Selasa, 05 Juli 2022 13:35 WIB

Upaya Prevensi Cedera Muskuloskeletal pada Perawat karena Tindakan Transfer Pasien

Responsive image
1741
Ners. Nisriina Luthfiyah - RS Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

Perawat merupakan salah satu pekerjaan yang berisiko mengalami gangguan pada kesehatan. Hal tersebut dikarenakan perawat memiliki beban pekerjaan yang besar sehingga menuntut perawat bekerja lebih maksimal (Firdausi, 2016). Perawat menghabiskan 20% waktu bekerja untuk melakukan transfer pasien dan mobilisasi (Vendittelli, Penprase, dan Pittiglio, 2016). Hal tersebut menyebabkan perawat mempunyai risiko tinggi mengalami cedera muskuloskeletal. Cedera muskuloskeletal yang dapat dialami perawat karena kegiatan transfer pasien dan mobilisasi dapat mempengaruhi kehidupan, kualitas hidup, dan kepuasan kerja dari perawat (Richardson et al., 2018). Faktor yang mempengaruhi terjadinya cedera muskuloskeletal adalah jadwal kerja yang padat. Selain jadwal kerja yang padat, beban kerja yang tinggi juga dapat mempengaruhi hal tersebut (Bazazan, 2019). Gangguan kesehatan seperti cedera muskuloskeletal yang muncul akibat aktifitas perawat tersebut diantaranya adalah nyeri di lutut, bahu, leher, punggung atas, dan punggung bawah (Bazazan, 2019). Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya nyeri punggung bawah antara lain pekerjaan berat dengan gerakan yang menimbulkan cedera otot dan saraf, posisi tidak bergerak dalam waktu yang lama, dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena kurang istirahat (Patrianingrum, 2015). Adapun penyebab paling sering nyeri punggung bawah adalah Herniated Nucleus Pulposus (HNP) atau sering disebut saraf kejepit. Herniated Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau nukleus pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nukleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan
penekanan radiks saraf (Yusuf, 2017). Penyebab terjadinya HNP karena melakukan tindakan dari satu pasien ke pasien lain dengan cepat, mengangkat dan mendorong pasien, posisi yang tidak ergonomis dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena kurang adanya istirahat. Posisi ergonomis adalah perilaku penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stres atau beban yang akan dihadapi (Bunga, 2017). Tujuan dari ergonomis adalah untuk menyediakan tempat kerja yang didesain untuk memastikan keterbatasan biomekanik, fisiologikal, dan psikososial dari orang yang ada di dalamnya tidak terlampaui (Matz, 2019). Perilaku ergonomis mempunyai sejumlah prinsip atau pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja, diantaranya: 1) Bekerja dalam posisi normal, 2) Mengurangi beban berlebihan, 3) Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan, 4) Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh, 5) Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan, 6) Meminimalisasi titik beban, 7) Mencakup jarak ruang, 8) Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman (tidak bising, suhu lingkungan normal, pencahayaan baik dan lain-lain), 9) Melakukan gerakan, olah raga dan peregangan saat bekerja, 10) Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti, 11) Mengurangi stress (Dewi, 2019). Selain prinsip-prinsip tersebut, Safe Patient Handling and Mobility (SPMH) juga penting untuk dilakukan. SPMH merupakan pelibatan penggunaan alat asertif pada proses transfer pasien untuk memastikan
keamanan pasien dan mencegah pelaksanaan transfer pasien secara manual yang memiliki risiko tinggi menyebabkan cedera (US Department of Veterans Affairs, 2015). Beberapa contoh alat asertif tersebut adalah Patient Lateral Transfer Device, HoverMatt®, Scaleo Medical-Poweo®, Maxi Move, Easy Move.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ergonomis adalah conation atau kemauan. Conation atau kemauan merupakan sikap seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Conation dalam praktiknya belum ditunjukkan oleh perawat. Hal ini dapat terlihat dari perilaku perawat ketika melakukan tindakan ke pasien atau melakukan transfer pasien. Perawat tidak memposisikan tubuh atau tulang belakang dengan posisi yang baik sehingga beresiko terjadinya nyeri punggung bawah. Penerapan perilaku ergonomi ini tidak dapat terbentuk secara singkat dan dibutuhkan waktu yang lama untuk membentuk perilaku ergonomis. Selain itu tidak diterapkannya posisi ergonomis disebabkan karena kurang terpaparnya informasi terkait prinsip-prinsip perilaku ergonomis. Rumah sakit perlu berfokus untuk membentuk budaya keselamatan dari aspek organisasional dan lingkungan termasuk penerapan transfer pasien dan mobilitas yang aman (Vendittelli, Penprase, dan Pittiglio, 2016). Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk membentuk budaya tersebut. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya membentuk budaya keamanan dan mencegah cedera muskuloskeletal pada petugas kesehatan, terutama perawat, yaitu 1) kolaborasi antara occupational health professionshospital nurse educators, dan administrator dibutuhkan untuk menjaga budaya keselamatan organisasi, 2) perawat harus melaporkan adanya cedera muskuloskeletal, 3) perawat harus berani untuk menolak aktivitas yang berada pada situasi Safe Patient Handling and Mobility (SPHM) yang tidak aman, 4) penggunaan alat bantu untuk memindahkan pasien, dan 5) adanya sesi edukasi dan training khusus mengenai keamanan transfer pasien dan mobilisasi sesuai dengan panduan yang ada (Vendittelli, Penprase, dan Pittiglio, 2016; Meepradit, 2018).

