Selasa, 26 Juli 2022 13:56 WIB

Syndroma Cushing

Responsive image
15887
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Syndroma Cushing adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar hormon kortisol di dalam tubuh terlalu tinggi. Kondisi ini juga dikenal sebagai hiperkortisolisme. Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh memproduksi terlalu banyak kortisol dengan sendirinya. Kelebihan kortisol dalam tubuh dapat menyebabkan gejala khas dari kondisi ini. Gejala-gejala ini dapat muncul mendadak atau bertahap, dan bisa semakin memburuk jika tidak ditangani.

Hormon kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, antara lain menjaga fungsi jantung dan pembuluh darah, mengurangi peradangan, serta mengontrol tekanan darah dan kadar gula darah. Namun, terlalu tingginya kadar hormon kortisol (hiperkortisolisme) pada syndroma Cushing dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2.

Penyebab Syndroma Cushing

Tingginya kadar hormon kortisol pada sindrom Cushing bisa disebabkan oleh faktor dari luar tubuh (eksternal) atau dari dalam tubuh (internal). Berikut ini adalah penjelasannya:

1.      Penyebab Eksternal

Penyebab Syndroma Cushing yang paling umum adalah penggunaan obat kortikosteroid dalam dosis tinggi atau untuk jangka panjang. Hal ini bisa terjadi karena obat kortikosteroid memiliki efek yang sama dengan hormon kortisol.

Obat kortikosteroid yang sering menyebabkan Syndroma Cushing adalah obat yang diminum dan disuntik. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, kortikosteroid yang dioleskan dan dihirup juga dapat menyebabkan Syndroma Cushing, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi.

2.      Penyebab Internal Syndroma Cushing

Syndroma Cushing juga dapat terjadi akibat tingginya kadar Hormon Adrenokortikotropik (ACTH), yaitu hormon yang mengatur pembentukan hormon kortisol. Kadar hormon ACTH yang berlebihan ini dapat disebabkan oleh :

·           Tumor di kelenjar hipofisis atau pituitari.

·           Tumor di pankreas, paru-paru, kelenjar tiroid, atau kelenjar timus.

·           Tumor di kelenjar endokrin yang terkait dengan faktor keturunan.

·           Penyakit kelenjar adrenal, seperti tumor di korteks adrenal (adenoma adrenal).

Faktor Risiko Syndroma Cushing

Syndroma Cushing tiga kali lipat lebih berisiko menyerang wanita dibandingkan dengan pria. Syndroma Cushing lebih mungkin terjadi pada orang-orang yang perlu menerima obat kortikosteroid dalam jangka panjang. Contohnya adalah :

·         Penderita asma kronis

·         Penderita rheumatoid arthritis

·         Penderita lupus

·         Penerima transplan organ

Gejala Syndroma Cushing

Gejala yang dialami penderita Syndroma Cushing tergantung pada tingginya kadar kortisol di dalam tubuh. Gejalanya antara lain :

·         Berat badan meningkat

·         Penumpukan lemak, terutama di bahu (buffalo hump) dan wajah (moon face)

·         Guratan berwarna ungu kemerahan (striae) di kulit perut, paha, payudara, atau lengan

·         Penipisan kulit, sehingga kulit menjadi mudah memar

·         Luka atau gigitan serangga di kulit sulit sembuh

·         Jerawat

·         Lemah otot

·         Lemas

·         Depresi, cemas, atau mudah marah

·         Gangguan mengingat

·         Tekanan darah tinggi

·         Sakit kepala

·         Pengeroposan tulang

·         Gangguan pertumbuhan pada anak

Pada wanita, Syndroma Cushing dapat membuat haid menjadi tidak teratur atau terlambat dan menimbulkan gejala hirsutisme, yaitu rambut yang tumbuh lebat di wajah atau bagian lain yang biasanya hanya tumbuh pada pria. Sedangkan pada pria, keluhan lain yang mungkin muncul akibat Syndroma Cushing adalah penurunan gairah seksual, gangguan kesuburan, dan impotensi.

Pemeriksaan Syndroma Cushing

Untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang, seperti :

·         Pemeriksaan sampel urine 24 jam dan air liur di malam hari, untuk mengukur kadar hormon kortisol.

·         Pemeriksaan kadar hormon kortisol dalam darah, bisa dilakukan dengan didahului pemberian obat deksametason dosis rendah di malam hari, untuk melihat apakah kadar kortisol pasien akan turun di pagi hari.

·         Pemindaian dengan CT Scan atau MRI, untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada kelenjar adrenal atau kelenjar hipofisis.

·         Uji sampel darah yang diambil dari sinus petrosus, yaitu pembuluh darah di sekitar kelenjar hipofisis, untuk mengetahui apakah Syndroma Cushing disebabkan oleh gangguan pada kelenjar hipofisis atau bukan.

 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Referensi               :

1.      Subagiyo Adi Sulistiyo, dkk. 2020. Syndrome Chasing, Kapan Penggunaan Dosis Stress Glukokortikoid Bermanfaat? Jurnal Kesehatan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

2.      Broersen, et al. 2019. Sex Differences In Presentation But Not In Outcome For ACTH-Dependent Cushing's Syndrome. Frontiers In Endocrinology, 10(580), Pp. 1-13. 

3.      Brzozowska, M. M., et al. 2019. Improvement In Cognitive Impairment Following The Successful Treatment of Endogenous Cushing’s Syndrome-A Case Report and Literature Review. BMC Endocrine Disorders, 19(1), Pp. 1-9. 

4.      Nieman, L. 2018. Recent Updates on The Diagnosis and Management of Cushing’s Syndrome. Endocrinology and Metabolism, 33(2), Pp. 139-146.

5.      National Institute of Health. 2018. U.S. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Cushing’s Syndrome

6.      Kahn, A. Healthline. 2020. Everything You Need to Know About Cushing’s Syndome