Senin, 04 Juli 2022 12:08 WIB

Kenali Berbagai Manifestasi Klinis pada Sindrom Guilllain Barre

Responsive image
8051
dr. Mieke A. H. N. Kembuan, Sp. N(K) - RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado

Sindrom guillain Barre (SGB) merupakan suatu penyakit di bidang saraf yang menimbulkan kelemahan yang dimulai dari kedua kaki yang menjalar hingga ke lengan dan beresiko menimbulkan gangguan pernapasan. Penyakit ini dikenal sebagai salah satu gangguan autoimun dan dapat juga disebabkan oleh virus. Penyakit ini mengenai saraf perifer yang mengganggu gerak otot dan sensorik.

Kasus SGB dalam beberapa hari dan minggu dapat menimbulkan gejala lainnya seperti diare hingga gangguan pernapasan. Tidak hanya respon autoimun, respon dari virus Campylobacter jejuni juga bisa sebagai pemicu gejala guillain barre sindrom. Virus lainnya yang berperan dalam sindrom ini seperti cytomegalovirus, dan virus Epstein Barr.

Sistem imun berfungsi untuk menjaga stabilisasi tubuh agar terhindar dari penyakit. Gangguan autoimun yang semakin meningkat disebabkan oleh kekebalan tubuh menyerang tubuh, pada kasus ini SGB ini dimana sistem kekebalan tubuh menyerang saraf tepi dengan menimbulkan gejala seperti kebas pada kedua kaki, kram, nyeri.

Manifestasi klinis pada Sindrom Guillian Barre

Antibodi pada saraf tepi yang menyerang dirinya sendiri mempengaruhi mekanisme imun seluler. Rasa nyeri menjadi gejala awal ditimbulkan oleh sindom ini, disamping rasa kaku pada malam hari, nyeri saat bergerak juga dikeluhkan pada 80% pasien penderita SGB

Perubahan mobilitas otot juga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari Gejala seperti nyeri dan kaku dapat bertahan dalam tempo waktu beberapa minggu. Kelemahan pada kaki akan terasa lebih berat daripada lengan.

Kelemahan pada sindrom guilaiin barre bersifat ascending dimana kelemahannya dimulai dari tungkai bawah hingga naik ke atas secara perlahan sehingga melibatkan otot-otot besar seperti otot perut, otot dada, otot panggul dan anggota gerak atas. Kelumpuhan dapat bertahan bervariasi dimana berlanjut hingga hari ke 10 dan menetap sampai ke titik nadir hingga 4 minggu.

Selain kelemahan ekstrimitas yang menjadi gejala utama kelemahan otot-otot pernafasan orofaringeal dapat terlibat pada kasus yang berat, juga bisa terdapat peningkatan nadi, dan gangguan irama jantung. Kasus SGB berat dapat menimbulkan gangguan kesadaran bersamaan gangguan pernapasan yang dapat muncul sampai minggu ke – 8.

Manifestasi klinis sesuai Tipe Sindrom Guillian Barre

Tipe SGB sangat beragam, bergantung pada antibodi yang merusak jaringan saraf sehingga menimbulkan demielinesasi. Tidak hanya itu,manifestasi klinis pada masing-masing tipe SGB juga berbeda-beda, yang dirangkum seperti di bawah ini.

Tipe AIDP (Acute Inflammatory Demyelinating Poliradiculopathy). SGB tipe AIDP menimbulkan gejala kelumpuhan simetris yang semakin memberat, merupakan tipe SGB tersering.

Tipe AMAN (Acute Motor Axonal Neuropathy), disebabkan oleh antibodi seperti GM1 dan GD1a yang menimbulkan gejala seperti kelemahan simetris, gangguan otot menelan dan otot wajah, hingga gangguan pernapasan. SGB tipe AMAN berhubungan erat dengan infeksi C. Jejuni

Tipe AMSAN (Acute Motor-sensory Axonal Neuropathy), disebabkan oleh adanya kerusakan dan degenerasi saraf yang menimbulkan hilangnya fungsi sensoris.

Tipe Miller Fisher, disebabkan oleh demielinisasi dari antibodi GQ1b, GD3, dam GTIa, menimbulkan gejala seperti gangguan keseimbangan (ataksia), kelemahan otot saraf wajah dan kelumpuhan otot mata.

Tatalaksana pada Sindrom Guillian Barre

Pada sebagian kasus, penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan pengobatan sesuai dengan gejala yang dialami. Fungsi utama terapi adalah mengurangi keparahan serta mempercepat proses penyembuhan. Kesembuhan pada penderita SGB juga dinilai dari tingkat keparahan sehingga beberapa penderita SGB juga memiliki waktu yang cukup lama untuk mencapai masa penyembuhan. Obat metilprednisolon merupakan obat golongan kortikosteroid dinilai dapat mengurangi tingkat kejadian SGB.

Tatalaksana Plasmaperesis adalah metode perpisahan komponen darah dan plasma dari sel darah. Plasma akan digantikan komponen salin atau albumin sehingga dapat memasukkan plama baru ke dalam sel. Plasmaperesis diberikan dalam 2 minggu dengan menghilangkan kompleks imun dan antibodi yang memicu terjadinya penyakit dan digantikan dengan plasma yang baru.

Terapi SGB dengan imunoglobulin intravena bekerja menghambat autoantibodi dan sekaligus menekan produksi autoantibodi sehingga kerusakan yang lebih berat dapat dibendung. Imunoglobulin intravena dinilai memiliki efek samping yang lebih rendah ketimbang plasmaperesis. Pemberian sebanyak 400 mg per kilogram berat badan selama 6 hari menjadi dosis optimal dengan efek samping yang lebih ringan.

 

Referensi
1. Aninditha T, Winnug, editors. Buku Ajar Neurologi Jilid 2. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Leonhard SE, Mandarakas MR, Gondim FAA, Bateman K, Ferreira MLB, Cornblath DR, et al. Diagnosis and management of Guillain–Barré syndrome in ten steps. Nat Rev Neurol [Internet]. 2019;15(11):671–83.
3. 1. Garg M. Respiratory involvement in Guillain-Barre syndrome: The uncharted road to recovery. J Neurosci Rural Pract. 2017;8(3):325–6.