 

DAFTAR PUSTAKA

Bazazan, A., et al.(2019). Association of musculoskeletal disorders and workload with work
schedule and job satisfaction among emergency nurses. Elsevier Ltd.44.8-13

Bunga, D. N. F. H., Joni Haryanto & Abu Bakar. (2019). Realtionship Between Conation and
Nurse Ergonomic Behavior in Prevention of Low Back Pain
. International Journal
of Nursing and Healtth Services (IJNHS) Volume 2, Issue 4. Hal 261-265

Chung Y, et al. Risk of musculoskeletal disorder among Taiwanese nurses cohort: a
nationwide population-based study. BMC musculoskeletal disorders. 2013;14: 144.

Dewi, Nur Fadilah. (2019). Risiko muskculoskeletal disorder (MSDs) pada perawat instalasi gawat darurat (IGD). Jurnal Vokasi Indonesia 7(2) 39 - 45

Firdausi, R. (2016). Hubungan Circadian Rhythm Sleep Disorders (CRSD) dengan Motivasi Kerja Perawat di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 26 Februari 2020 dari : http://eprints.ums.ac.id/44433/8/04.pdf

Matz, Mary W. (2019). Patient handling and mobility assessments: A white paper. US: FGI Patrianingrum, M., Oktaliansah, E., & dan Surahman, E. (2015). Prevalensi dan Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif, IV(1), 47-56

Meepradit, P, et al. (2018). The Effectiveness of the Lateral Patient Transfer Device to Reduce Musculoskeletal Risk among Practical Nurses in a Hospital,Thailand. Journal of Biosciences and Medicines. DOI: 10.4236/jbm.2018.65006.(6).46-61

Richardson, A., et al.(2019). Perspectives on preventing musculoskeletal injuries in nurses: A qualitative study. John Wiley & Sons Ltd.6. 915-929

US Department of Veterans Affairs. (2015). Safety Patient Handling and Mobility (SPHM). Diakses dari https://www.publichealth.va.gov/employeehealth/patient-handling/index.asp pada tanggal 28 Feruari 2020

Vendittelli, D, Barbara Penprase, & Laura Pittiglio. (2016). Musculosceletal injury prevention for new nurses. Workplace Health & Safety 64(12) 573 - 585

Yusuf, A. W. (2017). Hubungan Antara Derajat Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dengan Derajat Nyeri Punggung Bawah di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar. Diakses pada tanggal 26 Februari 2020 dari : http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/.pdf