Selasa, 02 Agustus 2022 11:23 WIB

Depresi dengan Gejala Somatik pada Anak Korban Bullying di Sekolah

Responsive image
1092
dr. Isa Multazam Noor, Sp. KJ(K) - RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta

Ilustrasi kasus:

Anak M, perempuan, usia 11 tahun dibawa ke poli jiwa anak untuk bertemu psikiater anak. Masalah dirujuk terkait mual dan muntah berulang setiap kali mau berangkat ke sekolah. Pasien anak ini telah doctor shopping ke berbagai spesialis untuk permasalahan di atas. Pada berbagai pemeriksaan spesialis, dikatakan bahwa kondisi fisik dalam keadaan normal. 1 minggu terakhir kondisi makin parah dan pasien mulai menolak sekolah. Menurut ibunya, pasien selalu ketakutan apabila tiba di depan pintu gerbang sekolahnya. Pasien terkadang langsung menangis dan kemudian minta pulang. Setelah bertemu dengan wali kelas, ibu pasien mendapati informasi bahwa anaknya mengalami tindakan bullying di sekolah. Seorang teman sekelasnya sering mengancam dan memaksa anak M untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) miliknya. Apabila tidak dituruti maka anak M mendapat hukuman berlari 7x mengitari halaman sekolah. Hal tersebut menjadi stressor psikososial bagi anak M saat berada di sekolah.

Tindakan bullying merupakan salah satu bentuk child abuse yang paling banyak dijumpai korbannya di sekolah. Pelaku biasanya adalah teman sebaya terhadap anak yang tergolong “lemah.” Suatu penelitian menunjukkan bahwa tindakan bullying merupakan perilaku negatif yang seringkali tidak terhindarkan dan terutama banyak terjadi di lingkungan sekolah. Kejadian bullying pada intinya akan selalu menghadirkan tiga belah pihak, yaitu korban, saksi, dan pelaku (pem-bully).

Suatu survei yang pernah dilakukan di Indonesia menyatakan bahwa angka kejadian bullying pada pelajar di sekolah adalah sebanyak 34-67%. 42,5% pelajar melaporkan pernah menjadi korban bullying fisik di sekolah. sedangkan 34,06% lainnya mengatakan pernah mendapatkan bullying psikologis. 63% pelajar menyatakan pernah menyaksikan tindakan bullying di sekolah. 20% pelajar lainnya bahkan menyatakan pernah menjadi pelaku aksi bullying. Pelajar perempuan dilaporkan lebih banyak menyaksikan aksi bullying daripada laki-laki.

Seorang anak dikatakan menjadi koban bullying, apabila dirinya mendapatkan suatu perlakuan negatif dalam jangka waktu tertentu yang sifatnya berulang dan terpola. Kondisi tersebut kemudian menyababkan perasaan tidak nyaman, tertekan dan bahkan sampai trauma pada diri individu yang mengalaminya. Perlakuan bullying kemudian menyebabkan implikasi psikologis pada korban berupa menolak sekolah.                   

Permasalahan psikologis yang dapat dijumpai pada korban bullying dapat berupa gangguan suasana perasaan (mood) berupa depresi dengan gejala somatik. Penampilan gejala psikis yang dijumpai, dapat berupa perasaan tertekan, takut ke sekolah, khawatir berlebihan, rendah dri dan menolak sekolah. Sedangkan gejala somatik yang muncul dapat berupa mual, pusing/ sakit kepala, muntah, dan rasa berdebar. Apabila depresi berkembang menjadi parah, maka dapat dijumpai rasa putus asa yang mengarah kepada bunuh diri.

Suatu penelitian di Inggris melaporkan bahwa seorang anak yang menjadi saksi suatu aksi bullying ternyata juga mengalami tekanan psikologis akibat terpapar pengalaman itu. Saksi anak dapat mengalami suatu perasaan khawatir dan panik bahwa dirinya akan menjadi sasaran bullying selanjutnya. Perasaan bersalah juga dapat timbul pada saksi bullying karena di saat kejadian dirinya tidak mampu untuk membela si korban.

Penelitian terbaru di Yogyakarta melaporkan bahwa bentuk bullying fisik yang terbanyak adalah di tendang dan di dorong (75,22%). Sedangkan bullying psikologis yang terbanyak adalah dipermalukan di depan umum (79,65%). Sedangkan penelitian di Italia melaporkan bahwa anak yang memiliki saudara tua laki-laki ternyata lebih sering menjadi korban kekerasan di rumah. Anak yang terbiasa melakukan kekerasan terhadap saudara kandungnya ternyata cenderung membawa sifat tersebut ke dalam aktivitas bermainnya dengan teman sebaya atau yang usianya lebih muda.

Sebagai simpulan, perlakuan bullying merupakan suatu tindakan agresivitas terselubung yang biasanya berlangsung saat jam istirahat sekolah. Keadaan tersebut lambat laun akan berdampak pada gangguan proses dan aktivitas belajar dari korbannya berupa depresi dengan gejala somatik.

 

Referensi:

Orri M; Galera C; Turecki G; et al. Association of Childhood Irritability and Depressive/Anxious Mood Profiles With Adolescent Suicidal Ideation and Attempts. Original Investigation. JAMA Psychiatry. 2018;75(5):46-473.

Validasi versi Bahasa Indonesia RCADS (Revised Child Anxiety Depression Scale) 

Roy AK; Lopes V; Klein RG. Disruptive Mood Dysregulation Diorder: A New Diagnostic Approach to Chronic Irritability in Youth. Am J Psychiatry 2014; 171:918-924.