Selasa, 02 Agustus 2022 12:42 WIB

Hemodialisis Pada Pasien Covid-19

Responsive image
1606
Eryan Dwi Warsono, SST.Ns - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Pendahuluan

Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia ternyata dampak dari penyebaran penyakit ini berimbas pada semua orang termasuk pasien yang memiliki riwayat untuk mendapatkan terapi pengganti ginjal dengan hemodialisis secara reguler. Beberapa pasien yang membutuhkan hemodialisis secara rutin 2-3 kali per minggu juga terpapar menderita Covid -19 yang membawa perubahan secara cepat penurunan status kesehatannya yang lebih buruk.

Sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19, telah diadakan beberapa upaya diantaranya adalah adanya penerapan protokol kesehatan yang mengharuskan setiap rumah sakit untuk membatasi pengunjung dan menutup praktik dokter. Tetapi pasien gagal ginjal yang melakukan hemodialisa perlu tetap berjalan sebagai mestinya dengan menerapkan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). Selain upaya pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 maka pelayanan hemodialisis di rumah sakit juga memerlukan adanya penyesuaian dalam pelayanan dengan adanya dampak dari penyakit Covid-19 tersebut.

Apakah Pandemi Covid-19 Membawa Dampak Perubahan Pada Sistem Pelayanan Hemodialisis?

Apakah sistem pelayanan hemodialisis di rumah sakit mengalami dampak pada era pandemi Covid-19 yang dimulai sejak 2019 yang lalu? Hal tersebut sudah tentu mudah untuk mengetahuinya. Karena pada musim pandemi Covid-19, telah kita ketahui sangat berdampak pada banyak hal pada sektor-sektor yang penting pada kehidupan manusia sehari-hari yang berdampak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun baik pada sektor industri, ekonomi, layanan publik, pendidikan dan sudah tentu pelayanan kesehatan pada semua lini yang berdampak pada masyarakat maupun pada lembaga-lembaga pelayanan kesehatan.

Salah satu dampak dan perubahan pada pelayanan kesehatan adalah pelayanan hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik yang membutuhkan terapi pengganti ginjal dengan hemodialisis. Perubahan yang diakibatkan Covid-19 mengharuskan adanya skrining ketat, menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pasien yang akan menjalani hemodialisa harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatannya secara benar, diantaranya menanyakan pasien pergi ke mana saja dalam waktu dekat ini, apakah ada  riwayat kontak dengan orang yang dicurigai terpapar Covid-19, mengukur suhu tubuh, mewajibkan mengunakan masker, dan cuci tangan dengan bersih menggunakan air mengalir atau hand sanitizer, juga diberi tahu cara dan etika batuk dan bersin yang benar.

Dampak dari Covid-19 pada pasien yang menjalani haemodialisis secara rutin memiliki kerentanan yang cukup tinggi untuk terpapar penyakit Covid-19 karena pasien hemodialisis rutin digolongkan pada kelompok rentan mudah terpapar karena memiliki daya tahan rendah (imunosupresan). Hal ini mengakibatkan perubahan pelayanan hemodialisis karena memungkinkan pasien Covid-19 yang mengalami kemunduran kesehatannya membutuhkan terapi hemodialisis atau pasien Hemodialisis reguler yang terpapar Covid-19 sehingga perubahan pelayanan hemodialisis harus mempertimbangkan banyak hal dan perlakuan khusus, kesiapan psikologi pasien, persiapan ruangan khusus dan persiapan sumber daya manusia yang mumpuni, terlatih dan memiliki kompetensi.

Pelayanan Hemodialisis Pada Pasien Covid-19 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Sejak Indonesia tidak luput dari pandemi Covid-19 sampai pada tahun 2021 sudah beberapa pasien Covid-19 yang mendapatkan terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito, baik pasien confirmed Covid -19 yang mengalami perburukan yang menyebabkan gangguan ginjal, maupun pasien rutin hemodialisa RSUP Dr. Sardjito sendiri yang terconfirmed Covid-19. Untuk pelayanan hemodialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menerapkan pelayanan hemodialisis mengacu pada panduan yang dikeluarkan oleh PERNEFRI, yaitu adanya skrining sebelum mendapatkan pelayanan hemodialisis, menyiapkan ruang khusus untuk hemodialisis dengan 2 mesin, kelengkapan APD untuk mendukung pelayanan hemodialisis dan tata kelola sumber daya manusia yang terjadwal secara baik untuk penanganan Covid-19 yang membutuhkan terapi pengganti ginjal hemodialisis.

Perlunya Daya Pikir Kritis, Kemampuan Dan Kompetensi Yang Memadai Dari Perawat Dialisis Dalam Memberikan Pelayanan Hemodialisis Pasien Covid-19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mumpuni didefinisikan mampu melaksanakan tugas dengan baik dan berpikir kritis merupakan pola pikir yang melibatkan proses untuk menganalisa sampai dengan mengevaluasi suatu informasi melalui pengamatan, pengalaman dan komunikasi sehingga dapat  menilai suatu informasi dan memecahkan masalah dengan tepat dan akurat.

