Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak (Batticaca, 2008). Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization (WHO), 2014). Stroke terjadi akbat pembuluh darah yang membawa oksigen dan darah ke otak mengalami penyumbatan dan rupture, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan otak tidak berfungsi (American Heart Association (ANA), 2015).
Menurut AHA (2015) stroke dibagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a. Stroke hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid karena pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak. Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologic dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorak yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernafasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk dan hemiplegi (Sylvia, 2005: Yeyen, 2013).
b. Strok iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan. Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan disfagia (Wanhari (2008) dalam Yeyen, 2013).
Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian di bawah ini, yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama thrombosis yang merupakan penyebab utama dari strok.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau matetrial yang lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko terjadinya stroke menurut AHA (2015) dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: faktor genetik, ras, usia, jenis kelamin dan riwayat stroke sebelumnya. Orang yang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami stroke , berisiko tinggi mengalami penyakit yang sama juga. Ras kulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih, sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke. Dengan bertambahnya usia, seseorang memiliki risiko stroke lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih muda. Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok (Wardana, 2011). Seseorang yang pernah mengalami stroke yang dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 25% kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA.
b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas (kegemukan), hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat serta pola hidup tidak sehat. Secara tidak langsung, obesitas memicu terjadinya stroke yang diperantarai oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke, beberapa studi menunjukkan bahwa manajemen penurunan tekanan darah dapat menekan risiko stroke sebesar 41% (AHA, 2015; WHO, 2014). Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai tingginya kadar lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran darah. Menurut AHA (2015) individu yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke karena memicu terbentuknya plak dalam pembuluh darah. Faktor-faktor di atas dapat diubah untuk menurunkan resiko stroke dengan menerapkan pola hidup sehat.
Tanda dan Gejala Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) dan Misbach (2007) tanda dan gejala dari stroke adalah hipertensi, gangguan motorik berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegi (kelumpuhan salah satu alat tubuh), gangguan sensorik, gangguan visual, gangguan keseimbanganm nyeri kepala (migraine atau vertigo), mual muntah, disatria (kesulitan berbicara), perubahan mendadak status mental dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Penanganan Stroke
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. kondisi pasien sadar penuh saat masuk rumah sakit mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik (Smeltzer dan Bare, 2012).
b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke sehingga pasien mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara adekuat (Smeltzer dan Bare, 2012)
c. Kemampuan activity daily living (ADL) pasien stroke
Gangguan akibat stroke sering menimbulkan gejala sisa yang berupa hemiplegi (kelumpuhan pada setengah anggota tubuh) dan hemiparesis (kelemahan otot) yang dapat menjadi kecacatan menetap yang selanjutnya membatasi fungsi seseorang dalam melakukan ADL. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase rehabilitasi (Rosiana, 2009). Pada saat rehabilitasi pasien dapat dirawat di rumah sakit, pusat rehabilitasi maupun di rumahnya sendiri bergantung pada beberapa faktor, termasuk status ketergantungan pasien stroke. Pasien stroke yang akan kembali ke rumah seharusnya dimotivasi untuk mengerjakan aktivitas perawatan dirinya sendiri semampunya setidaknya klien dapat melakukan ADL dasar seperti makan, berpakaian, mandi, berdandan, toileting. Pasien juga disarankan untuk menggunakan kedua sisi tubuh dalam melakukan ADL tersebut, contohnya apabila sisi kiri yang terkena, pasien dapat diajarkan untuk menggunakan tangan kanannya melakukan semua aktivitas dengan tetap mencoba untuk menyertakan juga tangan kiri untuk beraktivitas. Semakin cepat dibiarkan untuk melakukan aktivitas sendiri insyaAlloh akan semakin cepat pula pasien menjadi mandiri. Hanya aktivitas yang dapat menimbulkan risiko jatuh atau membahayakan pasien sendiri yang perlu ditolong oleh petugas atau keluarga (Rosiana, 2009).
Sumber
American Heart Association (AHA). (2015). Let’s Talk About Stroke: Fact Sheet. [Artikel].
Batticaca, B. Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: SalembaMedika.
Misbach, J. (2007). Pandangan umum mengenai stroke. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Rosiana, P.W.(2009). Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer.Jakarta :Majalah Kedokteran Indonesia Volume 59, Nomor 2.
Smeltzer& Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.
Wanhari, M.A. 2008. AsuhanKeperawatan Stroke.Diakses :16 Januari 2022. https://askepsolok.blogspot.com/2008/08/stroke.html.
WHO.Stroke, Cerebrovascular accident (database on the internet)