurangi Aktivitas Anak

Apabila ada aktivitas yang membuat anak mengalami stres, coba diskusikan dengannya. Ini penting untuk dilakukan guna mengetahui aktivitas apa yang perlu untuk dikurangi. Pasalnya, anak juga membutuhkan waktu untuk bersantai atau melakukan hal yang disenanginya.

3.       Ciptakan Suasana Rumah yang Nyaman

Agar anak merasa nyaman di rumah, hindari perselisihan di depannya. Kendalikan emosi dan bicarakan baik-baik masalah yang terjadi antara Anda dan pasangan saat anak sudah tidur. Ini memang tidak mudah, tapi Anda tetap harus mengusahakannya, ya.

4.       Dengarkan Setiap Cerita Anak

Dengarkanlah setiap kali anak ingin menyampaikan sesuatu. Dengan cara ini, Anda bisa membantu meringankan beban stres yang sedang dihadapi olehnya.

5.       Dampingi Anak Sebisa Mungkin

Saat anak sedang merasa stres dan sedih, cobalah untuk mendampinginya dan berikan dukungan. Hal ini bisa membuatnya kembali semangat, merasa lebih tenang, dan mampu menghadapi masalahnya dengan lebih baik. Stres pada anak penting untuk segera dikenali dan diatasi.

 

 

 

 

 

 

 

Referensi               :   

1.      Nur Ifdatul Janah. 2016. Gambaran Tingkat Stress pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Islam Negri Aluidin Makasar.

2.      Loades, et al. 2020. Rapid Systematic Review : The Impact of Social Isolation and Loneliness on the Mental Health of Children and Adolescents in the Context of COVID-19. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. 59(11), 1218-1239.e3.

3.      Plexousakis, S. S., et al. 2019. School Bullying and Post-traumatic Stress Disorder Symptoms : The Role of Parental Bonding. Frontiers in Public Health, 7, pp. 75.

4.      Ordway, et al. 2018. Sleep, Biological Stress, and Health among Toddlers Living in Socioeconomically Disadvantaged Homes : a Research Protocol. Research in Nursing & Health. 40(6), pp. 489-500.

5.      James, S., & Hale, L. 2017. Sleep Duration and Child Well-Being : a Nonlinear Association. Journal of Clinical Child and Adolescent Sychology : The Official Journal for the Society of Clinical Child and Adolescent Psychology, American Psychological Association, Division 53, 46(2), pp. pp. 258-268.

6.      Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Your Child Is At Risk for Mental Health Issues After a Disaster.

7.      Kaneshiro, N. K. National Institute of Health. 2020. U.S. National Library of Medicine MedlinePlus. Stress in childhood.

8.      National Institutes of Health. 2021. National Institute of Mental Health. Children and Mental Health : Is This Just a Stage?