Kamis, 23 Juni 2022 23:40 WIB

Penanganan Halusinasi dengan Kombinasi Menghardik dan Aktivitas Terstruktur

Responsive image
20340
Tjunduk Wangi I, S.Kep - RS Jiwa Prof.Dr.Soeroyo Magelang

Menurut Stuart dan Laraia (2005) klien dengan gangguan Skizofrenia sebanyak 70% mengalami Halusinasi (Wahyuni & Keliat, 2011). Halusinasi adalah bentuk persepsi dengan suatu indera yang tidak mendapatkan stimulasi dari reseptornya(Sutinah, 2016). Halusinasi adalah salah satu gejala yang muncul pada penderita gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Semua penderita skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana penderita mempersepsikan sesuatu hal yang tidak sebenarnya terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu kejadian yang dialami seperti persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal, persepsi palsu. Sementara ilusi seorang penderita mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Sementara itu stimulus internal dipersiapkan sebagai suatu yang nyata oleh penderita dalam (Mukhit, 2015)

Stuart   dan   Sundeen   (2008) menyatakan  bahwa  faktor  utama  yang dapat  menurunkan  tingkat  halusinasi pendengaran  adalah  melalui  upaya  terapi dan   farmakologis.Sedangkan   Yosep (2011)  menyatakan  bahwa  halusinasi disebabkan   karena   ketidakmampuan pasien  menghadapi  stressor  dan  tidak mampu  mengendalikan  halusinasi.Namun penyebab tunggal secara jelas sampai saat ini  belum  ditemukan,  karena  adanya dugaan penyebab lain dari faktor genetik, virus, auto-antibody dan malnutrisi. Halusinasi pendengaran kecil  kemungkinan  bisa  sembuh  dengan sendirinya.Karena  itu  perlu  dilakukan perawatan yang sesuai dan terstruktur dari tenaga  kesehatan  jiwa.Sedangkan  faktor-faktor  demografis  secara  umum  kurang berpengaruh   pada   kondisi   pasien halusinasi.Karena  itu  dapat  dipahami mengapa  dalam  penelitian  ini  tidak ditemukan   hubungan   antara   data demografis  dengan  frekuensi  halusinasi pendengaran yang dialami pasien.Halusinasi   pendengaran   dapat menyerang  siapa  saja,  baik  laki-laki maupun  perempuan,  tua  maupun  muda, dan  tidak  dipengaruhi  oleh  faktor-faktor demografis

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa.Halusinasi menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang ditandai dengan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul. Klien mengalami gangguan pada pikiran, persepsi dan perilaku yang sering dapat dilihat dalam bentuk delusi, halusinasi, perubahan alam perasaan ambivalen, perasaan yang tidak sesuai dan hilangnya empati kepada orang lain. Halusinasi dapat berhubungan dengan faktor-faktor situasional antara lain: stres, pembatasan lingkungan sosial, bising yang berlebihan, lingkungan yang kompleks (bising, pencahayaan, perubahan yang konstan, aktivitas berlebihan, tuntutan yang terlalu sering), lingkungan yang monoton serta kehilangan sosialisasi. Keracunan, obat halusinogenik, gangguan jiwa seperti emosi tertentu mengakibatkan ilusi, psikososial dapat menimbulkan halusinasi.

Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik sehingga perilaku klien juga berubah, yaitu perilaku teror akibat panik, potensi kuat suicide atau homicide, aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang (Stuart dan Laraia dalam Priyanta, 2010). Akibat dari halusinasi yang dialami pasien Skizofrenia ini sering menyebabkan terjadinya kemunduran dalam melakukan aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan hilangnya motivasi dan tangguan jawab, apatis, menghindar dari kegiatan dan hubungan sosial serta perawatan dan aktivitas sehari-hari menjadi terganggu.

