Selasa, 14 Februari 2023 13:34 WIB

Apa Benar Childfree Berpengaruh pada Kesehatan?

Responsive image
11027
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Hidup memang penuh dengan pilihan. Sebab memilih jalan hidup dan mempertahankan kehidupan dengan memiliki keturunan adalah hak asasi manusia. Begitu pula bagi wanita yang memilih untuk tidak ingin memiliki anak dalam pernikahan (childfree). Hal tersebut adalah pilihannya, meskipun bertentangan dengan norma sosial dan agama.

Childfree menjadi trend yang sedang meningkat di Eropa hingga menyebar ke Indonesia. Istilah childfree mulai trend di awal tahun 2020 setelah beberapa publik figur memutuskan untuk tidak memiliki anak (childfree). Walaupun istilah ini baru populer, namun telah dipraktikkan jauh sebelum memasuki abad ke-20. Pengertian childfree sebagaimana disebutkan dalam Oxford Dictionary ialah suatu istilah yang digunakan untuk menekankan kondisi tidak memiliki anak karena pilihan. Sementara Cambridge Dictionary juga mendefenisikan hal yang sama. Apabila dilihat menggunakan kerangka feminist, maka childfree merupakan otoritas perempuan untuk mengendalikan tubuhnya sendiri dan menentukan jalan hidupnya sendiri.

Topik childfree sedang menjadi trend media sosial. Padahal istilah pertama kali menggunakan kata childfree atau childless dalam sebuah publikasi di Jurnal Marriage & Family Review. Kata tersebut digunakan untuk menyebut orang tua yang belum memiliki anak (mengalami kemandulan) atau orang tua yang enggan memiliki anak.

Kini istilah childfree lebih erat dengan pilihan seorang wanita yang enggan untuk memiliki seorang anak setelah menikah. Hal ini muncul setelah beberapa pesohor wanita menyatakan bahwa mereka memilih untuk childfree. Memilih untuk tidak menjalankan fungsi reproduksi secara sepenuhnya. Pada dasarnya fungsi reproduksi berupa menstruasi (haid), mengandung (hamil), melahirkan, dan menyusui hanya dimiliki oleh wanita. Pria tidak mungkin memiliki fungsi-fungsi tersebut. Hal itu pula yang membedakan kodrat wanita dengan pria. Lalu, bila ada wanita yang memilih childfree, maka sudah barang tentu dianggap berlawanan dengan kodratnya sebagai orang wanita.

Memilih untuk tidak memiliki anak cenderung menempatkan perempuan di luar batasan harapan sosial budaya yang didukung oleh pronatalis. Pronatalisme berarti bahwa wanita yang memilih untuk tidak melahirkan anak dipandang sebagai tantangan terhadap peran alami wanita dan menolak esensi mendasar dari identitas feminin dalam masyarakat. Dalam Sebuah penelitian melaporkan bahwa orang yang tidak memiliki anak secara suka rela (childfree) dinilai lebih negatif oleh masyarakat daripada orang yang tidak subur atau yang tidak memiliki penjelasan untuk tidak memiliki anak. Hegemoni pronatalis yang sangat melekat pada perempuan menyebabkan pilihan untuk tidak memiliki anak selain alasan infertilitas mendapat banyak penolakan. Hegemoni pronatalis yang sangat melekat pada perempuan menyebabkan pilihan untuk tidak memiliki anak selain alasan infertilitas mendapat banyak penolakan.

Kalangan feminist tidak sepaham bila identitas seluruh perempuan digabung dengan identitas keibuannya, mereka konsisten membedakan perempuan yang memiliki profesi dan pekerjaannya masing-masing dengan seorang ibu yang memiliki tanggung jawab parenting (pengasuhan anak). Wanita yang memilih childfree menemukan makna feminitas dan identitas sangat kompleks dan tidak dapat dijelaskan secara memadai bila menggunakan gagasan esensialis tentang konvergensi wanita dengan seorang Ibu.

Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa perempuan tanpa anak secara sukarela mayoritas berpendidikan baik, dengan sedikit waktu luang dan memiliki prioritas lain, seperti hubungan dan karir. Selain childfree, terdapat pula istiah childless yang maknanya hampir sama dengan childfree. Childless ialah kondisi perempuan yang tidak memiliki anak disebabkan infertilitas (kemandulan). Kajian mengenai childless tidak menimbulkan banyak kontroversi di kalangan ilmuan akademik dan agamis karena kondisi tersebut tidak dapat dihindari atau bersifat permanen (biologis), dalam artian bukan sebuah pilihan, sehingga menjadi suatu kekecualian. Berbeda dengan childfree, pertimbangan untuk tidak memiliki anak bukan disebabkan faktor biologis (infertilitas). Perempuan yang memilih childfree bisa muncul dengan berbagai pertimbangan karena alasan finansial atau ekonomi, sosial, psikologi dan lain-lain.

Dalam penelitian lainnya menyebutkan bahwa di Australia menunjukkan bahwa wanita Australia berusia 22 hingga 27 tahun mengungkapkan bahwa 9,1% keinginan untuk childfree. Wanita yang memilih untuk childfree adalah kelompok yang relatif baru dan berkembang di negara-negara industri karena munculnya kontrasepsi, peningkatan partisipasi tenaga kerja dan pengurangan perbedaan kekuatan peluang pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.

Dalam sebuah studi di Italia menunjukkan peningkatan prevalensi tidak memiliki anak secara permanen, dimulai dengan wanita yang lahir pada 1950-an. Childfree lebih umum di lingkungan perkotaan, tetapi perilaku ini dapat menyebar dalam waktu dekat. Banyak penelitian yang juga mengkaji perubahan pola dalam perilaku perkawinan di beberapa negara salah satunya Amerika Serikat. Memilih gaya hidup tanpa anak mewakili perubahan lain dalam dalam komposisi keluarga dan menjadi trend baru.

Berbeda dengan negara-negara lain, Jepang mengalami penurunan angka kelahiran sejak pertengahan 1970-an dan pada tahun 1990-an dikaitkan dengan peningkatan angka lajang pada usia 20 - 30 tahun. Pernikahan dan melahirkan anak masih sangat terkait erat di negara ini. Wacana yang gigih dan meresap dari pejabat, media, dan elit intelektual Jepang berusaha membujuk laki-laki dan perempuan yang lajang untuk mengikuti peran gender tradisional. Pemerintah Jepang khawatir akan masa depan negaranya bila angka pernikahan dan kelahiran terus menurun. Situasi ini menyiratkan kuatnya tantangan bagi pasangan yang sekiranya memilih untuk childfree. Mereka akan diklaim tidak bertanggung jawab oleh negara.

Apa pun pilihan hidup yang kita ambil memiliki konsekuensi. Terkadang konsekuensinya akan lebih buruk bila pilihan yang diambil tidak sejalan dengan kodrat. Begitu pula pada wanita yang memilih childfree. Pesohor-pesohor wanita yang memilih childfree memang merasa bahwa keputusan tersebut adalah pilihan hidup yang lebih baik dengan berbagai alasan. Namun, benarkah demikian? Apakah pernikahan tanpa memiliki anak adalah kehidupan yang lebih baik?

Anak-anak dapat menghadirkan tawa dan cinta, tetapi terkadang juga menyebabkan kelelahan, kekhawatiran, frustrasi, dan sakit hati bagi orang tua yang merawat mereka. Sementara beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang memilih childfree merasa memiliki pernikahan yang lebih bahagia. Mereka juga merasa kepuasan pernikahan menurun ketika seorang bayi lahir. Pasangan childfree juga cenderung mendapatkan skor yang lebih baik pada pengukuran terkait dengan kesehatan mental.

Dalam sebuah ulasan yang diterbitkan pada jurnal Annals of Agricultural and Environmental Medicine mendukung peningkatan kesehatan mental pada wanita yang tidak memiliki anak di Polandia. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa wanita yang memilih untuk tidak memiliki anak memiliki kualitas hidup dan persepsi kesehatan pribadi yang lebih baik.

Meskipun demikian, tidak semua penelitian menunjukkan dampak baik childfree terhadap kesehatan fisik dan mental. Sebuah penelitian lainnya pada wanita di Australia menunjukkan hasil yang berlawanan. Wanita yang memilih childfree memiliki risiko yang lebih besar mengalami kesehatan fisik dan mental yang buruk dibandingkan dengan wanita yang memiliki anak. Peneliti juga beranggapan bahwa kesehatan wanita yang tidak memiliki anak pada usia suburnya mungkin berdampak terhadap kesehatan jangka panjang.

Beberapa penelitian di Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, dan Kanada menunjukkan bahwa wanita tanpa anak akan mengalami kesepian, depresi, dan tekanan psikologi yang lebih besar pada usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dampak buruk childfree terhadap kesehatan mental cenderung muncul pada usia tua.

Nyatanya, setiap kondisi dalam kehidupan selalu mempunyai dua sisi. Terdapat sisi buruk dan sisi baik. Termasuk bukti penelitian yang saling bertentangan tentang kesehatan fisik dan mental pada wanita yang memilih childfree. Begitu pula dengan risiko terkait kesehatan di masa tua. Berbagai penelitian mengungkapkan penyakit-penyakit tertentu terbukti lebih mungkin dialami oleh wanita yang tidak memiliki anak hingga akhir hayatnya. Terutama risiko mengalami penyakit kanker pada wanita.

Penelitian-penelitian epidemiologi telah menempatkan faktor fungsi reproduksi wanita sebagai faktor yang paling erat kaitannya dengan kemunculan beberapa kanker yang paling sering dialami oleh wanita yaitu kanker payudara, endometrium (lapisan dalam rahim), dan kanker ovarium (indung telur). Wanita yang tidak pernah melahirkan dan menyusui anak cenderung lebih mungkin mengalami kanker payudara, endometrium, dan kanker ovarium dibandingkan dengan wanita yang memiliki anak.

Wanita yang memilih childfree tentu tidak akan mengalami fungsi kehamilan, melahirkan, dan menyusui. Padahal ketika seorang wanita mengalami fungsi-fungsi tersebut secara alami proses hormonal pada tubuh akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat mengurangi risiko kanker payudara. Kehamilan juga akan menyebabkan penurunan jumlah total siklus pelepasan sel telur dari indung telur (ovulasi) yang erat kaitannya dengan penurunan risiko kanker ovarium. Demikian pula dengan lapisan endometrium dalam rahim. Endometrium sangat sensitif akan lingkungan hormonal. Ketika seorang wanita mengalami kehamilan, lapisan endometrium akan terpapar dengan hormon estrogen dan progesteron. Paparan hormonal tersebut telah terbukti mengurangi risiko kanker endometrium.

Childfree jelas melanggar norma sosial dan agama. Sebab memiliki anak adalah kebahagiaan dan fitrah manusia. Penelitian-penelitian juga menunjukkan hasil yang saling bertolak belakang terkait dengan manfaat childfree bagi kesehatan fisik dan kesehatan mental. Begitu pula dengan dampak kesehatan jangka panjang. Wanita yang tidak memiliki anak lebih mungkin mengalami kanker payudara, ovarium, dan endometrium.

Selain itu, wanita usia tua tanpa anak juga cenderung akan mengalami kematian yang lebih cepat. Data dari Japan Collaborative Cohort Study menemukan bahwa wanita tanpa anak berusia 40 tahun atau lebih memiliki tingkat kematian yang tinggi akibat semua penyebab kematian dibandingkan dengan wanita dengan anak. Peningkatan risiko kematian juga terjadi akibat kanker rahim, ovarium, dan kanker serviks.

Jadi, pilihan untuk tidak memiliki anak akan cenderung memberikan risiko kesehatan yang buruk pada wanita di masa tua. Berbagai alasan boleh menjadi dasar pilihan untuk childfree. Namun, pilihan untuk tidak berusaha memiliki keturunan ketika sudah menikah bukanlah hal yang bijak. Pelanggaran norma sosial dan agama hingga ancaman risiko kesehatan serta kematian jelas menjadi konsekuensi dari pilihan tersebut. Semoga kita dapat mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan sebelum menentukan keputusan. Termasuk keputusan untuk childfree. Jadi jangan sekedar ikut-ikutan trend influencer, tetapi kita tidak tahu dampak baik dan buruknya di masa depan.

Dari berbagai ulasan di atas tentunya sebuah pilihan kembali kepada kita, dengan segala risiko konsekuensi yang akan terjadi baik dari sisi positif atau sisi negatif. Namun demikian juga perlu adanya penelitian lebih dalam lagi untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari fenomena childfree yang ada saat ini.

 

Referensi :

https://kumparan.com/. 2021. Apa Itu Childfree dan Bagaimana Dampaknya?

Joanne Doyle, Julie Ann Pooley, dan Lauren Breen. 2013. A Phenomenological Exploration of the Childfree Choice in a Sample of Australian Women. Journal of Health Psychology, Vol.18, No. 3.

Leslie Ashburn-Nardo. 2017. Parenthood as a Moral Imperative? Moral Outrage and The Stigmatization of Voluntarily Childfree Women and Men. Sex Roles 76, no. 5-6 : 393-401.

Maria Letizia Tanturri and Letizia Mencari. 2008. Childless or Childfree? Paths to Voluntary Childlessness in Italy. Population and Development Review, Vol.34, No. 1 : 51-77.

Marsha D. Somers. A Comparison of Voluntarily Childfree Adults and Parents. Journal of Marriage and the Family 55, No. 3.

Rizka Rachmania. 2021. Mengenal Istilah Childfree, Keputusan untuk Tidak Memiliki Anak karena Pilihan.

Yunuen Ysela Mandujano-Salazar. 2019. Exploring the Construction of Adulthood and Gender Identity Among Single Childfree People in Mexico and Japan. SAGE Open, Vol. 9, No. 2

Taufiq Hidayat. 2022. Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Fenomena Childfree Citra Widyasari S. Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta : Jurnal Syariah dan Hukum Volume 20 Nomor 2 hlm : 399-414.