Rabu, 24 Agustus 2022 09:26 WIB

Dampak Buruk Kecanduan Game pada Anak Usia Remaja

Responsive image
21227
Ns. Frediana Pegia Hartanti, S.Kep - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Saat ini peminat game online di Indonesa sangat meluas. Pada era digital sekarang game sangat pesat perkembangannya. Produk yang digemari anak usia remaja sekarang adalah game online. Seharusnya game online dimanfaatkan seaagai hibuaran tetapi yang sering terjadi game online dimainkan secara berlebihan dan digunkan sebagai tempak melarikan diri dari realitas kehidupan, sehingga terjadi kecanduan. Hal ini berakibat buruk terhadapa berbagi aspek kehidupan remaja. Menurut WHO kecanduan bermain game masuk dalam kategori gangguan jiwa baru yang disebut gaming disorder (GD). Gaming disorder akan diusulkan  dibawah kategori besar gangguan penyalahgunaan zat atay erilaku adiktif. Dampak bermain game hampir sama dengan kecanduan obat-obatan terlarang atau kecanduan alcohol. Kecanduan game sering ditandai dengan ketidakmampuan diri untuk mengendalikan keinginan bermain, sehingga susah atau tidak mampu menghentikan perilaku tersebut terlepas dari segala cara yang dilakukan untuk berhenti.

Remaja dianggap lebih rentan kecandaan game daripada orang dewasa. Periode ketidakstabilan menjadikan remaja cenderung mudah terjerumus terhadap percobaan hal-hal yang dianggap baru (Jordan & Andersen, 2016). Masa remaja juga lekat dengan stereotype periode bermasalah (Hurlock, 2010), yang keinginan untuk mencoba terhadap hal baru tersebut berisiko menjadi perilaku yang bermasalah. Akibatnya, remaja yang kecanduan game online cenderung kurang tertarik terhadap kegiatan yang lainnya, merasa gelisah saat tidak dapat bermain game online (Jannah, Mudjiran, & Nirwana, 2015).

Penyebab kecanduan game adalah seseorang merasa senang kemudian otak mengailkan dopamine, horman yang membuat bahagia. Dalam kondisi normal hal tersebut akan membuat kecandua. Obyek yang membuat senang merangsang otak mengasilkan dopamine yang berlebihan. Jumlah dopamine yang berlebih akan mengacaukan kerja hipotalamus, yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab mengatur emosi, dan membuat suasana hati menjadi percaya diri, bersemangat,dan rasa bahagia yang tidak wajar. Hal ini membuat  tubuh yang secar otomatis ketagihan daan ingin merasakan lagi. Durasi yang berulang ini yang membuat menggunakan candu secara berulang dengan durasi yang lebih tinggi, Jika hal ini terjadi terus menerus secara berkepanjngan yang terlalu lama akan merusak reseptor dan menyebabkan otak kecanduan.

Penelitian yang dilakukan Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja (2013) mengungkapkan bahwa 10,15% remaja di Indonesia terindikasi mengalami kecanduan game online. Artinya, 1 dari 10 remaja di Indonesia terindikasi mengalami kecanduan game online. Fenomena kecanduan game online ini semakin meluas dan memprihatinkan, karena banyaknya remaja yang menjadi pecandu game online. Ghuman & Griffiths (2012) menjelaskan ada masalah yang timbul dari aktivitas bermain game online yang berlebihan, di antaranya kurang peduli terhadap kegiatan sosial, kehilangan kontrol atas waktu, menurunnya prestasi akademik, relasi sosial, finansial, kesehatan, dan fungsi kehidupan lain yang penting. Bahaya utama yang ditimbulkan akibat kecanduan game online adalah investasi waktu ekstrem dalam bermain (Baggio et al., 2016). Penggunaan waktu yang berlebihan untuk bermain game online membuat terganggunya aktivitas pada kehidupan sehari hari.

Gangguan ini  secara nyata telah mengubah prioritas remaja, yang menghasilkan minat sangat rendah terhadap sesuatu yang tidak terkait game online (King & Delfabbro, 2018). Remaja yang kecanduan game online semakin tidak mampu untuk mengatur waktu bermain. Hal ini menyebabkan remaja mengabaikan dunia nyata dan peran di dalamnya. Kecanduan game online dapat memberikan dampak negatif atau bahaya bagi remaja yang mengalaminya. Dampak yang akan muncul akibat kecanduan game online meliputi lima aspek, antara lain aspek kesehatan, aspek psikologis, aspek akademik, aspek sosial, dan aspek keuangan (King & Delfabbro, 2018: Sandy & Hidayat, 2019).

Untuk itu game online sebagai bentuk dari perkembangan teknologi yang perlu disikapi dengan bijak supaya tidak berdampak buruk pada anak usia remaja. Oleh karena itu perlu diberikan upaya pencegahan untuk mengindari kecanduan game.

 

Referensi:

Baggio, S., Dupuis, M., Studer, J., Spilka, S., Daeppen, J. B., Simon, O., Gmel, G. (2016). Reframing video gaming and internet use addiction: Empirical cross-national comparison of heavy use over time and addiction scales among young users. Addiction, 111(3), 513–522. doi: 10.1111/add.13192

Ghuman, D., & Griffiths, M. D. (2012). A Cross-Genre Study Of Online Gaming: Player Demographics, Motivation For Play And Social Interactions Among Players. International Journal of Cyber Behavior, Psychology and Learning, 2(1), 13–29.

Jannah, N., Mudjiran, M., & Nirwana, H. (2015). Hubungan Kecanduan Game Dengan Motivasi Belajar Siswa dan Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling. Konselor, 4(4), 200–207. doi: 10.24036/02015446473-0-00

Jap, T., Tiatri, S., Jaya, E. S., & Suteja, M. S. (2013). The development of Indonesian online game addiction questionnaire. NOVRIALDY 156 Buletin Psikologi PLoS ONE, 8(4), 4–8. doi: 10.1371/ journal.pone.0061098

Jordan, C. J., & Andersen, S. L. (2016). Sensitive Periods Of Substance Abuse: Early Risk For The Transition To Dependence. Developmental Cognitive Neuroscience, 25(10), 29–44. doi: 10.1016/j.dcn.2016.10.004

King, D. L., Delfabbro, P. H., Zwaans, T., & Kaptsis, D. (2014). Sleep interference effects of pathological electronic media use during adolescence. International Journal of Mental Health and Addiction, 12(1), 21–35. doi: 10.1007/s11469-013- 9461-2