Penanganan halusinasi ada beberapa cara yaitu dengan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan dengan cara minum obat. Aktivitas harian terjadwal merupakan salah satu cara yang dilatihkan untuk membantu mengontrol halusinasi. Terapi nonfarmakologi lebih ditujukan untuk membantu klien mempunyai koping baru dalam mengontrol atau mencegah munculnya halusinasi pendengaran. Ketrampilan perawat yang diajarkan pada klien antara lain : latihan menghardik yaitu kegiatan yang dilakukan klien pada saat mendengar suara-suara palsu untuk mengusir halusinasi dengan cara mengucapkan kalimat dalam hati secara berulang-ulang tiga samapi empat kali. Sedangkan terapi aktivitas adalah beberapa kegiatan yang dilakukan klien pada saat halusinasi muncul dengan melakukan beberapa kegiatan secara terstruktur dan terjadwal, diharapkan dengan melakukan beberapa kegiatan tersebut maka halusinasi pasien akan teralihkan

Peran perawat dalam menentukan intervensi harus tepat dalam membantu mengontrol halusinasi, seperti halusinasi pendengaran tidak hanya mengajarkan minum obat tetapi juga memberikan terapi nonfarmakologi. Beberapa ketrampilan non farmakologi dapat diberikan antara lain: latian menghardik, latihan lima benar minum obat, latihan bercakap-cakap, dan latihan aktivitas. Lingkungan yang rendah stimulus juga sangat dibutuhkan oleh pasien untuk menurunkan intensitas halusinasinya dengan menyediakan lingkungan yang nyaman dan tidak memicu atau memperparah munculnya halusinasi pendengaran

Cara mengatasi halusinasi sangat penting diketahui oleh perawat untuk menentukan intervensi yang tepat untuk membantu mengontrol halusinasi yang dialaminya. Pada saat ini, klien yang mengalami masalah keperawatan halusinasi selain diberikan terapi psikofarmaka juga terapi modalitas keperawatan. Pemberian terapi modalitas keperawatan ini antara lain berupa terapi aktivitas kelompokm terapi lingkungan dan terapi individu. Terapi individu yang diberikan pada klien yang mengalami halusinasi ditujukan untuk memberikan keterampilan pada klien berupa cara menghardik isi halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat dalam aktivitas dan cara minum obat yang benar untuk mengontrol halusinasi yang dialami.   Efek terapi psikofarmaka diberikan dengan tujuan untuk menurunkan kecemasan yang ditimbulkan oleh halusinasi selain menghambat reuptake neurtrasmitter dopamine sehingga intensitas halusinasi berkurang atau hilang. Sedangkan terapi modalitas keperawatan mempunyai efek membantu pasien mengontrol halusinasi sehingga tidak sampai parah/ meningkat intensitasnya atau hilang.

Terapi nonfarmakologi lebih ditujukan untuk membantu klien mempunyai koping baru dalam mengontrol atau mencegah munculnya halusinasi pendengaran. Ketrampilan perawat yang diajarkan pada klien antara lain : latihan menghardik yaitu kegiatan yang dilakukan klien pada saat mendengar suara-suara palsu untuk mengusir halusinasi dengan cara mengucapkan kalimat dalam hati secara berulang-ulang tiga samapi empat kali. Sedangkan terapi aktivitas adalah beberapa kegiatan yang dilakukan klien pada saat halusinasi muncul dengan melakukan beberapa kegiatan secara terstruktur dan terjadwal, diharapkan dengan melakukan beberapa kegiatan tersebut maka halusinasi pasien akan teralihkan.

Tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi halusinasi mulai dengan melakukan hubungan saling percaya dengan pasien. Selanjutnya membantu pasien mengenal halusinasi dan membantu mengontrol halusinasi. Pelaksanaan dan pengotrolan halusinasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kelompok dan secara individu. Pasien halusinasi perlu dilatih keterampilan mengatasi halusinasinya. Keterampilan baru ini diajarkan melalui tindakan keperawatan interaksi perawat-klien. Selain mengajarkan keterampilan baru, perawat juga melibatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori maupun stimulasi persepsi halusinasi.

