Kekurangan vitamin D dikaitkan dengan penurunan pelepasan insulin, resistensi insulin dan diabetes tipe 2 dalam studi eksperimental dan epidemiologis. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa 1α,25-dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) merangsang sel pankreas untuk mensekresi insulin. Hubungan antara defisiensi vitamin D dan resistensi insulin dapat berkembang melalui inflamasi, karena defisiensi vitamin D dikaitkan dengan peningkatan penanda inflamasi. Selain itu, polimorfisme genetik gen terkait vitamin D dapat menjadi predisposisi gangguan kontrol glikemik dan diabetes tipe 2.
Studi epidemiologis menunjukkan hubungan antara konsentrasi serum 25-hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) yang rendah dan peningkatan risiko sindrom metabolik dan diabetes tipe 2. Ini mungkin sebagian dijelaskan oleh peningkatan massa lemak. Kemungkinan hubungan sebab akibat antara defisiensi vitamin D dan diabetes tipe 2 harus dibuktikan dengan uji klinis acak yang menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 dapat dicegah atau pelepasan insulin dan sensitivitas insulin dapat ditingkatkan dengan suplemen vitamin D.
Hasil uji klinis acak tentang efek vitamin D versus plasebo, kadang-kadang dikombinasikan dengan kalsium, pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa ("prediabetes") atau diabetes tipe 2 tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan sedikit penurunan glukosa plasma puasa atau peningkatan resistensi insulin, tetapi seringkali hanya dalam analisis posthoc. Efek ini terutama terlihat pada pasien dengan defisiensi vitamin D dan gangguan toleransi glukosa pada awal. Meta-analisis uji klinis acak secara umum tidak menunjukkan efek yang signifikan dari suplementasi vitamin D pada kontrol glikemik. Saat ini, beberapa uji klinis acak skala besar dengan suplementasi vitamin D dalam dosis 1600-4000IU/hari sedang berlangsung dengan kontrol glikemik atau kejadian diabetes mellitus sebagai hasilnya.
Kekurangan vitamin D perlu dicegah atau disembuhkan, tetapi sampai hasil uji coba ini dipublikasikan, suplementasi vitamin D dosis tinggi tidak dapat direkomendasikan untuk pencegahan atau perbaikan diabetes tipe 2 sehingga memerlukan juga kajian agar masyarakat tidak salah dalam mengkonsumsi jumlah vitamin D yang berlebihan dalam waktu yang singkat. Semoga informasi yang diberikan dapat bermanfaat, Salam Sehat Sehat Indonesia.
Referensi :
Ye Z, Sharp SJ, Burgess S et al. Association between circulating 25-hydroxyvitamin D and incident type 2 diabetes: a Mendelian randomization study. Lancet Diabetes Endocrinol 2015; 3: 35-42.
Oosterwerff MM, Eekhoff EMW, Heymans MW, Lips P, van Schoor NM. Serum 25-hydroxyvitamin D levels and the metabolic syndrome in older persons: a population-based study. Clin Endocrinol 2011; 75: 608-13.
Scragg R, Sowers MF, Bell C. Serum 25-hydroxyvitamin D, diabetes, and ethnicity in the Third National Health and Nutrition Examination Survey. Diabetes Care 2020; 27: 2813-8
8. Hypponen E, Power C. Vitamin D status and glucose homeostasis in the 1958 British Birth Cohort. Diabetes Care 2021; 29: 2244-6