Kortikosteroid topikal (KT) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952 dan saat ini merupakan salah satu formulasi untuk pengobatan hiperpigmentasi, sediaan tersebut dapat menurunkan pigmentasi dan memiliki efek antiinflamasi yang dapat mengurangi risiko kejadian iritasi akibat tretinoin dan hidrokuinon. Penggunaan KT jangka panjang dan penyalahgunaan dalam bidang estetik merupakan masalah umum ditemui saat ini. Penggunaan KT jangka panjang pada wajah untuk kelainan kulit seperti akne dan melasma, ataupun penyalahgunaan KT pada kulit normal dengan tujuan untuk memutihkan kulit, menyebabkan peningkatan kejadian efek samping KT. Kortikosteroid topikal menjadi salah satu komponen formula “modified Kligman” yang banyak digunakan secara tidak terkontrol untuk krim pemutih wajah.
Efek Samping Mengunakan Kosmetik Yang Mengandung Kortikosteroid.
Efek samping KT yang dapat ditemukan adalah atrofi, striae, rosasea, dermatitis perioral, erupsi akneiformis, purpura, hipertrikosis, telangiektasis, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, penyembuhan luka yang lambat, dan infeksi. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya efek samping KT yaitu:
1) faktor yang berhubungan dengan obat
2) lokasi tubuh
3) human factors
Faktor yang berhubungan dengan obat yaitu struktur kimia KT dan formulasi vehikulum. Halogenasi dan substitusi pada rantai samping KT dapat meningkatkan potensi dan terjadinya efek samping. Vehikulum merupakan faktor yang berperan besar menentukan potensi KT. Occlusive ointment dan formulasi dengan keratolitik dapat meningkatkan penetrasi obat dan timbulnya maserasi pada kulit. Faktor lokal yang meningkatkan efek samping KT adalah lapisan stratum korneum yang tipis, densitas folikel pilosebasea yang tinggi, kelembapan lingkungan yang tinggi, dan friksi. Lokasi tubuh yang meningkatkan timbulnya efek samping KT yaitu leher, wajah, skrotum, daerah fleksura, dan regio popok pada bayi. KT juga dapat memengaruhi timbulnya efek samping.6 Hipertrikosis dan telangiektasis akan tampak pada penggunaan KT jangka lama lebih dari enam bulan dan penggunaan KT dengan potensi kuat.
Hipertrikosis adalah pertumbuhan rambut dengan jumlah berlebihan pada area tubuh tertentu tanpa terkait androgen. Hipertrikosis dapat diklasifikasikan berdasarkan distribusinya (generalisata dan lokalisata), awitan saat timbul (kongenital atau didapat), dan tipe rambut (rambut velus atau terminal) Hipertrikosis dapat merupakan suatu kelainan kongenital atau berhubungan dengan penyakit hipotiroid, porphyria, anorexia nervosa, malnutrisi, dan dermatomiositis. Hipertrikosis juga dapat terjadi akibat induksi obat-obatan. Mekanisme KT dapat menyebabkan hipertrikosis masih belum diketahui dengan jelas. Hipertrikosis juga dapat terjadi akibat pemanjangan fase anagen, seperti pada hipertrikosis yang berhubungan dengan penyakit. Beberapa obat-obatan sistemik diketahui dapat menyebabkan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada ekstremitas, batang tubuh, punggung dan wajah. Terminologi hipertrikosis sering disalahartikan sebagai hirsutisme. Hirsutisme hanya terjadi pada wanita, ditandai dengan pertumbuhan rambut terminal yang berlebihan pada area pertumbuhan rambut pria yang terutama disebabkan hiperandrogenisme. Tempat tempat tertentu pada tubuh yang pertumbuhan rambutnya dipengaruhi androgen adalah bibir atas, dagu, dada, perut, ketiak, lengan atas, tungkai dan pubis. Peningkatan androgen pada hirsutisme dapat familial, idiopatik, kelainan ovarium. kelainan glandula adrenal (hiperplasia adrenal kongenital, tumor, Cushing’syndrome) dan obat-obatan. Pemeriksaan fisik untuk hirsutisme harus mencakup jumlah, karakteristik, dan distribusi pertumbuhan rambut, pemeriksaan abdomen dan pelvis, serta tanda-tanda virilisasi. Rambut terminal pada hipertrikosis akan menetap dalam beberapa bulan setelah penghentian kortikosteroid.4 Hipertrikosis pada wajah biasanya akan mengalami resolusi spontan dalam waktu tiga bulan.8 Penatalaksanaan efek samping KT adalah menghentikan penggunaan KT secara total yang dapat dilakukan secara bertahap ataupun langsung dihentikan bergantung pada potensi KT yang digunakan dan durasi penggunaannya. Penghentian KT dapat menimbulkan gejala tidak nyaman pada wajah seperti gatal, rasa terbakar atau tersengat, serta fotosensitivitas akibat topical corticosteroid withdrawal (TCW). Keadaan ini dapat dikurangi dengan pemberian emolien, inhibitor kalsineurin topikal, dan tabir surya.
Telangiektasis adalah pelebaran pembuluh darah kapiler, venula, atau arteriol dengan diameter antara 0,1-1 milimeter.17 Telangiektasis dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan gambaran klinisnya yaitu simpleks atau linear, arborazing, spider, dan papular. Telangiektasis pada wajah dapat merupakan bagian dari penyakit seperti rosasea dan autoimun, atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan KT jangka lama, faktor genetik serta pajanan sinar matahari dan dingin.16 KT dapat menstimulasi sel endotel pembuluh darah kecil pada lapisan dermis untuk menghasilkan nitric oxide yaitu suatu substansi vasoaktif yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler tanpa angiogenesis.4,17,18 Pada kedua pasien ini riwayat telangiektasis genetik dan kemungkinan rosasea disangkal. Penggunaan KT jangka panjang dapat menimbulkan efek samping hipertrikosis, telangiektasis, dan dispigmentasi. Penatalaksanaan efek samping KT adalah menghentikan penggunaan KT yang dapat dilakukan secara bertahap ataupun langsung dihentikan bergantung pada potensi KT yang digunakan dan durasi penggunaannya. Hipertrikosis dan telangiektasis pada wajah yang disebabkan oleh penggunaan KT jangka panjang dapat mengalami resolusi spontan setelah penghentian KT.
Referensi :
Anakanti I, Thimmasarthi VN, Anupama, Kumar S, Nagaraj A, Peddireddy S, dkk. Topical corticosteroids: Abuse and Misuse. Our Dermatol Online. 2015
Haedersdal M, Wulf HC.2006 Evidencebased review of hair removal using lasers and light sources.
Nymann P, Hedelund L, Haedersdal M. Long-pulsed dye laser vs. intense pulsed light fot the treatment of facial telangiectasias: a randomized controlled trial. JEADV. 2010
Burger P, Landreau A, Azoulay S, Michel T, Fernandez X. 2016. Skin whitening cosmetics: Feedback and challenges in the development of natural skin lighteners. Cosmetics.
Damara, A. 2019. Analisis Viktimologis Terhadap Perdagangan Kosmetik Ilegal Berbahaya di Kota Bandar Lampung.