Rabu, 03 Agustus 2022 12:09 WIB

Olahraga Pada Penyakit Jantung Koroner

Responsive image
1995
dr. Syamsul Bahri, Dr.dr.Khalid Saleh,Sp.PD,KKV,FI - RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

I.          PENDAHULUAN

       Penyakit jantung koroner (PJK) telah berkembang sebagai istilah operasional yang berguna yang mengacu pada spektrum kondisi yang kompatibel dengan iskemia miokard akut dan/atau infark yang biasanya disebabkan oleh pengurangan tiba-tiba aliran darah koroner.1,2

       Insiden penyakit jantung koroner (PJK) meningkat di negara berkembang akibat dari peningkatan panjang umur, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup. Beban PJK diproyeksikan meningkat dari 47 juta DALYs secara global pada tahun 1990 menjadi 82 juta DALYs pada tahun 2020, dimana 60% akan berasal dari negara      berkembang. Hal ini menyebabkan kita harus mendapatkan satu cara untuk dapat        meningkatkan kualitas hidup pasien.3,4

       Olahraga memang menjadi salah satu cara untuk selalu menjaga kesehatan kita,         tapi tidak semua orang dengan kondisi tubuhnya dapat melakukan olahraga. Meskipun belum ada panduan resmi mengenai aturan olahraga pada penderita           penyakit jantung koroner, sebagian besar ahli menyarankan para penderita         penyakit jantung koroner tetap berolahraga. Tentu bergantung pada berat dan        ringannya penyakit jantung koroner yang dialami. Para ahli di Amerika Serikat          merekomendasikan olahraga ketahanan atau endurance training ringan sampai     moderat bagi para penderita penyakit jantung koroner pada umumnya.5

       Latihan olahraga untuk pasien dengan PJK umumnya disebut sebagai rehabilitasi       jantung. Program ini bertujuan untuk mengembalikan pasien penyakit jantung ke kondisi fisik, psikologis, sosial, emosional dan ekonomi yang optimal. Tujuan    jangka pendek termasuk rekondisi fisik, pendidikan tentang proses penyakit, dan   dukungan psikologis selama fase pemulihan awal. Tujuan jangka panjang termasuk mengelola faktor risiko dan mengajarkan gaya hidup sehat yang meningkatkan prognosis dan kondisi fisik untuk kembali lebih awal ke aktivitas  kerja.3

 

 

 

2.    Definisi

       Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan istilah operasional yang mengacu             pada spektrum kondisi yang kompatibel dengan iskemia miokard akut dan/atau      infark yang biasanya disebabkan oleh pengurangan tiba-tiba aliran darah koroner.   Elevasi segmen ST (elevasi ST) atau blok cabang bundel kiri yang baru pada        elektrokardiogram (EKG) merupakan indikasi angiografi koroner.1

       Penyakit jantung koroner dibagi atas unstable angina pectoris (UAP), infark   miokardium akut (IMA) baik dengan peningkatan segmen ST (STEMI) maupun        tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI). Pasien dengan PJK mengalami kondisi         berkurangnya suplai darah ke jantung secara tiba-tiba bahkan terhenti akibat penumpukan kolesterol sehingga memicu angina pektoris serta infark miokard,     dimana terjadi kerusakan pada jantung.1

 

3.    Faktor Risiko

       Menurut World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskular            merupakan penyebab kematian utama dari penyakit tidak menular (PTM) sekitar 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh kematian penyakit tidak menular, 80% terjadi di negara dengan pendapatan menengah ke bawah, dan angka ini        diperkirakan akan meningkat menjadi 23,6 juta di tahun 2030. Data tersebut   memperkirakan 7,4 juta kematian adalah serangan jantung akibat PJK dan 6,7          juta adalah stroke.5

       Secara garis besar faktor risiko PJK dapat dibagi dua. Pertama adalah faktor   risiko yang dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable), yaitu        dislipidemia (LDL meningkat, HDL menurun), merokok, hipertensi, diabetes       melitus, sindrom metabolik, kurang aktivitas fisik. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki diantaranya usia lanjut, jenis kelamin, dan herediter.5

 

