Rabu, 27 Juli 2022 14:52 WIB

Kenalan Yuk Dengan Hiperbilirubinemia Neonatus (KUNING BAYI BARU LAHIR)

Responsive image
30277
Nyimas Sri Wahyuni, S.Kep,Ners, M.Kep, Sp.Kep.A - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Pertanyaan yang sering ditanyakan orang tua bayi dengan kondisi bayinya saat dirumah sakit,”Apakah bayi saya kuning Bu perawat?” Mari kita kenalan lebih dalam dengan kondisi hiperbilirubin atau kuning bayi baru lahir. Kelainan darah/ hiperbilirubinemia memiliki presentase yang kecil (5,6%) sebagai penyebab kematian neonatal, namun mempunyai komplikasi yang dapat mengakibatkan kecacatan.  Hiperbilirubinemia adalah akumulasi bilirubin dalam darah yang berlebihan, ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus, perubahan warna kekuningan pada kulit, sklera dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2009). Tanda yang paling mudah dilihat atau diidentifikasi dari kedua bentuk tersebut adalah “kulit dan selaput lendir menjadi kuning”. Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat terlihat nyata jika bilirubin kadar bilirubin dalam darah lebih dari atau sama dengan 5 mg/dl (Indrasanto et al, 2008).

 

Hiperbilirubinemia yang terjadi pada bayi baru lahir umumnya adalah fisiologis, kecuali: timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, bilirubin indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL, peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam, kadar bilirubin direk > 2 mg/dL, hiperbilirubinemia menetap pada umur >2 minggu dan terdapat faktor risiko (Moeslichan, 2004). Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin, terganggunya transpor bilirubin dalam sirkulasi, terganggunya pengambilan bilirubin oleh hati, terganggunya konyugasi bilirubin, peningkatan siklus enterohepatik (Indrasanto et al, 2008).

 

Hiperbilirubinemia karena proses fisiologis normal terjadi pada 45 % sampai 60 % pada bayi baru lahir sehat dan 80 % pada bayi prematur dalam satu minggu pertama kehidupan dan sering terjadi  pada umur 2 hari (Blackburn, 1995 dalam Bowden,1998). Insiden hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dalam minggu pertama kehidupannya di Amerika Serikat, ada sebanyak 65 %. Hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan di Malaysia, mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia dalam minggu pertama kehidupannya

 

Hiperbilirubinemia fisiologis terjadi hampir pada setiap bayi. Peningkatan bilirubin serum tidak terkonyugasi (indirek) terjadi selama minggu pertama kehidupan dan terpecahkan dengan sendirinya. Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi sehat dan cukup bulan akan terlihat pada hari ke 2-3 dan biasanya hilang pada hari ke 6-8 tetapi mungkin tetap ada sampai hari ke 14 dengan maksimal total kadar bilirubin serum kurang 12 mg/dl. Pada bayi kurang bulan sehat, hiperbilirubinemia akan terlihat pada hari hari ke 3-4 dan hilang pada hari ke 10-20 dengan kadar serum maksimal kurang 15 mg/dl (Indrasanto et al, 2008).

 

Hiperbilirubinemia non fisiologis dicurigai jika kriteria hiperbilirubinemia fisiologis tidak terpenuhi. Kriteria hiperbilirubinemia non fisiologis adalah: hiperbilirubinemia terjadi sebelum bayi berumur 36 jam, peningkatan kadar bilirubin serum lebih dari 0,5 mg/dl/jam, total bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi susu formula, total bilirubin serum lebih dari 17 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI, hiperbilirubinemia klinis lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi kurang bulan (Indrasanto et al, 2008).

 

Bentuk lain dari hiperbilirubinemia yang jarang terjadi adalah Hiperbilirubinemia karena ASI atau Breast milk jaundice. Hiperbilirubinemia karena ASI ini tidak jelas apakah merupakan hiperbilirubinemia terkonyugasi atau tidak, tetapi hal ini jarang mengancam jiwa. Karakteristik hiperbilirubinemia karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari hiperbilirubinemia fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya. Hiperbilirubinemia karena ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul hiperbilirubinemia pada setiap bayi yang disusukannya. Hiperbilirubinemia karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonyugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi hiperbilirubinemia).

 

Referensi:

Indrasanto, E., Dharmasetiawani, N., Rohsiswatmo, R & Kaban, R.K. (2008). Paket pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK): Asuhan neonatal esensial. Jakarta: JNPK-KR

Moeslichan. (2004). Tatalaksana hiperbilirubinemia neonatorum. http://www.yan medik-depkes. net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2004/Tatalaksana%20Hiperbili - rubinemia%20Neonatorum.doc

Hockenberry & Wilson, M. J., & Wilson, D. (2007). Nursing care of infants and children. Eight edition. St Louis: Mosby Elsevier

 

DOC, PROMKES, RSMH