Selasa, 02 Agustus 2022 13:28 WIB

Discharge Planning pada Pasien Stroke

Responsive image
4389
Kabirul Nugrahaeni, S.Kep.,Ns - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Stroke adalah suatu sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler. Stroke adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang disebabkan oleh peristiwa iskemik atau hemoragik.

Discharge planning merupakan suatu proses pendekatan interdisipliner perawatan berkelanjutan yang dimulai saat pasien masuk ke unit pelayanan kesehatan yang meliputi identifikasi, pengkajian, menentukan tujuan, implementasi, koordinasi, dan evaluasi yang berisikan program pemberian pendidikan kesehatan mengkoordinasikan rencana perawatan yang mungkin dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit dalam upaya meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatannya (The Nurses Association of New Brunswick, 2002; The Royal Marsden Hospital, 2004 Capernito,1999; Spath, 2003 dalam Rosya, 2020). Pada pasien stroke mengenai nutrisi, aktivitas/latihan, pemakaian obat, maupun hal-hal khusus seperti tanda dan gejala suatu penyakit dan perawatan lanjutan di rumah atau di unit perawatan komunitas untuk proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali kelingkungannya (Departement of Health and Human Services USA, 2013; Lin, et al, 2013; Yosafiantiet al, 2010).

Shepperd, et.al (2004) dalam Darliana (2012) menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek berarti dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan (readmission) dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Discharge planning adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatannya.

Tujuan dari dilakukannya discharge planning sangat baik untuk kesembuhan dan pemulihan pasien pasca pulang dari rumah sakit. Menurut Nursalam (2011) tujuan discharge planning antara lain sebagai berikut:

a.     Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

b.    Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.

c.     Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.

d.    Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.

e.     Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien.

f.     Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan mereka baik secara tertulis maupun secara verbal.

Manfaat discharge planning antara lain :

a.       Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission).

b.      Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali ke rumah (readmission)

c.       Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit

d.      Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan

e.      Menghemat biaya selama proses perawatan

f.        Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di masyarakat karena perencanaan yang matang

g.       Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal

Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dan tindakan latihan fisik yang diberikan perawat dapat berlanjut setelah pasien pulang. Aktivitas fisik, khususnya latihan yang meningkatkan kekuatan dan keseimbangan tungkai bawah dapat membantu agar pasien tidak mudah jatuh. Apabila timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot setelah stroke, hal tersebut dapat dikurangi dengan memanaskan atau mendinginkan atau dengan latihan perenggangan (ROM) pasif dan aktif.

Gangguan bicara seperti disfasia atau afasia dialami sekitar 25% penderita stroke, bahkan kehilangan sama sekali kemampuannya untuk bicara (Suwantara, 2004). Menurut Agustina, dkk (2009) sebagai upaya untuk mencegah pasien stroke terkait masalah komunikasi verbal yang terganggu, pasien stroke membutuhkan adanya bantuan untuk terapi bicara.

Perawat memeriksa ulang instruksi pemulangan dokter, melakukan instruksi pengambilan obat-obatan dan menjelaskan tentang bagaimana pemberian obat dengan prinsip pemberian yang benar, memberikan materi mengenai perubahan lingkungan rumah yang baik bagi pasien stroke, khususnya untuk mencegah jatuh dan menanyakan kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus (kursi roda) berkaitan dengan perawatan pasien.

Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Pasien stroke sangat membutuhkan perhatian dan bantuan yang berasal dari orang-orang terdekatnya (keluarga) baik saat di rawat di ruang rawat maupun saat telah pulang ke rumah. Dukungan keluarga pada pasien stroke sangat dibutuhkan untuk mencapai proses penyembuhan/ pemulihan.

Pelaksanaan discharge planning terkait perencanaan tindakan lanjut antara lain:

1.       Sebelum pasien dan keluarga meninggalkan rumah sakit perawat mengingatkan kembali kepada keluarga untuk memahami keterbatasan pasien sehingga harus lebih sabar dalam melakukan perawatan dirumah. Perawat dan dokter juga mengingatkan pasien dan keluarga untuk datang kembali ke rumah sakit untuk melakukan kontrol kondisi pasien sesuai jadwal yang ditetapkan.

2.       Discharge planning dan pengkajian fungsional seharusnya dimulai sesegera mungkin setelah pasien dirawat di rumah sakit untuk menentukan kebutuhan rehabilitasi. Hal ini harus tersedia di segala tingkat fasilitas kesehatan

3.       Pencegahan sekunder dari stroke juga sangat penting pada saat discharge planning. Pengobatan untuk menurunkan tekanan darah, kolesterol, terapi antipletelet, diabetes dan atrial fibrilasi (apabila terdapat indikasi) harus diresepkan ketika perencanaan pulang.

4.       Pasien harus diberikan informasi tentang pentingnya dari kepatuhan pengobatan dan perilaku kesehatan seperti berhenti merokok, modifikasi pola makan, mengurangi asupan natrium, meningkatkan olahraga, mengurangi stres, dan asupan alkohol. Konseling dapat dilakukan oleh dokter non-spesialis yang terlatih, petugas kesehatan non-dokter, atau kelompok sebaya pada setting dengan fasilitas kesehatan yang minim. Pada tempat perawatan stroke yang lebih maju hal ini dapat dilakukan oleh staff khusus.

Daftar Pustaka

Darliana, Devi. 2012. Discharge Planning dalam Keperawatan. Idea Nursing Journal Vol. III No 2 2012. Universitas Syah Kuala.

Nursalam. 2009. Pendidikan Dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Perry, A. G. & Potter, P. A. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Volume 1, Edisi 7. Jakarta: EGC.

Rosya, Erlinda. 2020. Discharge Planning (Perencanaan Pasien Pulang) di Rumah Sakit. Purwokerto: Pena Persada.

Wulandari, dkk. 2011. Laporan hasil praktek manajemen di Ruang Boegenvile `RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya.