Meningitis merupakan peradangan pada meninges atau membran yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Pada anak-anak usia puncak terjadinya meningitis ialah 6-12 bulan dengan 90% kasus terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Meningitis dapat disebabkan oleh virus (Herpes simplex, Cytomegalovirus, Enterovirus, dan Varicella zoster), bakteri (Neisseria meningitides, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Escherichia coli), jamur (criptococcal meningitis), dan tuberculosis (TB). Meningitis pada anak menjadi salah satu penyebab umum morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang.
Bakteri atau virus tersebut menyerang dan menginfeksi cairan cerebrospinal dan menimbulkan reaksi inflamasi pada meninges, yaitu selaput tipis yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang. Cairan serebrospinal merupakan cairan di dalam rongga terbuka di dalam otak yang melindungi dan sebagai bantalan untuk otak dan sumsum tulang belakang. Tingkat keparahan gejala dan prognosis pada anak dengan meningitis tergantung pada organisme penyebab meningitis.
Tanda dan Gejala Meningitis :
Terjadinya meningitis pada bayi dan anak dapat ditunjukkan dengan berbagai tanda dan gejala sesuai dengan organisme penyebab infeksi meningitis. Setiap anak dapat menunjukkan gejala yang berbeda, seperti iritabilitas, demam, tidur lebih lama dari biasanya, tidak mau makan/menyusu, menangis dengan suara melengking, fontanel menonjol, badan melengkung ke belakang, dan ruam ungu-kemerahan. Pada anak dengan usia >1 tahun gejala infeksi meningitis ditunjukkan dengan nyeri leher dan/atau punggung, nyeri kepala, mudah mengantuk, bingung, mudah marah, demam, menolak makan, penurunan tingkat kesadaran, kejang, photophobia (sensitive terhadap cahaya), mual muntah, leher kaku, dan terdapat bercak ungu-kemerahan pada kulit.
Meningitis criptococcus dapat muncul dengan gejala nyeri kepala akut atau kronis pada anak yang terinfeksi HIV. Meningitis TB dapat muncul secara bertahap dengan keluhan mengantuk, mudah lelah, dan nyeri kepala. Tanda penting dalam pemeriksaan meningitis ialah kekakuan pada leher. Jika pemeriksa mengalami kesulitan saat melakukan pemeriksaan leher karena anak tidak kooperatif, pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan meletakkan kepala dan bahu anak di tepi tempat tidur bagian atas. Jika masih terdapat kekakuan leher, menunjukkan bahwa pemeriksaan kekakuan leher positif. Tanda ini bisa saja tidak muncul pada bayi muda.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Ketika hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik mengarah pada kecurigaan terjadinya meningitis, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan ialah
1. Lumbar pungsi
Lumbar pungsi merupakan bagian penting dari pemeriksaan lengkap pada anak yang diduga meningitis dengan mengetahui hasil temuan pada cairan serebrospinal (CSF). Kontraindikasi dilakukan lumbar pungsi (LP) ialah terdapat infeksi pada lokasi dimana akan dilakukan LP, kelainan kongenital tulang belakang bawah (meningomyelocoele), perdarahan diathesis (hemofilia), dan terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (TIK). Lumbar pungsi juga sebaiknya tidak dilakukan pada bayi prematur atau anak dengan kondisi ekstrim karena dapat memperburuk kondisi. LP juga menjadi kontraindikasi pada anak dengan perubahan perilaku, mood, dan kepribadian. Perubahan tersebut dapat menunjukkan adanya peningkatan TIK atau edema serebral.
2. CT Scan
Jika terjadi penurunan kesadaran maka perlu dilakukan CT scan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan lumbar pungsi.
3. Electroencephalogram (EEG)
Kejang yang terjadi pada anak dengan meningitis sering kali non-konvulsif, maka diperlukan pemeriksaan EEG untuk menunjukkan adanya status epileptikus subklinis. Hasil pemeriksaan EEG pada meningitis menunjukkan berbagai derajat kelainan gelombang tergantung pada jenis meningitis. EEG biasanya kembali normal pada pasien dengan meningitis tanpa komplikasi. Kelainan EEG yang persisten dapat menunjukkan adanya komplikasi seperti abses atau hidrosefalus, atau kerusakan otak.
4. Pemeriksaan darah
Komplikasi Meningitis
Meningitis dapat menyebabkan komplikasi serius terutama jika terjadi penundaan penegakan diagnosis dan pengobatan. Pada meningitis bakteri akut angka terjadinya kematian ialah 15-20% pada neonatus dan 4-8% pada anak-anak (Govender, 2018). Meningitis merupakan salah satu penyebab utama ketulian dan pada 8% survivor mengalami gangguan pendengaran permanen. Oleh karena itu, survivor meningitis perlu menjalani pemeriksaan pendengaran setelah 4 minggu pengobatan meningitis bakteri. Secara umum, survivor meningitis menunjukkan penurunan fungsi intelektual, khususnya kemampuan verbal, motorik, dan bahkan beberapa menunjukkan attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Oleh karena itu perlu dilakukan tindak lanjut untuk mengoptimalkan perkembangan dan performa akademiknya (Govender, 2018).
Referensi:
Govender, I., Steyn, C., Maricowitz, G., Clark, CC., Tjale, MC. (2018). A primary care physician’s approach to a child with meningitis. Southern African Journal of Infectious Diseases, 33(2), 31-37, DOI: 10.1080/23120053.2017.1394610.
Martin, P. (2019). Meningitis nursing care plans. Diakses dari https://nurseslabs.com/meningitis-nursing-care-plans/7/.
Nazir, M., Wani, W. A., Malik, M. A., Mir, M. R., Ashraf, Y., Kawoosa, K., & Ali, S. W. (2017). Cerebrospinal Fluid Lactate?: a Differential Biomarker for Bacterial and Viral Meningitis in Children ?, (xx), 1–5.
Nansera, D., Max, I., Annet, K., & Gessner, B. D. (2012). Bacterial meningitis among children under the age of 2 years in a high human immunodeficiency virus prevalence area after Haemophilus influenzae type b vaccine introduction. Journal of Paediatrics and Child Health, 48(4), 324–328. https://doi.org/10.1111/j.1440-1754.2011.02235.x
Stanford Children’s Health. (2019). Meningitis in children. Diakses dari https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=meningitis-in-children-90-P02528.
DOC, PROMKES, RSMH