4.    Patofisiologi

       Arteri merupakan pembuluh darah yang berfungsi membawa darah dari jantung         ke seluruh tubuh. Arteri memiliki lapisan tipis di bagian dalamnya yang disebut         endothelium. Lapisan ini bertugas untuk menjaga agar bagian dalam arteri tetap    sehat dan halus, sehingga darah bisa mengalir dengan lancar.4,6

       Dislipidemia dapat menimbulkan PJK karena terjadi peningkatan konsentrasi             kolesterol LDL, trigliserida, kolesterol total, dan penurunan kolesterol HDL yang    bersifat anti-aterogenik, anti oksidan, dan anti inflamasi, dimana keseluruhan          proses tersebut akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah. Kondisi      kekurangan anti oksidan ini akan membuat pembuluh darah lebih rentan         mengalami cedera endotel, yang merupakan cikal bakal terjadinya aterosklerosis         pada PJK.4,6

       Apabila telah terjadi cedera pada endotel, maka akan terjadi peningkatan paparan       molekul adhesi pada sel endotel dan akan terjadi penurunan kemampuan endotel             tersebut dalam melepaskan nitric oxide dan zat lain yang membantu mencegah perlekatan makromolekul, trombosit, dan monosit. Setelah itu monosit dan lipid     (kebanyakan berupa LDL) yang beredar mulai menumpuk di tempat yang mengalami kerusakan, lalu terbentuklah plak ateroma pada pembuluh darah       tersebut.4,6

       Aterosklerosis mulai terjadi saat dinding arteri yang mengalami cedera           menghasilkan sinyal kimia yang membuat sel-sel darah putih jenis tertentu        (monosit dan sel T) melekat pada dinding arteri. Sel–sel darah putih ini kemudian       masuk ke dalam dinding arteri dan membentuk sel–sel busa. Sel ini akan menarik        kolestrol dan material lemak lainnya, serta memicu pertumbuhan sel–sel otot polos pada dinding arteri. Pada waktunya, akan terbentuk plak (ateroma) yang             diliputi oleh lapisan fibrosa (fibrous cap) pada dinding ateri, dan seiring dengan    berjalannya waktu, kalsium akan tertimbun di dalam plak tersebut.4,6

       Plak bisa terbentuk di sepanjang arteri yang berukuran sedang dan besar, tetapi          biasanya mulai terbentuk pada daerah percabangan. Perlahan-lahan plak bisa          terbentuk semakin besar ke dalam lumen arteri, sehingga arteri menyempit.   Akibatnya, jaringan tidak mendapatkan suplai darah dan oksigen yang cukup. Plak juga bisa tumbuh ke dalam dinding arteri, dimana plak tidak menghambat      aliran darah. Namun, kedua jenis plak tersebut bisa terpecah dan membuat          material di dalamnya terpapar aliran darah. Kondisi ini memicu terbentuknya   bekuan darah, yang bisa dengan tiba-tiba menyebabkan aliran darah tersumbat. Hal ini merupakan penyebab utama terjadinya serangan jantung atau stroke.4,6

       Sebagian besar PJK adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah          koroner yang pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan       penipisan lapisan fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan    diikuti proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah        trombus kaya trombosit (white thrombus). Trombus akan menyumbat pembuluh        darah koroner, baik secara total maupun parsial.4,6

       Pelepasan zat vasoaktif juga menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat       gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan    iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20      menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Disisi lain, sebagian pasien PJK tidak mengalami pecah plak seperti di atas. Mereka    mengalami PJK karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri           koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa         spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis   setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti            demam, anemia, tirotoksikosis, hipertensi, takikardia, dapat menjadi pencetus          terjadinya PJK pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.4,6


       Salah satu faktor risiko PJK adalah dislipidemia yaitu gangguan metabolisme             lipid berupa peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida (TG), low density     lipoprotein (LDL), dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL). Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam komplikasi,          antara lain atherosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular seperti stroke, kelainan pembuluh darah lainya, dan pankreatitis akut.         Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid akibat interaksi       faktor genetik dan lingkungan.4,6

 

Gambar 2. Proses terjadinya PJK7

2011-2024 Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia