Jumat, 29 Juli 2022 09:25 WIB

Radiasi Pada Kanker Paru

Responsive image
2424
dr Wahyudi N, Sp.Onk.Rad - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kanker paru merupakan penyebab utama kematian karena kanker di Amerika Serikat dan seluruh dunia, melebihi angka kematian karena kanker payudara, prostat, dan usus besar. Diagnosis kanker paru sekitar 13% dari total diagnosis kanker. Insiden kanker paru rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun angkanya meningkat sampai dengan usia 70 tahun.

Faktor risiko kanker paru antara lain adalah merokok, kerentanan genetik, polusi udara, pajanan radiasi dan bahan kimia karsinogenik (memicu kanker). Merokok adalah fakto risiko paling utama, dengan nilai risiko sekitar 80% kejadian pada pasien laki-laki dan sekitar 50% pada pasien perempuan. Kerentanan genetik merupakan faktor yang tidak bisa diubah, namun bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat sejak dini. Faktor lingkungan seperti polusi udara, paparan radiasi dan zat kimia karsinogen adalah faktor luar yang turut memicu terjadinya kanker paru, terutama dengan waktu paparan yang lama (kronis).

Gejala kanker paru yang sering dikeluhkan pasien adalah: batuk, hemoptisis (batuk darah), nyeri dada, sesak nafas, suara serak, bengkak wajah dan lengan, penurunan berat badan. Batuk merupakan gejala yang paling banyak, mencapai 60-70% keluhan pasien kanker paru. Batuk darah, nyeri dada, dan sesak nafas menunjukkan bahwa ukuran kanker sudah cukup besar untuk menekan struktur paru di sekitarnya, atau menghasilkan cairan sehingga menimbulkan keluhan sesak nafas. Pada kasus sindrom vena kava superior (SVKS) pasien akan mengeluh sesak nafas, wajah dan lengan bengkak, kadang diikuti dengan nyeri di pundak dan dada kanan.

Pemeriksaan pada pasien kanker paru meliputi anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Wawancara pada pasien kanker paru akan menjelaskan sejak kapan muncul keluhan, seperti batuk, sesak nafas, suara serak, penurunan berat badan, dan lain-lain. Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya permukaan dinding dada yang tidak simetris, adanya pembesaran kelenjar getah bening di ketiak , supraklavikula, dan leher, serta adanya peningkatan JVP pada kasus SVKS. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah dengan CT scan dada dan patologi anatomi. Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan pada kanker paru adalah pemeriksaan laboratorium darah, rontgen dada, usg abdomen, bone survey atau bone scan, dan pemeriksaan marker tumor. Bronkoskopi adalah prosedur tindakan khusus pada pasien kanker paru yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis sekaligus untuk mengambil sampel tumor untuk pemeriksaan patologi anatomi.

Prinsip terapi kanker paru merupakan terapi multimodalitas meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi target, imunoterapi, dan terapi gen. Pemilihan modalitas terapi disesuaikan dengan stadium kanker dan kondisi klinis pasien. Radioterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker dengan menggunakan sinar radiasi pengion berenergi tinggi, yang juga dapat digunakan secara luas untuk pengobatan kanker paru baik kuratif atau paliatif.

Prinsip radiasi pada kanker secara umum adalah dengan memberikan dosis optimal terhadap sel kanker, namun dosis pada jaringan sehat harus se-minimal mungkin. Prinsip lain yang juga harus dipegang adalah akurat, tepat, dan bergerak sesuai dengan lokasi tumor yang bergerak. Kanker paru sendiri merupakan kondisi khusus karena bagian kanker akan bergerak naik turun selama proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi). Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pesawat radiasi dengan spesifikasi khusus, yang bisa memberikan radiasi mengikuti pergerakan kanker paru tersebut. Teknik ini disebut dengan SBRT (Stereotactic Body Radiotherapy).

Efek samping radiasi pada daerah dada secara umum bersifat lokal. Artinya bahwa daerah yang terkena efek samping radiasi hanya terbatas pada daerah yang di radiasi. Efek samping tersebut dapat dermatitis radiasi pada kulit dada, dimana kulit akan tampak lebih gelap, dan terasa agak gatal. Efek ini bersifat sementara, dan umumnya akan pulih sendiri dalam waktu sekitar 1-2 minggu paska radiasi. Efek samping lain yang mungkin muncul adalah sakit menelan, dan batuk. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan dengan berkonsultasi pada dokter yang merawat (DPJP).

Mengingat angka kejadian kanker paru yang besar, dengan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi, kanker paru seolah menjadi momok yang mengerikan. Namun, faktor risiko yang nyata dan dapat dicegah semestinya dapat dicegah sejak dini. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Laksanakan pola hidup sehat, dan perilaku hidup CERDIK. CERDIK adalah cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktifitas fisik, diet seimbang, istirahat yang cukup, dan kelola stress. Mari kita lakukan pola hidup sehat dengan CERDIK sebagai upaya untuk mencegah terjadi kanker bagi diri kita, keluarga, dan masyarakat.

 

 

 

Referensi

- PNPK Kanker Paru, Kementerian Kesehatan RI, 2017, dapat diakses melalui http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf

- RS Kanker Dharmais, Radiasi pada Kanker Paru, dapat diakses melalui http://www.poijaya.org/2021/03/08/radioterapi-untuk-kanker-paru/

- Saputro Hadi, S. Peranan Radioterapi pada Kanker Paru. Dapat diakses melalui https://www.rspaw.or.id/artikel/peranan-radioterapi-pada-kanker-paru.htm

 

DOC, PROMKES, RSMH