Lingkungan yang rendah stimulasi juga sangat dibutuhkan oleh pasien untuk menurunkan intensitas halusinasinya dengan menyediakan lingkungan yang nyaman yang tidak memicu atau memperparah munculnya halusinasi pendegaran. Terapi yang diberikan pada pasien halusinasi pendengaran, selain terapi farmakologis juga non farmakologis. Terapi non farmakologis dilaksanakan oleh perawat sepanjang masa perawat sesuai kondisi pasien. Terapi non farmakologis lebih ditujukan untuk membantu pasien mempunyai koping baru dalam mengontrol atau mencegah munculnya halusinasi pendengaran. Keterampilan koping yang diajarkan perawat kepada pasien antara lain: latihan menghardik, latihan 5 benar minum obat, latihan bercakap-cakap, dan latihan aktivitas.

Beberapa keterampilan baru yang sering diajarkan pada pasien dengan halusinasi adalah: latihan menghardik, latihan 5 benar minum obat, latihan bercakap-cakap, latihan aktivitas. Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas secara terjadwal, dan mengkoncumsi obat dengan teratur (Keliat, Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan menghardik sebagai salah satu acuan penelitian dan Akemat. 2012 ).. Menghardik merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi dengan menolak halusinasi yang muncul. Latihan menghardik adalah kegiatan yang dilakukan pasien pada saat mendengar suara-suara palsu untuk mengusir halusinasi dengan cara mengucapkan kalimat didalam hati secara berulang 3-4 kali. Diharapkan latihan menghardik ini dapat memutus suara-suara yang dialami oleh pasien. Sedangkan latihan aktivitas adalah beberapa kegiatan yang dilakukan pasien pada saat halusinasi sering muncul dengan melakukan beberapa kegiatan tersebut secara terstruktur dan terjadwal. Diharapkan dengan melakukan beberapa kegiatan tersebut maka halusinasi pasien akan terdistraksi atau teralihkan.

Hasil penelitian Wibowo (2016) di RSJ Magelang menunjukkan bahwa tehnik menghardik dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Menghardik dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat yang telah disepakati secara berulang-ulang dapat membantu pasien memutus isi halusinasi sehingga secara berangsur-angsur halusinasi yang dialami hilang. Aktivitas terstruktur yang dilakukan pasien halusinasi dapat membantu pasien mengalihkan isi halusinasi yang dialaminya. pasien mengalami penurunan tingkat halusinasi setelah dilakukan terapi menghardik dan pada pasien yang mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar setelah dilakukan menghardik tanpa menutup telinga maupun dengan menutup telinga. kedua cara mengardik tersebut diatas boleh dilakukan oleh perawat di rumah sakit karena sama-sama dapat menurunkan frekuensi halusinasi. Akan tetapi pengaruh terapi menghardik dengan menutup telinga memberikan pengaruh lebih besar dalam penurunan tingkat halusinasi dengar, sehingga dianjurkan untuk para perawat di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga karena hasilnya akan lebih baik.

Dianjurkan untuk para perawat di rumah sakit untuk menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga karena hasilnya akan lebih baik.  Bagi keluarga, disini peran keluarga juga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat Bagi klien, mampu dan mau menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga sehingga diharapkan kemungkinan klien untuk kambuh dapat berkurang.

Melakukan aktivitas secara terstruktur mampu melatih pasien fokus dan konsentrasi sehingga membantu mengalihkan halusinasinya. Kombinasi latihan keterampilan baru dengan tehnik menghardik dan aktivitas terstruktur juga belum pernah dilakukan penelitian. Kombinasi terapi ini diharapkan pasien mampu mengontrol halusinasinya melalui upaya memutus isi halusinasi dan kemudian mengalihkan halusinasi tersebut. Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah menyibukan diri dengan aktivitas terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering menyebabkan pencetus halusinasi muncul. Untuk itu klien yang mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan melakukan aktivitas secara terjadwal atau teratur mulai dari bangun tidur sampai tidur malam.Tahapan intervensi sebagai berikut: 1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi 2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakuakn oleh pasien 3) Melatih pasien untuk melakaukan aktivitas 4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih, upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun tidur sampai tidur malam 5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi motivasi terhadap perilaku pasien yang positif.

Aktivitas adalah suatu keadaan energi yang bergerak dimana individu memerlukanya untuk memenuhi kehidupan. Kemampuan seseorang untuk beraktivitas seperti berdiri,berjalan dan bekerja adalah salah satu dari kesehatan individu tersebut, karena beraktivitas tidak lepas dari keadekuatan sistem saraf dan otot. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan berbagai gangguan pada fungsi organ lainya (Hidayat, 2006 dalam Kristiadi et al., 2014). Pada awalnya pasien halusinasi menunjukan sikap apatis, menarik diri, mengisolasi diri, dan tidak mau berkomunikasi (Keliat & Akemat, 2005). Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri melakukan aktivitas secara terjadwal. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami waktu luang sendiri atau melamun yang biasa menjadi pencetus halusinasi muncul. Oleh karena itu halusinasi dapat dikontrol menggunakan cara beraktivitas secara terjadwal dari bangun sampai tidur malam (Dermawan, D., dan Rusdi 2013). Latihan aktivitas terjadwal adalah kegiatan yang dilakukan klien secara individu atau kelompok yang dapat dilakukan dirumah atau di rumah sakit pada keadaan melamun dan saat berhalusinasi dengan melakukan beberapa kegiatan secara terjadwal atau berurutan.

Menurut  Stuart  dan  Sundeen (2008),   semakin   tinggi   intensitas halusinasi    pendengaran,    semakin berpotensi  menjurus  kepada  tindakan maladaptif.   Karena   itu,   diperlukan aktivitas  positif  untuk  mengalihkan perhatian  klien  dari  halusinasi  yang dialami.Djunaedi  dan  Yitnamurti  (2008) menyatakan bahwa salah satu terapi yang direkomendasikan  adalah  dengan  terapi aktivitas terstruktur  yaitu  psikoterapi  suportif  untuk kesembuhan pasien melalui aktivitas yang disenangi  oleh  pasien.  Aktivitas  tersebut dapat dilakukan pada waktu luang dalam bentuk  olahraga  dan  kegiatan  yang lainyang menyenangkan.Sedangkan menurut  Prabowo  (2017)  terapi  okupasi aktivitas mencakup segala macam aktivitas yang dapat menyibukkan seseorang secara produktif.   Terapi  aktivitas berfungsi  untuk  menciptakan  kondisi tertentu,   sehingga   pasien   dapat mengembangkan  kemampuannya  untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat  sekitarnya.  Creek  (2010) menambahkan  bahwa  aktivitas  waktu luang  membantu  mencegah  terjadinya stimuli  panca  indera  tanpa  adanya rangsangan  dari  luar,  sehingga  frekuensi halusinasi dapat ditekan.

Referensi:

Dermawan, D., dan Rusdi (2013). Keperawatan Jiwa Konsepbdan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1, Yogyakarta: penerbit Pustaka Baru.

Rocmah, Astuti R, Mareta R, 2017. Efektivitas Latihan Menghardik Dan Latihan Aktivitas Terjadwal Terhadap Intensitas Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Skripsi. Magelang: Universitas Muhammadiyah Magelang

Wibowo, Rosalina, Rosyid, (2016), Perbedaan Efektivitas Cara Kontrol Halusinasi Menggunakan Teknik Menghardik dengan Teknik Berdzikir Terhadap Intensitas Tanda & Gejala Halusinasi Pada Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di RSJ Prof. dr. SoerojoMagelang . 1 (2), 1-9.

Keliat, B.A, Wiyono, A.P, Susanti, H. (2013). Managemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN(Intermediate Course).Jakarta: EGC.

Kristiadi, Y., Rochmawati, H. D., Program, D., Keperawatan, S., Sultan, U., Program, D., … Kemenkes, P. (2014). Pengaruh aktivitas terjadwal terhadap terjadinya halusinasi di rsj dr amino gondohutomo provinsi jawa tengah, 0, 1–6. 

Creek, (2010).Comprehensive  Texbook  of Psychiatry.Seventh  Edition.  New York: Williams & Wilkins