Seringkali bila kita perhatikan ketika berada di tempat umum, kita akan menemui peristiwa dimana terdapat anak-anak usia dini yang menangis, berteriak, hingga menghentak-hentakkan kaki ataupun merajuk dengan duduk di lantai sembari menendang-nendangkan kakinya. Beberapa pertanyaan yang terkadang dilontarkan kepada orang tua anak adalah apakah perilaku tersebut juga terjadi di rumah, ataukah hanya ketika berada di tempat umum. Sebagian orang berpikir bahwa apa yang dilakukan sang anak adalah drama agar orang tua merasa perlu menuruti keinginan anak-anak mereka agar drama tersebut dapat segera berhenti. Lalu, darimana anak-anak belajar memainkan drama tersebut? Ternyata, kondisi seperti yang telah disebutkan sebelumnya disebut dengan Temper Tantrum.
Rudolph Dreukurs seorang pakar pengasuhan anak menekankan bahwa alasan utama yang menyebabkan anak-anak berperilaku buruk ialah keputusasaan, dimana anak-anak yang putus asa seringkali menuntut perhatian yang tidak semestinya, dan orang tua biasanya menanggapinya dengan mencoba memaksakan kehendak mereka terhadap anak-anak, yang menyebabkan orang tua terjebak didalam siklus ini, dan benar-benar menghukum anak atas perilaku mereka yang buruk.
Salah satu bentuk ekspresi emosional dalam bentuk kemarahan yang meledak-ledak pada anak dikenal dengan perilaku tantrum, yang dapat dikategorikan sebagai perilaku yang buruk berdasarkan perspektif sebagian orangtua.
Definisi:
Sekalipun dalam bentuk perilaku yang agresif, perilaku ini bukanlah perilaku permanen yang abnormal. Ini terjadi karena ketidaknyaman yang dirasakan oleh anak dengan beberapa sebab seperti lapar, ngantuk, sakit, keinginannya terhalangi, orang tua salah merespon kebutuhan anak, diserang atau dikritik, dirampas permainannya atau bertemu dengan orang asing dan beberapa sebab lainnya. Pola pengasuhan yang tidak konsisten juga berkontribusi besar terhadap perilaku ini termasuk jika orang tua terlalu memanjakan dan menuruti keinginan anak. Karena ini adalah perilaku normal, maka orang tua perlu meresponnya secara tepat dan proporsional, sebab jika salah dalam memberikan perlakuan akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak.
Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap “sulit”, dengan ciri-ciri:
Kebanyakan tantrum terjadi di tempat dan waktu tertentu. Biasanya di tempat-tempat publik setelah mendapatkan kata “tidak” untuk sesuatu yang mereka inginkan. Tantrum biasanya berhenti saat anak mendapatkan apa yang diinginkan.
Secara tipikal tantrum mulai terjadi pada saat anak mulai membentuk sense of self. Pada usia ini anak sudah cukup untuk memiliki perasaan “me” dan “my wants”, tetapi mereka belum memiliki keterampilan yang memadai bagaimana cara memuaskan keinginan mereka secara tepat. Tantrum puncaknya pada usia 2-4 tahun.
Perilaku tantrum adalah sebuah persitiwa yang umum dialami oleh anak, sehingga orangtua tidak perlu terlalu risau jika menghadapi anak yang seperti ini. Terpenting adalah bagaimana orangtua atau pengasuh untuk dapat mengontrol emosi dan mengambil tindakan yang tepat.
Referensi:
Lestari, W. A., Putri, C. E., Sugiarti, R., & Suhariadi, F. (2021). Pengelolaan perilaku tantrum oleh ibu terhadap anak usia 12-48 bulan. Proyeksi, 16(1), 208–219.
Suzanti, M. W., Riyani, E., Istiqomah, A., & Ihtiar, C. (2015). Efektivitas finger painting untuk menurunkan perilaku temper tantrum pada anak KB PK Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Anak. https://doi.org/10.21831/jpa.v3i1.3055
Syamsuddin. (2013). Mengenal perilaku tantrum dan bagaimana mengatasinya. Informasi, 18(02), 73–82.
Sumber gambar: https://www.momsindonesia.com/article/bayi-anak/do-and-don-t-saat-anak-tantrum
( DOC,PROMKES RSMH)