Senin, 21 Maret 2022 12:31 WIB

Pemberdayaan dan Perjuangan Hak Anak Sindroma Down

Responsive image
dr. Ellyana Sungkar, SpKFR (K) - RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
1650

Memperingati Hari Sindroma Down Dunia 

Penulis : 

dr. Ellyana Sungkar, SpKFR (K)

Konsultan Rehabilitasi Pediatrik

Departemen/KSM Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik

FK UNPAD- RS dr Hasan Sadikin bandung

 

 

Hari Senin, tepatnya tanggal 21 Oktober 2022 merupakan Hari Sindroma Down (Down Syndrome/DS) Dunia. Salah satu tujuan hari tersebut diperingati adalah untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan bagi para Sindroma Down sehingga dapat berperan penting dalam komunitas serta untuk meningkatkan kepedulian stakeholder. Peran tersebut dapat dicapai melalui perjuangan hak dan pemberdayaan yang optimal. Berdasarkan data dari WHO, bayi terlahir dengan sindroma down  sekitar 3000 – 5000 setiap tahunnya

Kapan Sindrom ini ditemukan ?

Sindrom ini dinyatakan pertama kali pada tahun 1866 oleh dokter John Langdown Down berkebangsaan Inggris yang melakukan riset tentang sekelompok individu, tinggal di Earlswood Asylum for Idiots di Surrey, Inggris yang ditandai adanya retardasi mental dan memiliki penampakan wajah khas dan mirip satu sama lain sebagai karakteristik fisik disabilitas intelektual. Sindrom ini pada mulanya disebut Sindrom Mongolia karena karakteristik gejala mirip dengan ras Mongolia namum sejak tahun 1970 tidak digunakan.

Apakah itu Sindroma Down ?

Kondisi DS merupakan suatu kelainan genetik (bawaan) pada kromosom 21 yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas. Kelainan biologis berupa adanya cetakan ketiga kromosom 21 sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom. Oleh sebab itu sindrom ini juga dikenal dengan Trisomi 21 karena jumlah kromosom 21 berlebih menjadi 3, sedangkan pada umumnya hanya 2.

Apa saja gejalanya?

Kelainan fisik yang muncul antara lain bentuk kepala bagian belakang yang datar, ukuran kepala lebih kecil. sudut mata luar lebih tinggi, adanya bintik-bintik putih di bagian hitam mata (iris mata), bentuk telinga kecil, tulang hidung rata, mulut kecil, leher pendek, kulit di belakang leher kendur, tungkai kecil dan jari-jari pendek, telapak tangan lebar dan hanya memiliki satu garis tangan, otot lemah dan sangat lentur. Kelainan ini juga dapat disertai dengan kelainan jantung, pencernaan, dll. Kelainan organ tersebut dan adanya kelainan genetik serta sel sel otak dapat menyebabkan adanya gangguan fungsional.

Gangguan fungsional apa saja yang mungkin terjadi?

Seorang anak dengan DS dapat lahir secara normal, cukup bulan dengan berat badan lahir cukup, namun akan mengalami keterlambatan pertumbuhan maupun kemampuan fungsionalnya dibandingkan dengan anak usia sebayanya. Oleh sebab itu milestone perkembangan anak DS tidak bisa disamakan dengan anak bukan DS. Gangguan fungsional yang mungkin terjadi antara lain gangguan komunikasi, gangguan mobilisasi, aktifitas sehari hari seperti mandi, makan, dan lain-lain. Gangguan ini berdampak pada partisipasi dimasyarakat seperti sekolah, melakukan hobinya maupun bekerja.

Bagaimana tatalaksananya ?

Keterlambatan kemampuan mereka perlu diberikan Habilitasi sejak dini melalui latihan untuk mencapai kemampuan normalnya. Upaya yang harus dilakukan adalah penilaian segala aspek terhadap anak DS, misalnya dari kekuatan ototnya, kemampuan aktifitas dan fungsi lainnya, sosial ekonomi, psikologis orang tua/caregivernya dll. Analisis dari semua aspek tersebut selanjutnya dikemas menjadi sebuah program yang kita kenal sebagai program rehabilitas/habilitasi. Program ini bisa didapatkan di fasilitas kesehatan, di rumah maupun di sekolah.

Bagaimana Pemberdayaan dapat dilakukan ?

Penanganan sejak dini dan tepat sangat diperlukan sehingga mereka mampu hidup menjalani aktivitas dengan mandiri, meskipun kelainan belum dapat disembuhkan. Dorongan motivasi, kekuatan psikologis bagi orang tua anak DS sangat penting.  Upaya pemberdayaan melalui dorongan semangat merupakan tahap yang sangat mendasar agar memiliki dorongan untuk melangkah mencari wawasan, tempat betanya, tempat berobat dan sebagainya. 

Pemberdayaan dapat dilakukan dengan mempersiapkan kemampuan ketrampilan seperti ketrampilan motorik halus, bermain music, olah gerak dan lain lain. Kemampuan ini dapat dicapai melalui terapi individu, kelompok maupun berpraktek langsung (seperti magang).

Stakeholder siapa saja yang dapat terlibat?

Stakeholder yang terlibat agar hak para DS terpenuhi mulai dari dokter, tenaga kesehatan, guru/pendidik, Institusi pendidikan dan penelitian, lembaga sosial, serta pemerintah daerah maupun pusat. Dukungan dari para stakeholder sesuai bidangnya masing –masing dapat berperan  untuk membantu tercapainya hak anak DS seperti hak untuk sekolah, belajar, bekerja dan lain-lain.

           

Kegiatan memperingati hari Sindroma Down kali ini Instalasi Rehabilitasi Medik bekerja sama dengan departemen/KSM Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik FK UNPAD/RSHS beserta peserta didiknya  dan  dilaksanakan  untuk saling berbagi serta menguatkan semangat orang tua maupun anaknya seperti lomba kemampuan fungsional mortorik halus, menonton video kegiatan anak sindroma down dll.

Semoga anak DS Indonesia mampu mandiri dengan upaya pemberdayaan dan perjuangan kebijakan dari stakeholder.

 

#rshs-pemberdayaan sindroma Down