Selasa, 26 Juli 2022 12:33 WIB

HDL-C: Sang "Lemak Baik"

Responsive image
1695
dr. Patria Pradana - RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) atau High Density Lipoprotein Cholesterol (HDL-C) sering menjadi topik pembicaraan dalam topik kesehatan khususnya kesehatan kardiovaskuler. HDL sering menjadi perbincangan baik dari dokter maupun masyarakat awam pada umumnya, khususnya dibandingkan dengan kolesterol lainnya, Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL-C). Kedua kolesterol tersebut sering menjadi bahan pembicaraan dalam topik kesehatan kardiovaskuler hingga pada masyarakat awam timbul semacam nomenklatur HDL sebagai "lemak baik" dan LDL sebagai "lemak jahat". 

Efek HDL dan LDL terhadap kesehatan jantung memang sudah lama diteliti dan dikembangkan penelitiannya sejak tahun 1950. Sudah menjadi pemahaman populer bahwa kadar tinggi dapat menjadi indikator baik untuk kesehatan jantung. HDL dikenal memiliki hubungan sebagai penanda risiko aterosklerosis (penimbunan lemak dan sel radang di dinding pembuluh darah yang dapat mengganggu aliran pembuluh darah) yang tentunya menjadi sebuah faktor risiko terjadinya kejadian penyakit kardiovaskuler. Kadar HDL tinggi dalam darah menjadi penanda risiko aterosklerosis yang rendah. Begitupun sebaliknya kadar HDL rendah menjadi penanda risiko aterosklerosis tinggi. Hal ini diikuti dengan kadar LDL tinggi yang menjadi penanda risiko aterosklerosis dimana kadar LDL tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis, begitupun sebaliknya LDL rendah menjadi penanda risiko rendah1. Di samping itu juga diketahui sifat HDL yang protektif terhadap risiko aterosklerosis. Beberapa sifat protektif dari HDL yang diketahui mekanismenya seperti memiliki efek antitrombotik, antiinflamasi, dan antioksidan2

Melihat efek positif dari HDL ini, banyak strategi untuk meningkatkan kadar HDL dalam darah. Berbagai pengobatan hingga anjuran nutrisi dijalani oleh pasien dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kadar HDL seperti konsumsi lemak omega-3 hingga pengobatan menggunakan niasin dan obat-obatan lainnya3.  Tidak hanya itu, strategi  peningkatan HDL juga beriringan dengan strategi penurunan kadar LDL dengan intervensi nutrisional dan juga disertai obat-obatan yang menunjang seperti golongan statin4. Kendati demikian, tidak jarang kita merasa puas dengan strategi tersebut tanpa mempertimbangkan evaluasi, apakah strategi ini memang teruji klinis menurunkan risiko aterosklerosis atau insiden kardiovaskuler yang tidak diinginkan.

Dampak peningkatan HDL terhadap kesehatan kardiovaskuler tidak lepas dari yang disebut dengan hipotesis HDL (HDL hypothesis) di mana terdapat anggapan bahwa peningkatan HDL disamping dapat menurunkan risiko aterosklerosis juga menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler yang tidak diinginkan. 5 Untuk mengevaluasi dampak strategi peningkatan HDL tersebut dibutuhkan edukasi berbasis bukti yang dapat menjembatani asumsi awam dengan fakta yang terjadi selama penerapan strategi tersebut. Pada sebuah studi oleh Marz et al dijelaskan beberapa temuan, bahwa HDL sebagai penanda risiko kardiovaskuler hanya dapat diaplikasikan pada populasi normal dan tidak dapat diterapkan kepada semua pasien. 

Pada pasien sehat, penurunan HDL diasosiasikan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler karena penurunan tersebut menjadi penanda terdapat disfungsi atau gangguan dari metabolisme HDL dan lipid secara umum. Namun, bukan berarti strategi peningkatan kadar HDL tidak ada tempatnya dalam manajemen risiko kardiovaskuler pada individu. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar HDL dari gaya hidup sehat dan berhenti merokok dengan sifat protektif terhadap jantung. Terapi obat untuk meningkatkan kadar HDL hingga saat ini belum ditemukan bukti kuat untuk dapat merekomendasikan strategi tersebut. Untuk terapi obat yang masih direkomendasikan adalah strategi untuk penurunan LDL6.

Sebagai kesimpulan, saat ini diketahui bahwa kadar HDL yang tinggi memberikan indikator yang baik bahwa terdapat risiko kardiovaskuler yang rendah. Banyak sekali usaha atau rejimen yang menargetkan untuk peningkatan HDL untuk kesehatan kardiovaskuler. Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa saat ini masih disarankan untuk peningkatan kadar HDL dalam darah melalui modifikasi gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan jantung. Belum ditemukan bukti yang kuat terapi obat untuk meningkatkan HDL dapat menurunkan risiko kardiovaskuler. Untuk mendapat outcome kardiovaskuler terbaik bagi pasien maupun masyarakat, selalu konsultasikan dengan dokter sehingga dapat diberikan perencanaan terapi obat dan modifikasi gaya hidup terbaik bagi masing-masing individu.

 

DAFTAR PUSTAKA
1. Rader DJ, Hovingh GK. HDL and cardiovascular disease. The Lancet. Vol. 384. Elsevier B.V.: 2014, 618–25.

2. Farrer S. Beyond Statins: Emerging Evidence for HDL-Increasing Therapies and Diet in Treating Cardiovascular Disease. Advances in Preventive Medicine. 2018 Jul 9;2018:1–9.

3. Mani P, Rohatgi A. Niacin Therapy, HDL Cholesterol, and Cardiovascular Disease: Is the HDL Hypothesis Defunct? Current Atherosclerosis Reports. 2015 Aug 9;17(8).

4. Redondo S, Martínez-González J, Urraca C, Tejerina T. Emerging therapeutic strategies to enhance HDL function. Lipids in Health and Disease. 2011;10(1):175.

5. Vergeer M, Holleboom AG, Kastelein JJP, Kuivenhoven JA. The HDL hypothesis: does high-density lipoprotein protect from atherosclerosis? Journal of Lipid Research. 2010 Aug;51(8):2058–73.

6. März W, Kleber ME, Scharnagl H, Speer T, Zewinger S, Ritsch A, et al. HDL cholesterol: reappraisal of its clinical relevance. Clinical Research in Cardiology. 2017 Sep 24;106(9):663–75.