Dea Prastika Hapsari - Menjadi ibu adalah salah satu hal yang paling dinanti-nanti setelah mengandung selama 9 bulan lamanya. Melalui proses melahirkan yang penuh perjuangan demi untuk bertemu sang buah hati. Setelah sang bayi terlahir, tidak hanya kehangatan dan kasih sayang dari orang tuanya, para bayi ini juga memerlukan ASI. ASI atau Air Susu Ibu dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia disebutkan makanan yang sangat penting bagi bayi karena komposisinya yang dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan dan usia bayi, serta dapat menjadi makanan tunggal hingga bayi berusia 6 bulan. Pemberian ASI pada bayi sebagai makanan utama sampai usia 6 bulan atau sering disebut ASI ekslusif mempunyai banyak keuntungan, seperti kandungan ASI yang dapat mencegah bayi terinfeksi penyakit tertentu, meningkatkan ikatan ibu dan anak, penjarang kehamilan, dan keuntungan secara ekonomi.
Produksi dan pengeluaran ASI dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perawatan payudara, frekuensi penyusuan, paritas, stres, penyakit atau kesehatan ibu, asupan nutrisi, konsumsi rokok atau alkohol, dan pil kontrasepsi (Bobak, 2005 dalam Sulaeman, dkk 2019). Salah satu faktor yang sering mempengaruhi produksi dan kelancaran ASI adalah faktor psikologis atau kejiwaan ibu. Seperti rasa takut untuk mobilisasi, ketidaknyamanan karena masih terpasang alat medis seperti infus dan kateter, ibu juga cenderung memikirkan dirinya sendiri (Amalia, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amalia pada tahun 2016 pada 24 responden, didapatkan hasil bahwa terhadap hubungan antara stres dengan kelancaran ASI.
Penjelasan yang lain menyebutkan bahwa ASI sudah diproduksi sejak masa kehamilan, namun masih dihambat karena masih tingginya hormon estrogen dan progesteron. Saat bayi dan plasenta lahir, hormon estrogen dan progesteron akan menurun drastis, dan meningkatkan hormon prolaktin dan oksitosin. Naun seringkali karena sekresi hormon oksitosin yang belum maksimal menghambat pengeluaran ASI secara maksimal. Hormon oksitosin atau sering disebut hormon cinta kasih dapat meningkat dengan kondisi ibu yang senang, tenang, dan nyaman (Sulaeman, dkk, 2019). Dalam proses menyusui, di dalam tubuh ibu menyebabkan beberapa hormon yang diatur oleh hypotalamus, sedangkan hypotalamus sendiri bekerja sesuai dengan perintah otak dan bekerja sesuai emosi ibu. Sehingga antara kondisi kejiwaan ibu yang stres, cemas, sedih, pikiran tertekan, akan mempengaruhi kelancaran ASI. Suasana hati ibu yang merasa nyaman dan gembira akan memicu kelancaran ASI, sebaliknya jika ibu merasa cemas dan stres akan menghambat kelancaran pengeluaran ASI (Mardjun, dkk 2019).
Dalam penelitian Febrina (2011) dan Qiftiyah (2018) dijelaskan bahwa salah satu upaya agar ASI tetap lancar adalah dimulai dengan keinginan yang kuat dari ibu untuk memberikan ASI pada bayinya. Keinginan atau motivasi yang kuat dari ibu akan memacu produksi ASI. Selain dari motivasi yang tinggi, dukungan dari suami, keluarga, dan orang terdekat juga dapat menciptakan suasana yang nyaman dan mengurangi kecemasan ibu. Salah satu cara non-farmakologi yang dapat digunakan untuk memperlancar ASI ibu adalah dengan memberikan pijat oksitosin. Pijat oksitosin membutuhkan peralatan dan bahan yang dapat ditemukan sehari-hari di dalam rumah, selain dapat melancarkan ASI dapat juga memberi kenyamanan pada ibu.
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada tulang belakang yang dimulai pada tulang belang sampai tulang rusuk ke 5-6 dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin (Depkes RI, 2007 dalam Sulaeman, dkk 2019). Pijat oksitosin yang dilakukan dengan memijat sepanjang tulang belakang ibu dapat merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan payudara mengeluarkan ASI. Pemijatan yang dilakukan di tulang belakang ini juga akan merelaksasi ketegangan dan menghilangkan stres pada ibu, sehingga akan semakin meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin (Sulaeman, dkk, 2019). Dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Sulaeman, dkk pada 2019 pada 30 ibu didapatkan pengeluaran ASI meningkat sebanyak 4,25 kali dibandingkan sebelum diberikan pijat oksitosin. Penelitian lain yang dilakukan Ummah pada 2014 menyebutkan dengan dilakukan pijat oksitosin dapat mempercepat pengeluaran ASI menjadi 6,21 setelah bayi lahir, sedangkan tanpa dilakukan pijat oksitosin rata-rata ASI akan keluar pada 8,93 jam setelah bayi lahir.
Referensi :
1. Amalia, R. 2016. Hubungan Stres dengan Kelancaran ASI pada Ibu Menyusui Pasca Persalinan di RSI A. Yani Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 9(1). Diakses pada 10 Desember 2021.
2. Febrina, I. 2011. Hubungan Tingkat Kecemasan pada Primipara dengan Kelancaran Pengeluaran ASI pada 2-4 Hari Postpartum d Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Lubuk Kilangan. Diakses pada 09 Desember 2021.
3. Idai.or.id. 2013. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada Berbagai Situasi dan Kondisi. Diakses pada 09 Desember 2021.
4. Mardjun. Z., Korompis. G., Rompas. S. 2019. Hubungan Kecemasan dengan Kelancaran Pengeluaran ASI pada Ibu Post Partum Selama Dirawat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp). 7(1). Diakses pada 09 Desember 2021.
5. Qiftiyah, M. 2018. Studi Tingkat Kecemasan Ibu Post Partum terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Nifas Hari Ke-5 (di BPM Asri dan Polindres Permata Bunda Tuban). Diakses pada 09 Desember 2021.
6. Sulaeman, R., Lina, Masadah., & Purnawati, D. 2019. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI pada Ibu Postpartum Primipara. Jurnal Kesehatan Prima. 13(1). Diakses pada 10 Desember 2021.
7. Ummah, F. 2014. Pijat Oksitosin untuk Mempercepat Pengeluaran ASI pada Ibu Pasca Salin Normal di Dusun Sono Desa Kentanen Kecamatan Panceng Gresik. Jurnal Vol.2, No XVII.