Selasa, 02 Agustus 2022 09:30 WIB

Acute Corticosteroid Myopathy: Efek Samping Obat yang Perlu Dikenali

Responsive image
2121
Prof. Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M.Kes, - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

Kortikosteroid adalah jenis obat yang memiliki efek antiradang dan dapat mengatur sistem imun tubuh. Kortikosteroid sangat luas digunakan untuk berbagai macam penyakit termasuk alergi, radang, asma, penyakit paru obstruktif kronis, miastenia, dan beberapa jenis tumor. Contoh obat kortikosteroid adalah dexamethasone, betamethasone, triamcinolone, prednisone, prednisolone, dan hydrocortisone. Seperti obat lain, kortikosteroid juga memiliki beberapa efek samping. Acute corticosteroid myopathy (ACM) adalah salah satu efek samping obat kortikosteroid yang perlu dikenali.

ACM adalah terjadinya kelemahan otot pada orang yang menerima terapi kortikosteroid ≤2 minggu sebelum timbulnya gejala tersebut, tanpa adanya penyebab lain yang jelas. Kelemahan otot biasanya terjadi dari anggota tubuh bawah berangsur-angsur ke anggota tubuh atas dan berujung pada penurunan massa otot. Pasien biasanya mengeluhkan sulit untuk berdiri, sulit naik tangga, dan mudah lelah. Pada kasus yang berat, pasien dapat mengalami sulit menelan, sulit bangun dari tempat tidur, dan gangguan pernapasan. Kelemahan otot dapat terjadi dalam hitungan jam atau hari sejak pasien menerima terapi kortikosteroid. Pasien yang menerima pengobatan kortikosteroid dosis tinggi lebih rentan, namun dosis tunggal tetap dapat menyebabkan ACM. Bentuk obat kortikosteroid yang dapat menyebabkan ACM bervariasi, mulai dari obat minum, suntikan ke otot, suntikan ke pembuluh darah, hingga obat hirup. Mekanisme terjadinya ACM belum jelas, namun kemungkinan disebabkan oleh terjadinya gangguan produksi energi dan kontraksi otot. Untungnya, ACM adalah kondisi yang jarang terjadi.

Diagnosis ACM dapat ditegakkan secara klinis. Namun, ACM adalah kondisi yang tidak dapat diprediksi dan sulit dikenali. Masalah utama dalam pengenalan kondisi ini adalah gejala kelemahan yang timbul justru dikira sebagai bagian dari penyakit utama pasien sehingga luput dari perhatian klinisi. Tidak adanya pemeriksaan penunjang yang memadai untuk ACM juga mempersulit diagnosis. Sebagai contoh, pemeriksaan enzim otot biasanya normal, biopsi hasilnya tidak spesifik, dan elektromiografi sering normal atau hanya sedikit terganggu. Faktor risiko ACM mencakup usia tua, malnutrisi, imobilisasi, kurang aktivitas fisik, dan riwayat penyakit otot sebelumnya.

Ketika ACM dicurigai terjadi pada pasien, maka dosis kortikosteroid harus segera diturunkan atau dihentikan jika memungkinkan. Pemantauan ketat oleh dokter harus dilakukan. Fisioterapi dapat membantu mempercepat pemulihan. Dengan deteksi dini dan penanganan yang sesuai, kekuatan otot dapat membaik secara signifikan dalam beberapa minggu. Pada beberapa pasien, ACM dapat sembuh total. Apabila seorang pasien telah memiliki riwayat ACM, penting bagi pasien tersebut untuk menginformasikan ke dokter yang merawatnya di kemudian hari agar dokternya dapat mempertimbangkan memberikan obat selain kortikosteroid.

 

Referensi

Williams DM. Clinial pharmacology of corticosteroids. Respiratory Care. 2018;63(6):655-670.

Haran M, Schattner A, Kozak N, et al. Acute steroid myopathy: a highly overlooked entity. QJM: An International Journal of Medicine. 2018;111(5):307–311.

Minetto MA, D'Angelo V, Arvat E, et al. Diagnostic work-up in steroid myopathy. Endocrine. 2018;60(2):219-223.

Caplan A, Fett N, Rosenbach M, et al. Prevention and management of glucocorticoid-induced side effects: a comprehensive review. Journal of the American Academy of Dermatology. 2017;76:201-207.

Minetto MA, Lanfranco F, Motta G, et al. Steroid myopathy: some unresolved issues. Journal of Endocrinological Investigation. 2011;34:370-375.