Rabu, 03 Agustus 2022 13:12 WIB

Penyakit Kardiovaskular dan Dampak Ekonomi : Paparan, Tantangan, dan Kesempatan

Responsive image
1273
Reza Pandu Aji - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

     Penyakit kardiovaskular masih merupakan ancaman kesehatan terbesar di dunia1. Di Indonesia, teramati penderita penyakit kardiovaskular bergeser ke usia muda yang secara umum adalah usia produktif2. Hal ini semakin menambah beban penyakit kardiovaskular bagi masyarakat. Dampak negatif penyakit kardiovaskular tidak hanya pada risiko kesakitan dan kematian, melainkan ada juga dampak tidak langsung seperti dampak ekonomi atau penurunan produktivitas baik oleh penderita dan keluarga yang merawat3.

     Pada tahun 2020, penyakit kardiovaskular kembali menjadi penyerap terbesar Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan dengan nominal sekitar Rp 8,2 triliun. Penyerapan tersebut menunjukkan besarnya biaya langsung (direct cost) dari tatalaksana penyakit kardiovaskular. Di luar dari penyerapan DJS, tentunya ada populasi pasien yang menanggung sendiri pembiayaan tatalaksana penyakit kardiovaskular. Selain biaya langsung, penyakit kardiovaskular juga memiliki biaya tidak langsung (indirect cost) yang patut menjadi pertimbangan masyarakat dan pembuat kebijakan. Pembiayaan tidak langsung bisa diperhitungkan sebagai potensi yang hilang akibat penurunan produktivitas, biaya yang dikeluarkan untuk berobat rutin ke poli klinik, serta biaya tidak langsung yang dikeluarkan apabila pasien kembali rawat inap4. Diperkirakan, satu kejadian Sindrom Koroner Akut di Eropa dapat mengakibatkan hilangnya hari bekerja per tahun sebanyak 59 hari bagi penderita, dan 12 hari bagi keluarga perawat, yang setara dengan lebih kurang €13,953 atau sekitar Rp 226 juta5. Meskipun belum ada perhitungan resmi terkait biaya tidak langsung penyakit kardiovaskular di Indonesia, namun dapat diasumsikan bahwa biaya tersebut tidak sedikit dan berisiko menjadi penyakit katatropis yang dapat memiskinkan penderitanya.

     Hal ini adalah suatu masalah yang perlu dikaji baik oleh masyarakat dan pemerintah dan pembuat kebijakan. Sebab, biaya tidak langsung dari suatu penyakit adalah biaya yang dikeluarkan oleh penderita tersebut sendiri, mengingat saat ini belum ada skema pembiayaan atau bantuan sosial yang dapat diandalkan. Di sisi lain bagi pemerintah dan pembuat kebijakan, penurunan produktivitas yang hilang akibat penyakit kardiovaskular harus diperhitungkan sebagai potensi disrupsi dari aspek ekonomi. Selain itu, biaya tidak langsung ini juga dapat menjadi penghambat penderita penyakit kardiovaskular untuk melanjutkan pengobatan. Sebagai contoh, ada banyak kasus penderita tidak melanjutkan pengobatan meskipun terjamin oleh negara akibat tidak adanya biaya transportasi. Hal ini merupakan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang juga bersifat sebagai tantangan dalam mencapai cakupan kesehatan semesta (Universal Health Coverage)6,7.

     Paparan di atas menunjukkan besarnya magnitudo dampak ekonomi dari penyakit kardiovaskular. Padahal, mayoritas dari penyakit kardiovaskular memiliki faktor risiko yang dapat diubah. Diperkirakan 36-42% dari kejadian penyakit kardiovaskular dapat dihubungkan dengan hipertensi yang tidak terkontrol dan 25% penyakit kardiovaskular dapat dihubungkan dengan riwayat merokok8. Untuk menanggapi hal tersebut, pemerintah telah mencanangkan berbagai program pencegahan penyakit tidak menular seperti POSBINDU-PTM (Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular), iklan layanan masyarakat, dan sosialisasi rutin dari Kesehatan Masyarakat di Puskesmas.

     Bagi masyarakat, penting memahami bahwa keputusan yang diambil sehari-hari terkait gaya hidup akan memiliki konsekuensi baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi. Diperkirakan, implementasi hidup sehat dapat menghemat pengeluaran terkait kesehatan hingga 94%. Implementasi gaya hidup sehat dapat difokuskan pada tiga aspek: olah raga rutin, menjaga pola makan, dan penghentian merokok9. Selain itu, penyakit kardiovaskular juga diperkirakan mengakibatkan penurunan kualitas hidup yang bermakna sejak awal terkena penyakit10.

     Bagi pemerintah dan pembuat kebijakan, pencegahan penyakit kardiovaskular harus dijadikan prioritas. Selain untuk menjaga kesehatan masyarakat, hal ini memberi manfaat secara ekonomi di aspek peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya langsung yang dibayarkan untuk megobati penyakit kardiovaskular. Prioritas seharusnya diberikan kepada upaya-upaya pencegahan yang terbukti efektif. Penguatan kapasitas Puskesmas sebagai penyelenggara POSBINDU-TM juga dapat dipertimbangkan sebagai investasi yang akan memberi manfaat bagi negara di masa depan.

Referensi

 1.    Cardiovascular diseases (CVDs). Accessed February 16, 2022. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds)

2.     Kementerian Kesehatan RI (Indonesian Ministry of Health). Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018 (Indonesian Basic Health Research 2018). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Published online 2018:22. doi:1 Desember 2013

3.     Marthias T, Anindya K, Ng N, et al. Direct and Indirect Costs of Noncommunicable Disease Multimorbidity in Indonesia: Panel Data Analysis. Available at SSRN 3558019. Published online 2020.

4.     Johnston SS, Curkendall S, Makenbaeva D, et al. The Direct and Indirect Cost Burden of Acute Coronary Syndrome. Journal of Occupational and Environmental Medicine. 2011;53(1):2-7.

5.     Kotseva K, Gerlier L, Sidelnikov E, et al. Patient and caregiver productivity loss and indirect costs associated with cardiovascular events in Europe. European journal of preventive cardiology. 2019;26(11):1150-1157.

6.     Agustina R, Dartanto T, Sitompul R, et al. Universal health coverage in Indonesia: concept, progress, and challenges. The Lancet. 2019;393(10166):75-102.

7.      Mboi N, Surbakti IM, Trihandini I, et al. On the road to universal health care in Indonesia, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. The Lancet. 2018;392(10147):581-591.

8.      Hussain MA, Al Mamun A, Peters SA, Woodward M, Huxley RR. The burden of cardiovascular disease attributable to major modifiable risk factors in Indonesia. Journal of epidemiology. Published online 2016:JE20150178.

9.     Benmarhnia T, Dionne PA, Tchouaket É, Fansi AK, Brousselle A. Investing in a healthy lifestyle strategy: is it worth it? Int J Public Health. 2017;62(1):3-13. doi:10.1007/s00038-016-0884-y

10.    Kristina SA, SANTOSA KA. An Estimated Mortality and Disability Adjusted Life Years (DALYs) of Non-communicable Diseases in Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Research. 2020;12(2).