Kamis, 28 Juli 2022 14:24 WIB

Sindrom Hepatorenal

Responsive image
4601
dr. Herleni Kartika, Sp.PD - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Seorang pasien laki laki dirujuk dari RSUD kabupaten ke Instalasi Gawat Darurat RS Propinsi dengan  penurunan kesadaran dan keluhan perut yang semakin membesar disertai mata yang kuning. Pasien dirujuk untuk mendapatkan penanganan yang lebih komprehensif. Setelah dilakukan wawancara pada keluarga terdekat,  diperoleh data bahwa pasien mempunyai riwayat sakit kuning sekitar 20 tahun lalu. Keluarga pasien juga menceritakan bahwa akhir akhir ini air seni pasien lebih sedikit dan berwarna gelap. Dalam masa perawatan, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan didukung dengan pemeriksaan penunjang pasien dinyatakan menderita gagal ginjal akut akibat komplikasi penyakit hati kronik yang diderita selama ini, atau disebut juga dengan Sindroma Hepatorenal.

Sindrom hepatorenal  atau hepatorenal syndrome (HRS)  adalah sebuah kumpulan gejala  yang dapat mengancam jiwa akibat   gangguan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penyakit hati yang kronik.   Sindroma hepatorenal (HRS) merupakan komplikasi akhir pada pasien sirosis hati dengan ascites. Kondisi   ini dapat meningkatkan morbiditas dan bahkan berakibat fatal   (kematian). Patofisiologi sindrom hepatorenal pada pada sirosis sampai sekarang masih belum diketahui secara jelas. Tanda khas HRS adalah terjadinya vasokonstriksi ginjal, walaupun berbagai mekanisme dianggap mungkin berperan dalam timbulnya HRS. Karakteristik pola hemodinamik pasien HRS antara lain: peningkatan curah jantung (cardiac output), penurunan resistensi vaskuler sistemik, dan peningkatan resistensi vaskuler renal.

Teori alternatif lain adalah vasokonstriksi ginjal pada HRS tidak berhubungan dengan hemodinamik sistemik, tetapi karena defisiensi sintesis faktor vasodilator atau reflex hepatorenal yang mengakibatkan vasokonstriksi ginjal. Teori vasodilatasi sampai sekarang dianggap lebih menjelaskan timbulnya HRS.

Awalnya, diagnosis HRS dibagi  menjadi dua tipe. HRS tipe 1 ditandai dengan terjadinya penurunan fungsi ginjal dengan cepat dan bersifat progresif yaitu dengan meningkatnya serum kreatinin yang sangat cepat di atas 221 μmol/L dalam waktu kurang dari 2 minggu. Nilai laju filtrasi glomerulus/glomerular filtration rate (GFR) dapat berada di level <20 mL/menit. Sedangkan pada HRS tipe 2 ditandai dengan serum kreatinin di bawah 221 μmol/L dengan diuretic-resistant ascites.

Revisi   terbaru menunjukkan bahwa HRS diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu hepatorenal syndrome dengan acute kidney injury (HRS-AKI), hepatorenal syndrome dengan acute kidney disease (HRS-AKD), dan hepatorenal syndrome dengan chronic kidney disease (HRS-CKD). Kriteria diagnosis untuk masing-masing klasifikasi tersebut ialah sebagai berikut:

Kriteria diagnosis HRS AKI:

1.      Peningkatan kreatinin serum sebesar  0,3 mg/dL dalam waktu 48 jam ATAU peningkatan kreatinin serum >1,5 kali dari baseline (nilai kreatinin terbaru dalam 3 bulan terakhir)

2.      Tidak ada respons terhadap peng hentian diuretik dan tantangan cairan selama 2 hari dengan albumin 20-25% pada dosis 1 gr/kgBB/hari

3.      Sirosis dengan asites

4.      Tidak ditemukan adanya syok

5.      Tidak ada penggunaan obat nefrotoksik dalam 2 minggu terakhir

6.      Tidak ada tanda-tanda cedera ginjal struktural

7.      Tidak adanya proteinuria

8.      Tidak adanya hematuria

9.      Temuan normal pada USG ginjal

Kriteria diagnosis HRS-AKD: Perkiraan laju filtrasi glomerulus <60 mL/menit/1,73 m2 selama <3 bulan jika tidak ada penyebab potensial penyakit ginjal lainnya ATAU persentase peningkatan kreatinin serum <50% dari baseline

Kriteria diagnosis HRS-CKD: Perkiraan laju filtrasi glomerulus <60 mL/menit/1,73 m2 selama >3 bulan tanpa adanya penyebab potensial penyakit ginjal lainnya

Pada pasien sirosis tahap lanjut dan ascites, diperkirakan 18% akan mengalami HRS dalam 1 tahun setelah didiagnosis, dan mencapai 40 % pada tahun kelima.

Penatalaksanaan sindrom hepatorenal dapat dilakukan hemodialisis atau peritoneal dialisa meskipun pada beberapa kasus dilaporkan masih kontroversial. Walaupun tidak terdapat penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisa pada kasus ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang buruk, karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan dan terdapat insiden efek samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian hemodialisa masih tetap digunakan untuk pengobatan pasien dengan HRS yang sedang menunggu jadwal transplantasi hati. Pilihan pengobatan yang terbaik tetap transplantasi hati.

 

Referensi:

Simonetto DA, Gines P, Kamath PS. Hepatorenal syndrome: pathophysiology, diagnosis, and management. BMJ (Clinical research ed.). NLM (Medline); 2020; 370:m2687.

Angeli P, Garcia-Tsao G, Nadim MK, Parikh CR. News in pathophysiology, defini-tion and classification of hepatorenal syndrome: A step beyond the International Club of Ascites (ICA) consensus document. J Hepatol. 2019;71:811-22.