Kamis, 07 Juli 2022 10:29 WIB

Pengaruh Body Shaming pada Kepercayaan Diri Remaja

Responsive image
4434
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Banyak fase kehidupan yang dilalui, remaja menjadi fase yang sangat menarik, karena pada masa ini terjadi banyak perubahan baik secara psikis maupun fisiknya. Perubahan - perubahan yang terjadi terkadang dianggap aneh dan seringkali menimbulkan kebingungan sehingga menimbulkan gejolak emosi dan tekanan jiwa yang dengan demikian akan menjadikannya mudah menyimpang dari aturan dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.

Banyak terjadi perubahan yang sifatnya bahkan sangat signifikan, baik perubahan psikis dan juga fisiknya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja meliputi perubahan emosi, cara berpikir dan perubahan pada fisiknya. Salah satu perubahan yang dialami remaja yang tampak sangat signifikan adalah perubahan pada fisiknya, perubahan ini jelas sekali sangat terlihat. Pada remaja putra akan tumbuh jakun di lehernya seiring dengan suara yang mulai pecah atau berat, atau mulai tumbuh rambut-rambut halus di bagian-bagian tertentu pada tubuhnya, pertumbuhan tinggi yang drastis biasanya turut terjadi. Lain lagi dengan perubahan fisik pada remaja putri, memasuki masa remaja, remaja putri mengalami apa yang dinamakan dengan mestruasi, kondisi dimana keadaan rahim telah siap dibuahi namun tidak segera dibuahi kemudian akan menjadi luruh berbentuk darah atau gumpalan darah kecil.

Keadaan ini apabila dirasa oleh seseorang yang minim informasi dan dalam keadaan baru saja meninggalkan masa anak-anak yang tidak mengenal kondisi ini, itulah sebabnya membekali remaja putri dengan informasi seputar masa-masa yang akan dilaluinya menjadi sangat penting. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat ini tentu saja memiliki tantangan tersendiri bagi remaja sebab tidak semua orang beruntung memiliki fisik yang rupawan. Tidak sedikit orang yang memiliki hidung pesek, banyak orang yang jauh dari kata langsing. Banyak orang yang tingginya tidak sesuai dengan kebanyakan, warna kulit tidak banyak yang mendapatkan warna yang menyenangkan. Perubahan perubahan tersebut tentunya tidak lepas dari garis keturunanan yang orang tua atau keluarga wariskan.

Perubahan fisik ini memang memiliki tantangan yang sedikit rumit ditambah lagi dengan kondisi remaja yang memiliki kecenderungan mulai membangun hubungan sosial dengan teman sebaya. Hubungan yang dibangun dengan teman sebaya tentu tidak mudah dengan kondisi fisik yang tidak sesuai dengan citra kecantikan yang masyarakat idealkan.

Kita ketahui faktanya sesama teman sebaya tidak selalu mampu membuka diri untuk berteman dengan yang lainnya. Beberapa remaja bahkan menjadikan fisik sebagai kriteria yang menentukan pondasi untuk membangun hubungan pertemanan. Meskipun tidak sedikit yang mengabaikan fisik dalam membangun hubungan ini.

Hal ini dipandang rumit dikarenakan teman sebaya seringkali menyinggung perkara fisik dalam menjalin pertemanan meski tidak melulu sifatnya negatif. Fenomenanya, banyak dari teman dekat dalam usia remaja seringkali menjadikan fisik sebagai bahan ketawaan, tidak jarang memanggil temannya sendiri dengan kondisi fisik yang paling menonjol yang temannya miliki. Disadari ataupun tidak pada hakikatnya kondisi ini termasuk kedalam body shaming.

Body shaming secara tidak sadar sering kali terjadi di sekitar kita, terkhusus pada remaja. Misalnya saat seorang sahabat memanggil sahabatnya dengan panggilan “ndut” (gendut) karena kondisi fisik yang gendut. Ada pula yang memanggil “blacky? karena temannya memiliki pigmen warna cenderung gelap. Maksud panggilan ini tidak selamanya dalam konteks negatif, beberapa orang mengaku memanggil dengan panggilan tersebut sebagai panggilan kesayangan terhadap sahabatnya, akan tetapi para sahabat abai untuk menanyakan bagaimana perasaan orang yang dipanggil dengan demikian. Fenomena yang mirip dengan fenomena diatas sangat sering terjadi disekitar kehidupan kita kerena kurangnya perhatian masyarkat terhadap isu body shaming.

Body shaming, melihat dari yang melatar belakangi terjadinya adalah karena citra tubuh yang telah dibentuk sejak dulu, melalui majalah citra tubuh yang cantik ditampilkan sebagai seseorang yang tinggi, berkulit putih, memiliki hidung macung yang kecil, langsing, alis tebal dan melengkung, bibir tipis dan sebagainya. Di media sosial lainnya pun demikian, orang-orang selalu menampilkan dirinya yang sesuai dengan citra tubuh indah. Di instagram, memposting foto yang kelihatan lebih kurus untuk yang sebenarnya memiliki tubuh yang gemuk, menggunakan efek kamera agar kelihatan lebih putih atau semacamnya. Itulah mengapa body shaming terjadi karena doktrin dari citra tubuh yang telah dibentuk ditengah masyarakat kita sejak dulu. Pada umumnya masyarakat menganggap body shaming bukan sebagai isu yang membutuhkan perhatian khusus.

Perlu kita ketahui bahwa arti dari body shaming merupakan tindakan yang mengomentari atau mengeluarkan pendapat kepada seseorang ataupun diri sendiri mengenai tubuh yang dimilikinya. Kritikan yang diberikan bukanlah kritikan yang bersifat membangun, melainkan dengan maksud untuk menjatuhkan orang lain atau mempermalukannya melalui fisik yang dimiliki, body shaming juga merupakan tindakan mengomentari diri sendiri sebagai bentuh rendah diri atau kurangnya rasa syukur yang dimiliki.

Selanjutnya dikatakan bahwa body shaming yang terjadi secara terus menerus terhadap orang lain akan mendatangkan dampak depresi kepada korbannya karena perasaan stres dan tertekan terhadap lingkungan sekitar yang dianggap tidak dapat menerima keberadaannya karena kondisi fisik yang dimiliki tidak sesuai dengan citra tubuh ideal yang terbentuk di tengah masyarakat.

Adapun ciri dari tindakan body shaming dapat kita ketahui dari beberapa tindakan di antaranya. Mengkritik bentuk fisik diri sendiri dan membandingkannya dengan diri orang lain yang dirasa lebih baik dari diri sendiri seperti “Diamah enak, putih. Lah aku buluk” atau dengan redaksi yang mirip lainnya. Mengkritik bentuk tubuh orang lain di depan orang tersebut, baik itu basa basi, bercanda atau serius. Seperti “Hidung kamu besar yaa, pasti puas deh bernafas.” Mengkritik bentuk tubuh orang lain tapi tidak di depan orang tersebut, atau tanpa diketahui orang yang sedang dikritik. Seperti “Eh lo tau ga, si itu kurus banget seperti papan”. Selain ciri tindakan body shaming, juga kita ketahui ada beberapa bentuk dari body shaming di antaranya :

•       Fat shaming

Dilakukan dengan mengomentari ukurun tubuh seseorang yang dianggap tidak sesuai dengan standar citra tubuh yang ideal. Hal ini biasa dilakukan dengan memanggil orang tersebut dengan menggunakan nama-nama hewan yang memiliki ukuran besar, gajah, badak, panda misalnya. Hal ini sebagai bentuk mendeskripsikan bahwa seseorang yang dianggap gemuk masuk ke dalam kategori ini.

•       Skinny shaming

Berbeda dengan fat, skinny adalah mengomentari bentuk tubuh seseorang yang kecil, tentu saja adalah ukuran yang tidak sesuai dengan standar ideal. Misalnya dengan memanggil dengan kurus, kurang gizi atau lainnya.

•       Rambut Tubuh / Tubuh Berbulu

Mengkritik tubuh seseorang karena rambut-rambut yang tumbuh di tubuhnya, baik itu karena sedikit, seperti alis yang sedikit memanggilnya dengan sebutan tuyul, atau karena tumbuh begitu banyak memanggilnya dengan sebutan kera.

Adapun dampak yang ditimbulkan dari body shaming sendiri, dapat mengakibatkan gangguan psikis pada korbannya, gangguan tersebut di antaranya adalah gangguan makan seperti di antaranya bulimia nervosa, anorexia nervosa, binge eating, dan lain sebagainya. Lalu gangguan lain yang akan dialami adalah depresi dan juga rasa malu sehingga memunculkan ketidakpercayaan diri. karenanya mulailah orang-orang berusaha untuk menjadikan citra tubuh yang lebih ideal. Oleh karenanya hal tersebut berpengaruh pada kepercayaan diri pada remaja. Secara eksiomatis, dapat diyakini bahwa dewasa ini tidak ada yang sempurna, yang dapat melakukan segala hal dengan sangat baik. Faktanya adalah bahwa setiap individu adalah berbeda. Secara alami setiap orang menyadari kekurangan yang dimilikinya masing-masing, dan tidak ada seorang pun yang tidak memiliki perubahan, namun tidak berarti kekurangan menjadi melemahkan. Kadangkala, individu memberikan respon berlebihan terhadap kekurangan yang dimiliki, padahal bisa jadi kekurangan tersebut menurut orang lain merupakan hal yang wajar. Menjadi manusiawi jika merasa kekurangan, namun pola pikir pribadilah yang mengganggu banyak hal untuk berproses dengan baik. Kekurangan-kekurangan mulai melemahkan dan menjadikan merasa tidak berdaya tidak percaya diri. Hal pasti tentang kepercayaan diri bahwa kepercayaan diri tidaklah arogansi, sikap sombong, membanggakan diri, dan pamer. Anggapan tentang arogansi adalah bentuk kepercayaan diri sering kali dijadikan argumentasi yang dianggap layak oleh orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan diri.

Bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup seseorang yang memiliki aspek kepribadian berupa keyakinan terhadap kemampuan diri sehingga tidak terpengaruh dan dapat bertidak sesuai kehendak, gembira, optimis, toleransi, dan bertanggung jawab. Kepercayaan diri adalah sesuatu yang sangat penting yang harus dimiliki oleh sesorang, baik itu oleh orang tua pun orang anak, baik secara individu atau kelompok karena dari kepercayaan dirilah seseorang dapat mengaktulisasikan potensi dirinya. Dengan demikian tentunya kepercayaan diri pada remaja dari korban body shaming, perlu dukungan dari keluarga, teman, maupun sahabat sebagai rasa simpati sehingga dapat memupuk rasa kepercayaan diri.

 

 

 

 

 

Referensi        :

1.      Chairani, Lisya. Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Hlm 12 2018.

2.      Hannan Athiyah Ath-Thuri. Mendidik Anak Perempuan di Masa Remaja. Jakarta : AMZAH, 2007, hal 145.

3.      Lisya Chairani. Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Vol 26 No 1, 2018 hlm 5.

4.      M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2011, 34.

5.      Ros Taylor. Confidence in Just Seven Days. Jogjakarta, Diva Press, 2003 hlm. 19.

6.      Surya A. F. Dampak Body Shaming sebagai Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan. Skripsi Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Social Ilmu Folitik, Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2019, Hlm 3.

7.      Sumi Lestari. Bullying or Body Shaming? Young Women in Patient Body Dysmorphic Disorder (Philanthrophy Journal of Psychology, Vol 3 Nomor 1 (2019)). Departemen of Psychology, Universitas Briwijaya Malang.

8.      Yudrik Jahja. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Kencana, 2011, hal 234.

9.      Yusuf Al Uqshari. Percaya Diri Pasti. Jakarta, Gema Insani, 2005, hlm 45.

10.   Zulkifli L. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012, hal 63.