Selasa, 02 Agustus 2022 11:08 WIB

Mengenal Sekilas Obat Emergensi

Responsive image
34048
dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An, MARS, FIC / dr. - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Dokter anestesi adalah dokter spesialis yang memiliki tanggung jawab memberikan pembiusan sebelum menjalani operasi atau melakukan tindakan emergensi khususnya pada kasus mengancam nyawa. Tindakan emergensi adalah serangkaian usaha pertama yang dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian dan salah satunya meliputi prosedur memasukkan obat emergensi. Pengetahuan mengenai obat emergensi sangat dibutuhkan oleh dokter anestesi dalam memberikan penanganan yang cepat dan tepat. Obat-obat emergensi yang kerap digunakan antara lain epinefrin, norepinefrin, dopamin, dobutamin dan atropin.

 

Epinefrin

Epinefrin merupakan obat yang digunakan untuk menangani reaksi alergi berat, henti jantung pada resusitasi jantung paru (RJP), serta tekanan darah turun akibat syok. Efek terapi epinefrin bekerja dengan menstimulasi saraf simpatis melalui reseptor alfa dan beta adrenergik sehingga meningkatkan ketegangan pada pembuluh darah, kontraktilitas otot jantung, denyut nadi, serta tekanan darah dalam waktu relatif cepat. Relaksasi otot polos bronkus yang terjadi dapat melegakan pernapasan. Epinefrin umumnya diberikan secara parenteral melalui suntikan. Dosis awal epinefrin pada RJP adalah 1 mg, diberikan melalui pembuluh darah dan dapat diulangi setiap 2–3 menit hingga kondisi pasien pulih serta denyut jantung kembali normal. Efek samping serius yang mungkin timbul dari penggunaan epinefrin adalah denyut jantung tidak teratur, nyeri dada, pingsan, atau kejang.

 

Norepinefrin

Norepinefrin adalah obat yang serupa dengan epinefrin, digunakan untuk menangani kondisi tekanan darah rendah fatal yang dapat terjadi akibat kondisi kesehatan tertentu atau prosedur operasi. Efek terapi norepinefrin bekerja dengan menstimulasi saraf simpatis melalui reseptor alfa yang berfungsi menyempitkan pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Selain itu, norepinefrin bekerja melalui reseptor beta adrenergik sehingga memicu jantung memompa darah. Norepinefrin umumnya diberikan secara parenteral melalui suntikan. Dosis awal norepinefrin adalah 8-12 mcg per menit melalui infus dan dapat ditingkatkan untuk mencapai respon terapi yang diinginkan. Efek samping serius yang mungkin timbul dari penggunaan norepinefrin adalah kesulitan bernapas, pembengkakan pada wajah atau bibir.

 

Dopamin

Dopamin merupakan obat yang digunakan untuk menangani syok yakni kondisi berkurangnya pasokan darah, oksigen, dan nutrisi ke jaringan serta organ tubuh yang dapat dipicu oleh gagal jantung, sepsis, atau cedera. Dopamin digunakan pada pasien dengan hipotensi, terutama pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya iskemik pada organ akhir. Efek terapi dopamin bergantung pada dosis yang diberikan. Dopamin umumnya diadministrasikan secara parenteral melalui suntikan. Dosis awal dopamin adalah 2–5 mcg/kgBB per menit yang diberikan melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 5–10 mcg/kgBB per menit. Efek samping serius yang mungkin timbul dari penggunaan dopamin adalah sulit bernapas, mual, muntah, gelisah, dan sakit kepala.

 

Dobutamin

Dobutamin merupakan obat yang digunakan untuk menangani gagal jantung atau syok kardiogenik. Obat ini digunakan untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Efek dobutamin bekerja dengan merangsang reseptor beta-1 jantung sehingga meningkatkan kontraksi jantung, kemampuan pompa jantung, dan tekanan darah. Dobutamin umumnya diberikan secara parenteral melalui suntikan. Dosis awal penggunaan dobutamin untuk kondisi gagal jantung adalah 2,5-10 mcg/kgBB per menit. Dosis dapat disesuaikan menjadi 0,5-40 mcg/kgBB per menit, tergantung respons tubuh pasien. Efek samping serius yang mungkin timbul dari penggunaan dobutamin adalah pingsan, kejang, pandangan kabur, nyeri dada, serta jantung berdebar.

 

Atropin

Atropin merupakan obat lini pertama untuk menangani denyut jantung lambat, <50 kali per menit, yang bergejala (bradikardia simptomatik). Selain itu obat ini dapat digunakan untuk mengurangi air liur pada kontrol jalan napas. Atropin dapat diberikan 3-5 menit sebelum pemasangan pipa nafas cepat (Rapid Sequence Intubation), meskipun tidak rutin dilakukan.  Efek atropin bekerja menghambat reseptor antikolinergik postganglionik kompetitif dan aksi vagolitik langsung yang menyebabkan stimulasi simpatis sehingga meningkatkan curah jantung. Dosis penggunaan atropin berbeda-beda, misalnya pada kasus bradikardia dapat diberikan 0,5 mg dapat diulang 3-5 menit dengan dosis maksimal 3 mg. Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan atropin yaitu denyut jantung meningkat dan fotofobia.

 

Sumber:

Brown, J., Simons, E., & Rudders, S. (2020). Epinephrine in the Management of Anaphylaxis. The Journal of Allergy and Clinically Immunology: In Practice, 8 (4), pp 1186-1195.

Cavigelli-Brunner, A., et al. (2018). Prevention of Low Cardiac Output Syndrome After Pediatric Cardiac Surgery: A Double-Blind Randomized Clinical Pilot Study Comparing Dobutamine and Milrinone, Pediatric Critical Care Medicine, 19 (7), pp. 619-625.

Foulon, P., & De Backer, D. (2018). The Hemodynamic Effects of Norepinephrine: Far More Than an Increase in Blood Pressure. Annals of Translational Medicine, 6 (1), pp. S25.

Li, C., et al. (2020). Comparison of Dopamine and Norepinephrine Use for the Treatment of Hypotension in Out-Of-Hospital Cardiac Arrest Patients with Return of Spontaneous Circulation. Emergency Medicine International, pp 1–6, ID 7951025.

McLendon K., Preuss C. (2021). Atropine: Continuing Education Activity. Clinical Neurotoxicology, pp 1-6.