Rabu, 03 Agustus 2022 12:49 WIB

Mengenal Nyeri Akut dan Mencegah Timbulnya Nyeri Kronis Pasca Operasi

Responsive image
18351
Dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An, MARS, FIC/dr. Ka - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Operasi atau pembedahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengobatan penyakit dengan jalan memotong, mengiris atau membuka bagian tubuh yang sakit. Pasca operasi ada rasa nyeri yang seringkali ditimbulkan akibat jahitan atau tindakan medis berkaitan dengan pemulihan / tindakan operasi tersebut. The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Pasien pasca operasi sering mengalami nyeri akibat diskontinuitas jaringan atau luka operasi serta akibat posisi yang dipertahankan selama prosedur pasca operasi sendiri. Dari segi penderita, timbulnya dan beratnya rasa nyeri pasca operasi dapat dipengaruhi oleh fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial  kultural maupun pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri.

Berdasarkan waktu timbulnya, nyeri pasca operasi dibagi menjadi dua jenis yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan ukuran intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri berkepanjangan tanpa tanda aktivitas otonom, dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (operasi) atau awalnya berupa nyeri akut lalu bertahan sampai melebihi 3 bulan. Nyeri akut pasca operasi terkadang disertai oleh aktivasi system saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Pasien pasca operasi yang mengalami nyeri akut biassanya juga akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah atau menyeringai. Bentuk nyeri akut dapat berupa nyeri somatik luar (nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa), nyeri somatik dalam (nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat), nyeri visceral (nyeri akibat disfungsi organ visceral). Nyeri akut pasca operasi dapat diperbaiki dengan strategi sederhana, yaitu nilai nyeri, atasi dengan obat dan teknik yang sudah ada, nilai kembali nyeri setelah terapi dan bersiap untuk memodifikasi pengobatan jika perlu. Analgesia yang baik mengurangi komplikasi pasca bedah seperti infeksi paru, mual dan muntah. Nyeri akut ini akan mereda dan hilang seiring dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Semua obat analgetika efektif untuk menanggulangi nyeri akut ini. Ada berbagai modalitas pengobatan nyeri akut pasca operasi yaitu modalitas fisik (latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan TENS, tusuk jarum, imobilisasi, perbaikan posisi); modalitas kognitif-behavior; modalitas invasif (radioterapi, pembedahan, blok saraf); modalitas psikoterapi; modalitas farmakoterapi mengikuti “WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu tahap pertama dengan menggunakan obat analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2 spesific inhibitors, tahap kedua dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri maka diberikan seperti tahap 1 ditambah opiate secara intermiten, tahap ketiga dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiate yang lebih kuat. 

Operasi merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya nyeri kronis. Penyebab pasti dari nyeri kronis pasca operasi masih belum diketahui secara pasti. Dengan prosedur operasi yang sama, tidak semua pasien pasca operasi akan mengalami nyeri kronis. Faktor yang mempengaruhi kejadian nyeri kronis antara lain faktor preoperatif (jenis kelamin wanita, usia muda, genetik, operasi berulang, kecemasan); faktor intraoperatif (teknik operasi yang beresiko merusak saraf); dan faktor postoperatif (nyeri akut dengan intensitas sedang-berat, terapi radiasi, kemoterapi yang bersifat neurotoksik, neurotisme dan kecemasan). Dengan demikian, untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya nyeri kronis pasca operasi dapat dilakukan dengan pemilihan teknik operasi dengan kerusakan saraf minimal, manajemen nyeri yang baik dan mengatasi faktor psikis. Dengan mempertimbangkan aspek patofisiologi dari nyeri kronik pasca operasi, pengontrolan nyeri perioperatif, mulai dari pre hingga post operatif yang baik dapat memberikan keuntungan dengan cara mengurangi sensitisasi pusat yaitu dengan melakukan anestesi regional, prevemptif analgesia, dan penggunaan obat analgesik.

 

 

 

 

 

Referensi :

Bahrudin M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/5449/5246

Chekka, K & Benzon, HT 2018, Chapter 3 - Taxonomy: Definition of Pain Terms and Chronic Pain Syndromes, Essentials of Pain Medicine (Fourth Edition).

Mashaqbeh, M & Aburuz, ME 2017, Pain Management: A systematic review, IOSR Journal of Nursing and Health Science, vol.6 no.1.

Suseso Endi, et all. 2017. Pencegahan Nyeri Kronis Pasca Operasi, Majalah Kedokteran Andalas, Vol.40, No. 1, Mei 2017, Hal. 40-51.