Pengertian kompetensi sendiri secara umum dapat diartikan suatu keahlian yang dimiliki oleh setiap individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan pada bidang tertentu, sesuai dengan jabatan yang sudah diberikan. Sedangkan kompetensi menurut UU No. 13 Tahun 2003 terkait ketenagakerjaan, pengertian kompetensi kerja adalah suatu keterampilan kerja yang dimiliki oleh setiap orang yang meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, dan juga sikap kerja yang sesuai dengan standar yang sebelumnya sudah ditetapkan. Untuk itu, penulis menyampaian opini bahwa untuk tenaga kesehatan sebagai perawat dialisis harus memiliki kemampuan berfikir kritis sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dengan berpedoman pada standar-standar yang dijalankan agar mampu melakukan melakukan tugas yang baik dan benar sesuai dengan kompetensinya.

Pada pasien Covid-19 yang dilakukan hemodialisis terutama yang memiliki gangguan respirasi sangat berat diperlukan tenaga perawat dialisis yang kompeten dan memiliki kemampuan daya pikir kritis dan mumpuni. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan pengalaman penulis pada pasien hemodialisis di ruang Covid-19 beberapa pasien memiliki resiko perubahan hemodinamik yang cepat. Perubahan pada beberapa kasus dapat berupa penurunan tekanan darah dengan perubahan heart rate yang meningkat sampai dengan trakikardi, tetapi tidak memungkinkan untuk terjadinya desaturasi yang cepat dan bradikardi pada kondisi intradialisis.

Perubahan hemodinamik tersebut dapat terjadi kemungkinan dikarenakan terkait dengan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi yang tidak tepat dapat menimbulkan trakikardi dan penurunan tekanan darah. Untuk menghindari komplikasi intradialisis yang dapat terjadi sangat diperlukan daya pikir yang kritis untuk perhitungan ultrafiltrasi yang tepat pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan terpapar Covid-19, agar tidak terjadi komplikasi intradialisis yang dapat merugikan untuk kesehatan pasien.

Pada pasien Covid-19 sering mendapatkan terapi antikoagulan, sehingga pada pasien Covid-19 yang menjalani hemodialisis sering tatakelolanya dengan tanpa heparin tidak jarang hal tersebut dapat membawa risiko klotting intradialitik. Dengan adanya hal tersebut maka diperlukan kemampuan dan keterampilan yang baik dalam upaya pencegahan pembekuan selama dialisis agar hemodialisis dapat berjalan dengan aman dan tidak merugikan pasien akan resiko kehilangan darah dan anemia. 

Tips Mencegah Pasien Ginjal Kronis Tidak Terpapar COVID-19

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pasien yang menderita penyakit ginjal kronik, untuk menghindari tertularnya Covid-19, diantaranya adalah jangan sampai mengubah cara penggunaan imunosupresan, menghindari bepergian keluar terkecuali ada kebutuhan yang sangat penting, selalu pakai masker dan lakukan cuci tangan bersih, persediaan obat-obatan paling tidak untuk persediaan 2 minggu, pembelian obat dapat dilakukan dengan pesan antar, melalui e-mail, atau meminta bantuan orang lain untuk membelikan, dan hubungi rumah sakit khusus transplantasi apabila mengalami gejala atau berkontak dengan pasien positif agar mendapatkan penanganan lebih lanjut. 

Sebagai upaya penularan Covid -19, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), mengeluarkan protokol penanganan hemodialisa selama wabah virus corona. Tidak ada kewajiban pasien melakukan rapid test dalam protokolnya, tetapi PERNEFRI memberi panduan agar pasien yang akan melakukan hemodialisa harus diperiksa kesehatannya dengan benar, yaitu sebelum memasuki area rumah sakit, harus ditanya si pasien pergi ke mana saja dalam waktu dekat ini, mengukur suhu tubuh apakah ada demam atau tidak, mewajibkan mengunakan masker, dan cuci tangan dengan bersih menggunakan air mengalir atau hand sanitizer, juga diberi tahu cara dan etika batuk dan bersin yang benar, rumah sakit penyelenggara hemodialisa harus menyediakan ruang isolasi khusus hemodialisa bagi pasien yang dikategorikan orang dalam pemantauan atau ODP, pasien dalam pengawasan atau PDP, dan suspect virus corona.

Referensi:

1.    https://kbbi.web.id ›

2.    https://accurate.id › marketing-manajemen › pengertian. Diunduh 25/8/2021 pukul 15.43.

3.    Lina, L.F. dkk. 2021. Pengalaman Perawat dalam Penanganan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang         di Hemodialisa dan Terkomfirmasi Covid- 19. Jurnal Keperawatan STIKES Kendal. Vol 13 No 4           (2021): Desember. DOI: https://doi.org/10.32583/keperawatan.v13i4.1389

4.    Yaqin, M,A. 2020. Protokol Pasien Cuci Darah Saat Pandemi Covid-19. Situs Berita                             Online,Tagar.id