Kamis, 22 September 2022 08:14 WIB

Mengenal Obat-obatan pada Gangguan Bipolar

Responsive image
18428
apt. Nur Aini Fatmawati, S.Farm - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Gangguan bipolar adalah gangguan pada mood (emosi) yang ditandai dengan mood dramatis. Gangguan mood ini disertai dengan perubahan perilaku, pikiran, dan energi secara signifikan. Gangguan bipolar ini sifatnya kronik dan berat dan mood dapat berubah dari sangat meningkat menjadi sangat menurun. Antara mood naik dan turun tersebut, terdapat mood normal. Gangguan bipolar dibagi menjadi gangguan bipolar 1 dan gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ditandai dengan satu episode manik (euforia di luar batas) dapat didahului atau diikuti dengan episode depresi mayor atau hipomania (gangguan suasana hati dari aktif dan semangat kemudian murung). Gangguan bipolar 2 ditandai dengan minimal satu episode hipomania dan satu episode depresi berat.

Terapi gangguan bipolar dilakukan dengan pengobatan dan tanpa pengobatan. Terapi tanpa pengobatan dilakukan dengan psikoterapi, terapi relaksasi, yoga, edukasi jadwal tidur secara teratur, asupan makanan bergizi, dan olahraga. Target terapi gangguan bipolar yaitu mengatasi gejala perubahan mood, mencegah kekambuhan, mengembalikan fungsi psikososial, dan menghindari pemicu gangguan mood. Kepatuhan terhadap obat dan pencegahan efek samping obat juga turut menjadi target pengobatan. Dalam mencapai target pengobatan, pasien dan keluarga dapat dilibatkan dengan memantau gejala sehari-hari berkaitan dengan mood.

Obat-obatan yang dapat digunakan pada kondisi akut terdiri dari lithium, valproat, carbamazepin, aripiprazol, olanzapine, risperidone, dan quetiapine. Lithium, valproat, aripiprazol, olanzapine, dan lamotrigine merupakan pilihan untuk terapi pemeliharaan pasien yang sudah stabil dengan tujuan untuk mencegah kekambuhan. Lithium merupakan terapi pilihan untuk penanganan mania dan pencegahan bunuh diri. Lithium memberikan pengaruh pada pelepasan serotonin dan norepinefrin di susunan saraf pusat. Dosis lithium 2-3 x 300-400 mg per hari dengan pengawasan kadar lithium dalam darah karena obat termasuk dalam indeks terapi sempit. Pemberian lithium pada gagal ginjal dan lanjut usia perlu diperhatikan dan dihindari pada pasien gagal jantung. Pada wanita hamil. lithium perlu dihindari karena menyebabkan gangguan pembentukan wajah janin. Efek samping lithium diantaranya tremor, peningkatan berat badan, dan penurunan kadar tiroid.

Lithium cepat diserap dalam tubuh, tetapi tidak terikat dengan protein dan tidak dimetabolisme sehingga obat dikeluarkan dalam bentuk tidak berubah, Respon terapi setelah pengobatan baru terlihat 6-8 minggu. Efek lithium dapat berkurang bila pasien menggunakan alkohol, Kombinasi lithium dengan antikonvulsan memberikan efek yang baik terhadap gejala bipolar I, Namun, kombinasi tersebut dapat meningkatkan efek samping mengantuk, peningkatan berat badan, dan tremor. Kombinasi lithium dengan generasi pertama antipsikotik berefek toksik pada saraf bila diberikan pada pasien lanjut usia. 

Antikonvulsan meliputi carbamazepin dan valproat bekerja dengan menghambat potensial aksi berulang dengan berikatan pada kanal natrium. Ikatan dengan kanal natrium akan menghambat potensial aksi neuron dan menghambat kanal kalsium. Aktivitas obat tersebut akan memberikan efek antikejang dan penstabil mood.  Valproat perlu dihindari selama kehamilan karena efek samping toksik pada liver. Efek samping yang dapat ditimbulkan valproat diantaranya peningkatan berat badan, gangguan pencernaan, tremor, dan rambut rontok.    

Valproat dapat diberikan pada episode manik akut dan mencegah depresi pada pasien bipolar. Kombinasi valproat dengan carbamazepin memberikan efek baik, tetapi membutuhkan pemantauan kadar obat dalam darah. Kombinasi valproat dengan generasi kedua antipsikotik dapat mengatasi mania, tetapi efek samping mengantuk dan peningkatan berat badan juga lebih besar. Dosis valproat untuk bipolar berkisar 250-500 mg dua kali sehari. Jika pasien sudah stabil, dosis valproat dapat diturunkan menjadi satu kali sehari saat mau tidur.

Carbamazepin diindikasikan untuk terapi bipolar pada kondisi akut dan pemeliharaan. Carbamazepin mempercepat metabolisme antidepresan, antikonvulsan, dan antipsikotik sehingga bila diberikan bersama perlu penyesuaian dosis obat-obatan tersebut. Carbamazepin bila diberikan bersama dengan obat penghambat CYP3A4 seperti itraconazol, ketokonazole, erythromycine, fluoxetine, fluvoxamine, dan verapamil meningkatkan kadar dan toksisitas carbamazepin. Carbamazepin tidak dapat diberikan bersama generasi kedua antipsikotik karena efek samping hambatan fungsi sumsum tulang belakang. Dosis carbamazepin yang diperlukan untuk terapi 400-600 mg perhari dengan dosis maksimal 10-15 mg/kg berat badan perhari.

Obat antipsikotik juga dapat diberikan pada pasien bipolar baik monoterapi, maupun diberikan bersama dengan lithium atau antikonvulsan. Baik generasi pertama antipsikotik, maupun generasi kedua antipsikotik dapat diberikan dan efektif pada pengatasan cemas, gangguan emosi, dan gejala psikosis.  Dosis tinggi diperlukan pada gejala akut kemudian dosis dapat diturunkan setelah kondisi pasien stabil. Alternatif terapi yang dapat diberikan meliputi obat golongan benzodiazepin yaitu klonazepam dan lorazepam bila pasien tidak dapat menggunakan obat penstabil mood. Beberapa kelompok pasien yang memerlukan perhatian ketika mendapat obat penstabil mood yaitu ibu hamil, menyusui, dan lanjut usia. Sebagian besar obat penstabil mood akan berdampak pada janin sehingga dosis perlu disesuaikan dan terdapat obat yang perlu ditambahkan untuk meminimalkan resiko efek samping pada janin. Pada pasien lanjut usia, perubahan fungsi fisiologis akan mempengaruhi perjalanan obat dalam tubuh sehingga kelompok pasien ini rentan mengalami efek samping obat. 

Referensi :

Direktorat Pelayanan Kefarmasian. 2021. Pedoman Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta : Kementerian Republik Indonesia

Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. New York : Mc Graw Hill

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016.